Air Asia AK 380 dari Kuala Lumpur ke Jakarta: Mengukur Jejak Chai di KLIA2

<—-Kisah Sebelumnya

Geretan travel bag para pengunjung bandara akhirnya membuatku terbangun…..

Aku bangkit dan terduduk di area sempit nan pendek tepat di bawah pangkal escalator. Kulihat layar telepon pintar, waktu menunjukkan pukul setengah lima pagi. Mataku yang masing mengantuk dan badan yang belum benar-benar segar harus kupaksakan untuk mulai beraktivitas.

Aku membuka travel bag, mengaduk-aduk isinya, mencari keberadaan kemaja putih beserta jas dan dasi. Aku harus segera pergi ke toilet untuk menyikat gigi, mencuci muka dan berganti baju formal sebagai persiapan menghadapi rapat ketika aku tiba di Jakarta beberapa jam ke depan.

Selesai urusan toilet, aku berinisiatif untuk segera mencari sarapan di koridor menuju deret gerbang Q, itu karena aku akan dilepas landas dari Gate Q13.

Mataku awas menyapu sekitar koridor hingga akhirnya menemukan sebuah tenant kuliner yang cukup ramai dikunjungi para pelancong.

NOOODLES”, aku membaca nama tenant itu.

Tanpa ragu, aku melangkah menujunya. Seorang pria India menungguku di meja kasir.

Penang Curry Noodle Soup.

Hello, Sir. Welcome. Please see our menu!”, dia menujukkan padaku deretan menu di meja kasir

Penang Curry Noodle Soup….Can you make it less spicy”, aku meminta menu khusus kepadanya karena memang tak suka pedas.

Yes, of course….28.9 Ringgit, Sir”, dia menambahkan.

And Chai….One”, aku mengacungkan jari telunjuk.

What….”, dia agak terheran mendengar kata itu

Chai, Sir…”, aku mengulangnya kembali. Aku justru heran kenapa dia yang berketurunan India tidak tahu istilah Chai

I don’t know what do you say, Sir”, dia menengadahkan kedua tangannya

Teh Tarek, Sir….” Aku menjelaskan dengan cara yang lebih mudah

Oh, I See….6,9 Ringit, Sir”, dia menambahkan tagihan dalam bill ku

Usai membayar 35,8 Ringgit aku pun mulai mencari tempat duduk

Aku mengambil tempat duduk di sofa restoran yang memanjang untuk mendapatkan rasa nyaman. Sedangkan hanya beberapa meter di sisi kananku, seorang karyawan restoran wanita keturunan India tampak tertidur pulas di bangku yang sama. Aku menebaknya sebagai karyawan “Nooodles” karena t-shirt yang dikenakannya.

Makanan yang kupesan tersaji tak lama kemudian. Aku menyantapnya dengan lahap karena memang aku selalu saja suka dengan segenap resep makanan Negeri Jiran, selalu sesuai dengan selera lidahku. Dan Teh Tarik khas Malaysia akhirnya menjadi penutup sarapan pagi itu.

Sekiranya pukul enam pagi, aku meninggalkan restoran “Nooodle” dan mulai bergerak menuju gate. Aku melangkah cepat menujunya walaupun aku tahu bahwa gate masih akan tutup dan aku akan menunggu di surau hingga gate dibuka.

Lima menit melangkah, begitu sumringahnya aku setelah melihat kenyataan bahwa gate room sudah dibuka. Maka aku menyegerakan untuk menjalankan Shalat Subuh untuk kemudian memutuskan untuk mengambil sebuah tempat duduk di pojok ruang tunggu dan memejamkan mata dengan cepat karena sejatinya aku masih digelayuti rasa kantuk akut.

ZZZZZZZZ…….

Entah berapa lama aku tertidur, hingga tiba-tiba….

Hello Sir….Can you wait outside the room?”, seorang airport staff menegur.

Aku yang gelagapan terbangun, mengucek mata dan lamat memperhatikan staff wanita itu.

Yes, Ms….What happen?”, aku yang bingung pun akhirnya bertanya

Can you wait outside, sir. We will start the boarding procedure”, dia menunjuk ke boarding gate.

Tampak empat staff Air Asia sedang menyiapkan diri dan bangku ruangan yang tadinya dipenuhi calon penumpang telah kosong kembali. Itu artinya, aku dibiarkan tidur sendirian di dalam ruangan hingga ditegur oleh staff bandara.

Tanpa pikir panjang, aku keluar dari ruangan dan akhirnya harus berdiri di ujung antrian. Aku terus diperhatikan semua penumpang yang telah mengantri sedari beberapa menit sebelumya dan aku terpaksa harus menyembunyikan rasa malu dalam-dalam.

Tak lama mengantri, antrian itu mulai merangsek masuk kembali ke gate room. Sabar mengantri dari ujung, aku akhirnya tiba di depan pintu, kemudian harus menyerahkan boarding pass dan passport untuk kemudian dipersilahkan masuk ke dalam gate room.

Menuju Gate Q13.
Air Asia AK 380 (Airbus 320 twin-jet).
Cariin bangkuku,gaes!….Nomor 16A.
Sunrise di Kuala Lumpur International Airport Terminal 2.
Tiba di Soekarno Hatta International Airport.

Tak perlu lama duduk, proses boarding akhirnya dimulai.

Melalui aerobridge, aku perlahan mendekati pintu kabin. Dan ketika benar-benar memasuki kabin, aku merangsek ke dalam untuk mencari bangku bernomor 16A.

Di window seat, aku duduk bersebelahan dengan dua orang ustadz asal Malaysia. Tepat di sebelahku adalah sekarang ustadz bergamis dan bertubuh kurus, sedangkan di aisle seat terduduk seorang ustadz berperawakan tambun yang tampak sangat kerepotan untuk duduk di dalam pesawat berjenis Low Cost Carrier (LCC).

Penerbangan menggunakan Airbus A320 twin-jet itu berlangsung selama 1 jam 55 menit dengan jarak tempuh lebih dari 1.100 km.  Pernerbangan pagi itu sangat menyenangkan karena pesawat sama sekali tidak mengalami turbulensi.

Satu momen yang menyita perhatian adalah ketika pesawat Air Asia yang kutumpangi, terbang bersebelahan dengan pesawat Garuda Indonesia yang sama-sama hendak mendarat di Soekarno Hatta International Airport.

Salip menyalip di udara itu akhirya terhenti ketika Air Asia dan Garuda Indonesia menyentuh landasannya masing-masing dan lindap di balik bangunan bandara ketika melakukan taxiing demi mengantarkan masing-masing penumpangnya di terminal akhir yang dituju.

Aku sendiri tiba di Soekarno Hatta International Airport pada pukul 08:30. Itu artinya aku akan terlambat menghadiri rapat di kantor yang rencananya akan dimulai pada pukul 09:00.

Semenjak memasuki bangunan terminal, aku terus berlari menuju konter imigrasi. Aku sengaja memanfaatkan e-passport gate untuk menghindari antrian, mengisi formular bea cukai secara daring dan mencari taksi INKOPAU seharga 300 ribu demi menuju kantor.

Benar adanya, aku harus terlambat 30 menit dalam mengikuti rapat. Hanya saja tak semua orang tahu bahwa aku langsung menghadiri rapat di kantor sepulang dari Phuket dan mendarat di Soekarno Hatta International Airport.

Dasar travel maniac kamu, Donny….

—-TAMAT—-

Air Asia AK 823 dari Phuket ke Kuala Lumpur

<—-Kisah Sebelumnya

Rute penerbangan Air Asia AK 823 (sumber: flightaware).

Waktu satu setengah jam aku manfaatkan dengan cara duduk bersantai di salah satu bangku di waiting hall sembari menikmati secangkir cold latte sehaga 89 Baht yang aku beli dari salah satu tenant kopi, Phuket International Airport. Tenant itu bernama Siam Express dengan tagline utamaya Fresh & Go dan terletak persis di depan Gate 9, tempat pelepasan pesawat yang akan kutumpangi.

Gerbang itu berebelahan dengan Gate 10 yang akan digunakan VietJet Air untuk boarding menuju Vietnam.

Kursi di waiting hall tampak penuh malam itu, susah sekali untuk mendapatkan bangku kosong. Tetapi beruntung, aku mendapatkan satu bangku kosong di sebuah koridor tersembunyi, tepat di belakang sebuah tenant souvenir.

Setelah menunggu satu setengah jam lamanya, akhirnya panggilan boarding menggema di langit-langit bangunan terminal. Aku mengambil antrian di belakang seorang pasangan muda Malaysia yang tampak mesra, bak perangko dengan amplopnya, aku sendiri akhirnya menebak bahwa mereka usai berbulan madu di Phuket.

Aku melewati bagian pemeriksaan boarding pass dengan mudah, kemudian menuruni tangga demi menuju ke sebuah koridor dimana deretan gate pelepasan di tempatkan.

Memasuki aerobridge, aku terus merangsek menuju kabin dan segera mencari keberadaan window seat bernomor 32A, aku menemukannya di bangku paling belakang tepat di depan toilet kabin.

Begitu duduk dan memasang sabuk pengaman, aku baru menyadari setelah melongok sejenak dari kaca jendela bahwa kondisi di luar bandara sedang hujan deras, setelah melongok sejenak dari kaca jendela.

Bersiap untuk boarding.
Itu dia penampakan Air Asia AK 823 (Airbus A320 twin-jet).
Boarding di kursi paling belakang.

Setengah jam lamanya proses boarding, hingga akhirnya pesawat telah bersiap untuk lepas landas. Pesawat memulai proses taxiing menuju runway ketika para awak kabin sedang memperagakan prosedur keselamatan penerbangan.

Berhenti di atas runway, sejenak pilot berkoordinasi dengan petugas ATC untuk meminta izin lepas landas. Setelah petugas ATC menyetakan siap dan aman, maka pesawat mulai menyalkan mesin jetnya, meluncur cepat di sepanjang runway untuk akhirnya berhasil airborne dengan sempurna.

Aku mulai terbang meninggalkan Phuket…..

Sejenak usai lepas landas, pelita bumi di atas Phuket tampak cantik walau tak semeriah pelita di kota-kota besar, aku menangkap sejenak beberapa gambar malam dari kota Phuket.

Pemandangan Phuket malam hari saat airborne.

Perjalanan menuju Kuala Lumpur sendiri ditempuh dalam jangka waktu satu setengah jam dengan menempuh jarak sejauh 1.200 kilometer.

Duduk di sebelah pria Malaysia yang kuduga dari dandanannya sebagai seorang pebisnis, aku memaksakan diri untuk tidur, mengingat pada malam sebelumnya aku kurang istirahat di Dormsin Hostel. Memang demikian jika aku hendak melakukan penerbangan, aku akan mengalami kesulitan tidur nyenyak karena takut tertinggal penerbangan.

Mataku sendiri akhirnya terbuka ketika pilot memberitahu kepada awak kabin bahwa pesawat bersiap untuk mendarat. Aku melongok ke jendela dan melihat pelita bumi di Kuala Lumpur tampak sangat indah dan dominan dilihat dari atas.

Sebentar lagi aku akan menginjakkan kaki di Kuala Lumpur kembali”, aku membatin sumringah.

Pesawat perlahan menurunkan ketinggian dan akhirnya roda raksasanya berhasil menyentuh landas pacu dengan mulus. Aku telah tiba di Kuala Lumpur untuk sekedar transit sebelum terbang kembali menuju Jakarta di keesokan paginya.

Pemandangan malam Kuala Lumpur dari atas.
Merapat di KLIA2

Usai taxiing, pesawat merapat ke bangunan terminak Kuala Lumpur International Airport Terminal 2. Setelah pramugari membuka pintu pesawat,  aku merangsek melalui aerobridge menuju sisi dalam arrival hall demi mencari keberadaan transfer hall. Aku yang sudah hafal jalurnya, menemukan transferr hall itu dengan sangat mudah.

Malam itu, transfer hall dijaga oleh aviation security wanita. Dia hanya bertanya kepadaku hendak pergi kemana. Aku hanya menunjukkan boarding pass terusan yang kudapatkan dari Phuket International Airport beserta passport hingga dia menunjukkan pintu menuju transferr hall.

Memang malam itu aku terkesan malas untuk keluar dari konter imigrasi ketika tiba, melainkan lebih memilih untuk beristirahat saja di transfer hall mengingat di keesokan harinya aku ada agenda meeting dengan manajemen di perusahaan tempatku bekerja.

Mencari barisan Gate Q, akhirnya aku tiba di transit hall luas dan berkapet tebal. Aku yang merasa sangat haus, membeli jus apel kemasan di sebuah beverage tenant.

Aku pun segera mencari tempat tidur yang tepat untuk memejamkan mata. Aku menemukan tempat yang nyaman di bawah escalator dan aku dengan percaya diri tidur di bawah escalator tersebut hingga pagi menjelang.

Terimakasih KLIA2….Izinkan diriku untuk tidur sejenak…..

Alternatif untuk mendapatkan tiket pesawat dari Phuket ke Kuala Lumpur bisa dicari di 12Go atau link berikut: https://12go.asia/?z=3283832

Kisah Selanjutnya—->

Twenty Minutes at the Petronas Twin Tower

<—-Previous Story

Time show is at half past twelve….

I stood on the edge of Bukit Bintang Street waiting for the Go KL City Bus-Green Line to arrive. That time I intended to revisit the Petronas Twin Tower. That would be the fifth visit to the famous twin towers.

“Do you bore, Donny?”, is a question that might arise.

“It’s not a matter of being bored or not, I have to fulfill a sponsor’s message at that famous spot”, maybe that would be my answer.

Go KL City Bus physically had the same color on each lane. Therefore I was always alert if the bus started to look slow in the distance. I had to quickly catch the path information printed on the LCD screen mounted right on the top of the windshield. The Go KL City Bus had come from other routes twice, it was understandable that the Pavilion bus stop was a stop where three Go KL City Bus lines passed, namely the Purple Line, Blue Line, and Green Line.

After ten minutes of waiting, it was clear at the end of the road, a Go KL City Bus unit was trying to approach the bus stop by breaking through the traffic jam. I just wished it was a green line bus. Getting closer, the writing on the LCD screen was visible, it was indeed Go KL City, Bus-Green Line. So get ready to get in it.

I got on it from the front door as soon as the bus finished dropping off some of the passengers. The number of passengers who entered made me not got a seat, and had to stand in the middle.

From the Bukit Bintang area, the bus moved towards the Kuala Lumpur City Center (KLCC) area. But before arriving at the destination, the bus would first turn from the south side and then turned towards the north side. I arrived right at the KLCC bus stop which was on the edge of Ampang Street.

I came down from the middle door….

The immediately visible sight was the existence of the giant legs of the Petronas Twin Tower which felt so close. Not lingering, I rushed to the courtyard of that giant twin buildings.

I arrived at the KLCC bus stop.
Shady pedestrian pathway in front of the Petronas Twin Tower.
Petronas Twin Tower from the other side.

The heat of the sun had forced me to find a place sheltered by trees. I found that place on the pedestrian walkway on the right side of the tower. From that point of view, I also started completing sponsorship messages, namely sponsors who at least helped pay for my trip at that time.

Visiting the 88-floor twin buildings always invited admiration, how could it not be, for six years that twin buildings have claimed themselves as the tallest buildings in the world? At least that had made Malaysia proud in the world economic arena.

The twin towers owned by a giant property company, namely KLCC Property Holdings, appear green when observed closely. Another feature that was easy to remember was the existence of a sky bridge that connected the two towers on floors 41 and 42.

That time, my stop-by time at the twin towers took place quickly, no more than twenty minutes. Therefore I tried to enjoy it by paying attention to the scenery around the tower area. Let’s see, what were the spots around the Petronas Twin Towers. Here it was:

Public Bank was right opposite in front of Petronas Twin Tower.
From right to left: Bank Simpanan Nasional (BSN/National Savings Bank) Building, Menara TA One (37 floors of offices), and Prestige Tower (40 floors of offices).
Tropicana The Residences (apartment with a rental price of 2,500 Ringgit per month).
Suria KLCC’s entrance gate.

I wished my adventure at the Petronas Twin Towers had ended with the finishing of a sponsor’s message. I would not sit longer in the courtyard of the twin towers.

Then I stepped into the expanse of Green Open Space which was located right in the middle of the hustle and bustle of business activities taking place in Kuala Lumpur City Centre.

Came on…..

Next Story—->

Stucking in the Lion Dance at Bukit Bintang

<—-Previous Story

A quarter past ten….

I decided to leave the courtyard of KL Tower. My feet stepped following the contours of the road winding down the hill. A quarter of an hour later I was at the south end of Puncak Street, right where it intersects with P. Ramlee Street.

Standing on a sidewalk, I was still thinking, “Should it be better to reach THE WELD bus stop to go to Bukit Bintang?”.

But as soon as my feet stepped, a Go KL City Bus Blue Line quickly passed in front of me and then stopped a hundred meters north to get on and off passengers. I quickly decided, “There’s nothing wrong with going around the city using the Go KL City Bus-Blue Line, that way I can explore the north side of the city before arriving at Bukit Bintang.”

Stepped my feet towards the bus stop and in five minutes I arrived. This was the Menara Hap Seng bus stop, one of the stops where the Go KL City Bus-Blue Line stops. Meanwhile, the Menara Hap Seng (Hap Seng Tower) is a 22-story office building right across from the bus stop.

Hap Seng Tower bus stop with sponsor advertising of MSIG (a well-known insurance brand from Japan).
Interior of Go KL City Bus-Blue Line.

Shortly thereafter, the bus arrived and I boarded it from the front door. I was getting ready to explore the north of the city using this free bus. Thanks to the bus services, I finally had the opportunity to explore the streets in the Bukit Nanas and Dang Wangi areas to then arrived at the Terminal Transit Antar Bandar (IUTT/Inter-city Transit Terminal) – Tun Razak Street.

This is the Hub Terminal for Go KL City Bus-Blue Line located in the Titiwangsa area. The bus I was on apparently had to stop for a while and the driver directed me to move to the front bus which was ready to depart along the Blue Line route.

I got off and changed to the Go KL City-Bus Blue Line at the forefront which was already on standby by starting the engine and filling every seat with passengers. Luckily there was still a seat available for me. Shortly after I got on, the bus slowly left IUTT Terminal – Tun Razak Street.

Now the bus was headed south along the streets in the Kampung Baru area and after that, the bus started to enter the area I was headed for, namely the Bukit Bintang area. I was familiar with the streets in this area because that was the fourth time I have been to that famous shopping and entertainment center in Kuala Lumpur.

As expected, the bus slowly started to stagnate in the traffic jam. While I began to shift to a bench near the door. I would get off at the Pavilion bus stop. The pavilion itself is a shopping center integrated with office buildings, apartments, and hotels. Consistent pushing through traffic jams, the Go KL City Bus finally arrived at the place I was going.

I descended from it and rushed across Bukit Bintang Street to arrive at the Pavilion’s courtyard.

There was something very different, if usually this courtyard was enlivened by mall visitors passing by, now the crowd had turned into a lion dance stage. Apparently at that time “The World Dragon & Lion Dance Extravaganza” was taking place. Unmitigatedly, the event was attended by YB Tuan Haji Khalid Bin Abdul Samad, the Minister of Federal Territories of Malaysia….The show was a big event and I was thankful that I was accidentally able to enjoy the show.

That day, the courtyard of the Pavilion was red with the typical ethnic Chinese colors, which were also the typical colors of the lion dance. Many members of the performing troupe busied around the Pavilion preparing to take the stage.

The child was very strong standing for a long time on a pillar.
The excitement of the audience mingled with the performers.
Little performers.
Seeing the show through the camera lens.

Meanwhile, the rhythm of the drum beat being played by one of the groups made anyone’s adrenaline go up when they hear it. I, who had been curious, could never push forward to the front. The front area was already filled with spectators who must have arrived earlier.

I, who could not watch the show with my own eyes, could only raise my camera high and recorded the show so that later I could replay the show from the camera screen.

After half an hour I tried to enjoy the show. Time slowly crept towards twelve o’clock as the air raised its temperature.

Unable to stand under the scorching sun, I went back to the Pavilion bus stop.

I went……

Next Story—->

Menuju KLIA2 dari KL Sentral

<—-Kisah Sebelumnya

Akan sedikit lebih lama menempuh jalur gratis menuju penginapan dibandingkan menunggangi LRT Laluan Kelana Jaya. Tetapi demi menebus ketiadaan Ringgit, aku memutuskan untuk mengeteng saja dan memanfaatkan jasa Go KL City Bus.

Bergegas meninggalkan KLCC Park, aku melangkah menuju halte bus KLCC yang terletak tepat di depan Suria KLCC. Tiba di bawah naungan halte, deretan armada “Perkhidmatan Bas Percuma*1)” jalur hijau  telah menunggu para penumpangnya.

Aku menunggangnya untuk menggapai titik pertukaran antar jalur, yaitu halte bus Pavilion. Dari situlah aku akan menangkap Go KL City Bus jalur ungu demi menggapai Pasar Seni Bus Hub, halte bus terdekat dari penginapanku, yaitu The Bed Station.

—-****—-

Mengendap-endap curang, aku menaiki tangga The Bed Station dengan penuh harap tak terpergok resepsionis ketika melintas di depan pintunya. Itu karena aku sudah men-check out masa inapku tadi pagi, tetapi kali ini, aku memaksakan diri untuk mandi di kamar mandi bersama lantai 3.

Aku sukses melewati ruang resepsionis di lantai 2, sekelebat kulihat staff resepsionis itu sedang sibuk melayani tamu-tamu penginapan yang tampak berdatangan, memang aku tiba ketika masa-masa check-in telah dibuka.

Bergerak cepat, aku segera mandi untuk meluruhkan segenap keringat setelah sedari pagi tadi berkeliling kota.

Begitu selesai berbasuh, aku segera turun ke meja reception untuk mengambil backpack yang telah kuititipkan sedari pagi.

Penuhnya antrian di meja resepsionis membuatku tak terlihat ketika baru turun dari lantai atas yang sebetulnya sudah bukan menjadi hak bagiku untuk menaikinya lagi, apalagi untuk beraktivitas apapun di lantai itu….Dasar, Donny.

—-****—-

Berhasil mendapatkan backpack, aku bergegas melangkah menuju Stasiun LRT Pasar Seni yang berjarak hanya 200 meter dari penginapan.

Begitu tiba, aku bergegas menuju automatic vending machine untuk bertukar 1,3 Ringgit dengan token bulat berwarna biru. Token itulah yang akan menggaransiku untuk bisa berpindah menuju KL Sentral.

LRT Laluan Kelana Jaya bergerbong empat tiba menjemputku di platform lantai dua, untuk kemudian aku larut dalam putaran roda kereta menuju KL Sentral yang jaraknya tak berselang satu stasiun pun.

Dalam 15 menit,  aku tiba di KL Sentral….

Menuruni escalator aku tiba di lantai satu dan tanpa berfikir panjang segera bergegas menuju basement level. Aku punya satu keuntungan bahwa segenap denah KL Sentral telah kuhafal di luar kepala, setidaknya sudah tujuh kali aku menyambangi transportation hub kenamaan Negeri Jiran tersebut. Hal itulah yang membuatku dengan mudah menggapai konter penjualan tiket Aerobus.

Aerobus adalah transportasi dari KL Sentral ke Kuala Lumpur International Airport Terminal 2 (KLIA2) yang menawarkan perjalan murah jika dibandingkan menggunakan taksi, kereta KLIA Transit ataupun KLIA Ekspres.

Aku menyerahkan 12 Ringgit untuk mendapatkan selembar tiket menuju bandara.

—-****—-

Seperempat jam lewat dari pukul empat sore….

Setelah menempuh perjalanan 45 menit, aku tiba di lantai 1 Kuala Lumpur International Airport Terminal 2. Aku diturunkan di salah satu platform di transportation hub di Gateway@klia2..

Walaupun penerbanganku akan berlangsung pukul sembilan malam, hal itu tak menyurutkan langkahku untuk segera menuju lantai 3 untuk melihat informasi penerbangan lebih detail. Seperti biasa, aku selalu detail dan strict perihal jadwal terbang, setidaknya sore itu aku harus mengetahui di check-in desk nomor berapa aku akan menukar e-ticket dengan boarding pass serta di gate berapa pesawatku akan di lepas.

Senyum tipis tak bisa kusembunyikan dari bibir ketika aku berhasil mendapatkan informasi itu di LCD raksasa lantai 3.

Jam 17:20, ternyata….”, aku membatin ketika mengetahui kapan check-in desk akan dibuka.

Aku memutuskan untuk melakukan shalat jamak takhir di surau lantai 2 dan tentu berencana mencari makan malam setelahnya.

Tak seperti biasanya ketika aku mencari makan di KLIA2. Sore itu restoran langganan yang menyajikan makanan murah khas India sedang tutup. Adalah NZ Curry House yang lokasinya tertutp oleh papan-papan renovasi..

Tapi aku tak ambil pusing….

Pada 2015, aku pernah makan di sebuah food court yang berlokasi di lantai 2M. Aku sedikit lupa posisi food court itu. Tapi aku berniat mencarinya hingga ketemu. Ada restoran ala padang yang menawarkan makanan murah di food court tersebut.

Itu dia….”, aku bersorak dalam hati ketika melihat food court itu dari kejauhan.

Quizinn by RASA….”, aku melafal nama medan selera*2) tersebut.

Restoran Padang Kota Group….”, yupzzz aku melihat restoran yang kucari.

Kiranya tak bisa berlama-lama, aku menuju restoran ala padang itu kemudian mencari menu sesuai dengan kondisi dompet. Inilah saat dimana Ringgitku akan habis.

Lima belas menit sebelum check-in akhirnya aku bisa menikmati seporsi nasi seharga 5,9 Ringgit. Inilah nasi yang kumakan setelah terakhir aku memakannya kemarin siang.

Lantai 2 Gateway@klia2.
Pemandangan dari Gateway@klia2 Lantai 2M.
Beberapa restoran di Gateway@klia2.
Nah, itu dia Quizinn by RASA food court.
Menuku malam itu: Nasi putih, telur rebus kandar dan sayuran.

Mengambil sebuah tempat duduk, aku menikmati makan malam itu dengan khusyu’ untuk kemudian bersiap diri melakukan penerbangan lagi.

Apakah aku akan pulang?….

Tidak….Justru petualangan sesungguhnya baru akan dimulai.

Aku akan terbang menuju sebuah kota di selatan India….KOCHI.

Kisah Selanjutnya—->

Keterangan kata:

Perkhidmatan Bas Percuma*1 = Layanan Bus Gratis

Medan Selera*1) = food court.

KLCC Park: Terwujud di Akhir

<—-Kisah Sebelumnya

Matahari berada pada puncak kekuasaannya ketika aku memutuskan undur diri dari pelataran Petronas Twin Tower. Aku sendiri tak bisa menyembunyikan senyum kecut di ujung bibir dan merasa menjadi pejalan yang tak faham prioritas hanya karena membesuk Menara Kembar tepat di tengah hari.

Aku mencoba berdamai dengan diri sendiri dan berniat menebus kesalahan itu dengan menghadirkan sebuah destinasi anyar dalam sejarah petualangan. Bukan tempat yang prestisius, tetapi bisa saja menjadi penebus kesalahan prioritas itu. Di sisi lain, tempat ini bisa menjadi spot yang tepat untuk meredam angkuhnya surya.

Kulangkahkan kaki menuju timur. Sembari mencoba sekuat hati demi menolak godaan megahnya gerbang Suria KLCC, si surga belanja di pusat kota Kuala Lumpur. Bagaimana tidak, deret panjang kendaraan roda empat berkelas rela mengantri di depannya sedangkan arus pengunjung tak henti-hentinya mengalir keluar-masuk di pusat perbelanjaan kelas atas tersebut.

Setibanya di jalan dua ruas tepat pada sisi timur Suria KLCC, aku melanjutkan langkah menuju selatan. Aku tetap berusaha menyembunyikan diri dari sengatan surya di bawah pohon-pohon palem yang berjajar rapi di tengah trotoar….yupzz, trotoar tunggal yang membelah sempurna jalan menjadi dua jalur.

Perlahan, di ujung jalan sana mulai tampak rimbunnya pokok-pokok besar yang menghampar memberikan suasana kontras kota. Seakan aku menuju ke sebuah oasis di tengah rimba beton kota.

Dari jauh pun aku sudah mampu merasakan segarnya udara yang terhembus dari area hijau itu. Otomatis sukses membuat diriku mempercepat langkah menujunya. Usai melintas di atas pangkal underpass, aku menemukan gerbang area hijau tersebut.

Inilah Kuala Lumpur City Centre Park….Khalayak mengenalnya singkat sebagai KLCC Park.

Aku memasuki taman dari jalur masuk yang berada pada sisi kiri bangunan Pejabat Taman KLCC (KLCC Park Office). Memasuki kawasan taman, aku mengambil tempat duduk di kawasan rehat yang berbentuk gazebo tepat di sisi timur Simfoni Lake. Bangku-bangku kayu berkaki beton tampak tersebar di seluruh penjuru taman, diletakkan di bawah naungan pokok-pokok besar yang identitasnya tertampil dalam barcode pada kertas berwarna kuning dan tertempel di setiap batangnya.

Mungkin disinilah bagian taman terfavorit karena para pengunjung bisa menatap intens air mancur bepola dengan latar belakang Petronas Twin Tower yang dipangkali oleh bangunan rendah memanjang Suria KLCC. Seolah aku tak sudi untuk meninggalkan posisi duduk cepat-cepat.

Taman kota dengan sentuhan arsitektur ala Brasil mulai tertelusur lebih dalam ketika aku mulai bangkit dari tempat duduk. Melangkah menulusuri jogging track, aku memutuskan tidak mengambil jalur jembatan yang menghubungkan Tasik Simfoni dan Kolam Kanak-Kanak.

Aku lebih memilih jogging track sisi utara demi mendekatkan diri ke KLCC Park Children’s Pool. Keramaian dan kesejukan yang tertampil pada Kolam Kanak-Kanak itu menahan kuasaku untuk berpaling. Alih-alih pergi, aku pun tak sadar telah bersandar di salah satu bangku tepian kolam.

Aktor utama pada kolam berkedalaman sedikit di atas mata kaki tersebut adalah sculpture paus putih melompat yang terdramatisasi dengan bantuan air mancur di bagian ekor. Sedangkan sculpture dua ekor lumba-lumba ikut melompat di sisinya. Ditambah dinding-dinding kolam yang terhias dengan air terjun buatan sangat mengundang minat anak-anak untuk membasahkan diri di bawahnya.

Sebuah konsep sempurna, ketika Kolam Kanak-Kanak itu disandingkan dengan Taman Permainan Kanak-Kanak di timurnya. Hal ini memungkinkan anak-anak bisa memilih salah satunya atau bahkan bermain di keduanya secara bergantian. Seperti Taman Permainan Kanak-Kanak pada umumnya, bagian ini dipenuhi dengan ayunan, jungkat-jungkit dan wahana up-down stairs dengan lantai taman permainan berlapiskan Ethylene Prophylene Diene Konomer yang menciptakan sensasi ubin lembut dan  aman bagi anak-anak.

Untuk akhirnya….

Petualanganku di taman itu berakhir pada sebuah hamparan rumput yang dilingkari sempurna oleh jogging track.

Sudah lewat tengah hari…

Aku harus makan siang sebelum pulang ke penginapan dan pada akhirnya nanti akan berlabuh di bandara demi menentukan langkah selanjutnya.

Dari kemarin sore, Ringgitku habis dan hanya cukup untuk anggaran naik bus ke bandara dan makan malam di dalamnya nanti…..Jadi kuputuskan makan dari bekal seadanya, apalagi kalau bukan menu yang sama dengan dinner semalam dan sarapan tadi pagi….Yaitu serbuk oat yang hanya perlu disiram dengan air mineral. Lingkaran jogging track dengan hamparan rumput di tengahnya menjadi latar makan siangku hari itu.

KLCC Park Tasik Simfoni (Lake Symphony Fountain) di sisi barat.
Jogging track dan jembatan penghubung Tasik Simfoni dan Kolam Kanak-Kanak.
Suasana taman yang sejuk dan dingin.
KLCC Park Children’s Pool tepat di tengah taman.
KLCC Children Playground.
KLCC Children Playground.
Spot yang kutemukan untuk makan siang.

KLCC Park, taman kota seluas satu hektar….

Adalah sebuah tempat sederhana yang ingin kusasar sejak 2014, tetapi berkali-kali megunjungi ataupun sekedar singgah di Negeri Jiran, berkali-kali pula aku gagal mengunjunginya, tentu kendala besarnya adalah waktu yang susah sekali tersedia saat setiap kali berkunjung ke Kuala Lumpur.

Inilah penebusan terbaikku dengan keberhasilan menyinggahinya siang itu. Sengajanya aku merangsek membelah kemacetan menuju Kuala Lumpur City Centre ternyata tidak kuletakkan pada Si Menara Kembar, tetapi pada tujuan utamaku hari itu….KLCC Park.

Aku keluar dari taman dengan perasaan bahagia…Saatnya pulang ke penginapan, beberes dan pergi ke bandara.

Kisah Selanjutnya—->

Dua Puluh Menit di Petronas Twin Tower

<—-Kisah Sebelumnya

Setengah dua belas….

Aku berdiri di tepian Jalan Bukit Bintang demi menunggu kehadiran Go KL City Bus Green Line. Kali ini aku berniat mengunjungi kembali Petronas Twin Tower. Ini akan menjadi kunjungan yang kelima di menara kembar kenamaan tersebut.

Ga bosan apa, Donny?”, pertanyaan yang mungkin saja muncul.

Bukan perkara bosan atau tidak, aku harus memenuhi sebuah pesan sponsor di spot terkenal itu”, mungkin itulah yang akan menjadi jawabanku.

Go KL City Bus secara fisik memiliki warna yang sama di setiap jalurnya. Oleh karenanya aku selalu waspada jika bus tersebut mulai tampak lamat di kejauhan. Aku harus segera menangkap informasi jalur yang tertera pada layar LCD yang dipasang tepat di kaca depan bagian atas. Sudah dua kali Go KL City Bus yang datang berasal dari jalur lain, maklum halte bus Pavilion adalah pemberhentian yang dilewati oleh tiga jalur Go KL City Bus, yaitu Purple Line, Blue Line dan Green Line.

Setelah sepuluh menit menunggu, tampak jelas di ujung jalan sana, satu unit Go KL City Bus yang berusaha mendekati halte dengan menembus kemacetan. Aku hanya berharap itu adalah bus jalur hijau. Semakin mendekat, tulisan di layar LCD jelas terlihat, itu memang Go KL City Bus Green Line. Maka bersiaplah diriku untuk menaikinya.

Aku menaikinya dari pintu depan begitu bus selesai menurunkan sebagian penumpang. Banyaknya penumpang yang masuk, membuatku tak kebagian tempat duduk dan harus berdiri di bagian tengah.

Dari kawasan Bukit Bimtang, bus bergerak menuju Kawasan Kuala Lumpur City Centre (KLCC). Tetapi sebelum sampai di tujuan, bus memutar dahulu dari sisi selatan untuk kemudian berbelok arah melewati sisi utara. Aku tiba tepat di halte bus KLCC yang berada di tepian Jalan Ampang.

Aku turun dari pintu tengah….

Pemandangan yang langsung tertampak adalah keberadaan kaki-kaki raksasa Petronas Twin Tower yang terasa begitu dekat. Tak berlama-lama, aku bergegas melangkah ke pelataran gedung kembar raksasa itu.

Tibalah diriku di halte bus KLCC.
Jalur pejalan kaki yang rindang di depan Petronas Twin Tower.
Petronas Twin Tower dari sisi lain.

Teriknya matahari telah memaksaku untuk mencari tempat yang terlindung oleh pepohonan. Aku menemukan tempat itu di jalur pejalan kaki sisi kanan menara. Dari sisi itu pula aku mulai menuntaskan pesan-pesan sponsor, yaitu sponsor yang setidaknya ikut membantu biaya perjalananku kali ini.

Mengunjungi gedung kembar 88 lantai itu selalu saja mengundang decak kagum, bagaimana tidak, enam tahun lamanya gedung kembar ini pernah menasbihkan diri sebagai bangunan tertinggi di dunia. Setidaknya hal tersebut telah membanggakan Negeri Jiran dalam percaturan ekonomi dunia.

Menara kembar yang dimiliki oleh perusahaan property raksasa, yaitu KLCC Property Holdings tampak kehijauan jika diamati dengan seksama. Ciri khas lain yang mudah diingat adalah keberadaan sky bridge yang menghubungkan kedua menara di lantai 41 dan 42.

Kali ini, singgah di menara kembar ini berlangsung dengan cepat, tak lebih dari dua puluh menit. Oleh karenanya aku berusaha menikmatinya dengan memperhatikan pemandangan di sekitar area menara. Yuk kita lihat, ada spot apa saja di sekitar Petronas Twin Tower. Ini dia:

Public Bank tepat berseberangan di depan Petronas Twin Tower.
Dari kanan ke kiri: Gedung Bank Simpanan Nasional (BSN), Menara TA One (perkantoran 37 lantai) dan Menara Prestige (perkantoran 40 lantai).
Tropicana The Residences (apartemen dengan harga sewa 2.500 Ringgit per bulan).
Entrance gate milik Suria KLCC.

Sekiranya petualanganku di Petronas Twin Tower telah usai dengan tersampaikannya pesan sponsor. Aku tak akan duduk lebih lama di pelataran menara kembar tersebut.

Kini aku melangkah menuju hamparan Ruang Terbuka Hijau yang berlokasi tepat di tengah hiruk pikuk aktivitas bisnis yang berlangsung di Kuala Lumpur City Centre.

Yukkkzzz…..

Kisah Selanjutnya—->

Terjebak Barongsai di Bukit Bintang

<—-Kisah Sebelumnya

Lewat seperempat dari pukul sepuluh….

Kuputuskan meninggalkan pelataran KL Tower. Kakiku melangkah mengikuti kontur jalanan yang meliak-liuk menuruni bukit. Seperempat jam kemudian aku sudah berada di pangkal selatan Jalan Puncak, tepat berpotongan dengan Jalan P. Ramlee.

Berdiri di sebuah trotoar, aku masih berfikir, “Apakah baiknya menuju ke halte bus THE WELD untuk menuju Bukit Bintang?”.

Tetapi baru saja kaki melangkah, sebuah Go KL City Bus Blue Line melintas cepat di depanku untuk kemudian berhenti seratus meter di utara demi menaik turunkan penumpang. Aku cepat memutuskan, “Tak ada salahnya berkeliling kota menggunakan jalur biru, dengan begitu aku bisa menjelajah sisi utara kota sebelum tiba di Bukit Bintang

Melangkahlah kakiku menuju halte bus itu dan dalam lima menit aku sampai. Inilah halte bus Menara Hap Seng, salah satu halte yang menjadi pemberhentian Go KL City Bus Blue Line. Sedangkan Menara Hap Seng sendiri adalah sebuah gedung perkantoran 22 lantai yang terletak persis di seberang halte.

Halte bus Menara Hap Seng dengan sponsor MSIG (brand asuransi kenamaan asal Jepang).
Interior Go KL City Bus Blue Line.

Tak lama kemudian, bus tiba dan aku menaikinya dari pintu depan. Aku sudah bersiap menjelajah utara kota menggunakan bus gratisan ini. Atas jasa bus tersebut, akhirnya aku berkesempatan menjelajah jalanan di daerah Bukit Nanas dan Dang Wangi untuk kemudian tiba di Terminal Transit Antar Bandar (IUTT) Terminal Jalan Tun Razak.

Ini adalah Terminal Hub untuk Go KL City Bus Blue Line yang terletak di daerah Titiwangsa. Bus yang kunaiki rupanya harus beristirahat sejenak dan aku diarahkan pengemudi untuk berpindah ke bus depan yang sudah siap berangkat untuk menyusuri rute Blue Line.

Aku pun turun dan berpindah ke Go KL City Bus Blue Line terdepan yang sudah standby dengan melangsamkan mesin dan memenuhi setiap bangku dengan penumpang. Beruntung masih tersedia bangku untukku. Tak lama setelah aku naik, bus pun perlahan berjalan meninggalkan IUTT Terminal Jalan Tun Razak.

Kini bus menuju selatan menyusuri jalanan di daerah Kampung Baru dan setelahnya bus mulai memasuki daerah yang kutuju, yaitu kawasan Bukit Bintang. Aku sudah familiar dengan jalanan di kawasan ini karena ini adalah kali keempat aku berada di pusat perbelanjaan dan hiburan terkenal di Kuala Lumpur tersebut.

Sesuai dugaan, bus perlahan mulai tersendat di kemacetan. Sementara aku mulai bergeser ke bangku dekat pintu. Aku akan turun di halte bus Pavilion. Pavilion sendiri adalah pusat perbelanjaan yang terintegrasi dengan gedung perkantoran, apartemen dan hotel. Konsisten merangsek di kemacetan, Go KL City Bus pun akhirnya tiba di tempat yang kutuju.

Aku menuruninya dan bergegas menyeberangi Jalan Bukit Bintang untuk kemudian tiba di pelataran Pavilion.

Ada sesuatu yang sangat berbeda, jika biasanya pelataran ini diramaikan oleh lalu lalang para pengunjung mall, kini keramaian itu berubah menjadi sebuah panggung pertunjukan barongsai. Rupanya saat itu sedang berlangsung event World Dragon & Lion Dance Extravaganza. Tak tanggung-tanggung, acara itu ternyata dihadiri oleh YB Tuan Haji Khalid Bin Abdul Samad, Sang Minister of Federal Territories Negeri Jiran….Rupanya pertunjukan itu adalah acara besar dan aku bersyukur secara tak sengaja bisa menikmati pertunjukan tersebut.

Hari itu, pelataran Pavilion dimerahkan dengan warna khas etnis Tionghoa yang juga menjadi warna khas dari barongsai. Banyak anggota kelompok pertunjukan sibuk di sekitar Pavilion demi mempersiapkan diri untuk tampil di panggung.

Anak itu kuat sekali berdiri berlama-lama pada sebuah tiang.
Kemeriahan penonton yang berbaur dengan para penampil.
Para penampil cilik.
Melihat pertunjukan lewat lensa kamera.

Sementara itu irama tabuhan gendang yang sedang dimainkan salah satu kelompok membuat adrenalin siapapun akan naik jika mendengarnya. Aku yang sedari tadi merasa penasaran, tak kunjung bisa merangsek ke bagian depan. Area depan sudah dipenuhi para penonton yang pastinya sudah tiba sedari awal.

Aku yang tak bisa menyaksikan pertunjukan dengan mata kepala secara langsung hanya bisa mengangkat kamera tinggi-tinggi dan merekam pertunjukan itu, sehingga nantinya aku bisa menikmati ulang pertunjukan tersebut dari layar kamera.

Lewat setengah jam aku berusaha menikmati pertunjukan. Sementara udara semakin menaikkan suhunya, waktu merambat pelan menuju pukul dua belas.

Tak tahan dengan sengatan matahari, aku pun memutuskan undur diri dan kembali melangkah menuju halte bus Pavilion.

Aku pergi……

Kisah Selanjutnya—->

KL Tower: NKRI Harga Mati

<—-Kisah Sebelumnya

Sarapan di emperan toko….yeeeileh.

Selasa….Usai Subuh….

Mata masih kuyu…Badan serasa lemas.

Semalaman tidurku terinterupsi oleh dengkuran seorang penginap yang terlelap pulas di sebelah kanan ranjang. Tak hanya diriku, aku pun bisa merasakan protes dari seorang penginap yang tidur persis dibawah bunk bed. Berkali-kali aku bisa merasakan, dia menghantam dasar bunk bed yang kutiduri. Mungkin dia merasakan hal yang sama. Kesal….Karena tak bisa tidur dengan nyenyak.

Merasa tak enak badan, kuputuskan saja untuk mengguyur tubuh di bawah shower air hangat di kamar mandi bersama. Guyuran air hangat setidaknya bisa merelaksasi setiap inchi tubuh yang pagi itu sedang tak seratus persen segar.

Pagi itu juga, aku harus mengepack kembali semua perlengkapan ke dalam backpack untuk kemudian harus menitipkannya ke meja resepsionis. Waktu menginapku purna tengah hari nanti dan saat itu pula, aku memastikan diri masih berada di pusat kota.

Usai mandi dan merapikan backpack, menujulah aku ke resepsionis untuk check-out, mengembalikan kunci locker dan mengambil uang deposit. Beruntung, staff resepsionis dari Mesir itu sudah berada di meja kerjanya sehingga memudahkanku untuk menyegerakan proses karena aku harus mengejar pemberangkatan Go KL City Bus sepagi mungkin.

Backpack telah tersimpan rapi dan aku bergegas menuruni anak tangga untuk keluar dari penginapan. Sesampai di luar, aku segera mencari tempat duduk di teras pertokoan yang masih tutup untuk bersarapan. Sarapan kali ini masih saja sama dengan menu dinner semalam….Yups, serbuk oat masih bisa diandalkan. Jujur saja, aku sudah kehabisan Ringgit pagi itu, hanya ada Ringgit tersisa untuk menaiki airport bus sore nanti dan makan malam sekedarnya di KLIA2.

Dari sini bisa diambil kesimpulan bahwa aku akan berkeliling kota tanpa keluar biaya sedikitpun bahkan seringgit sekalipun….Ya, tak akan pernah kukeluarkan.

Beruntung sekali, jalanan masih sepi. Keadaan itu tentu mengurangi beban malu ketika harus menyesap sendok demi sendok bubuk oat yang basah oleh guyuran air mineral.

Alhamdulillah sarapan usai….Petualanganpun dimulai.

Aku melangkah menuju ke Pasar Seni Bus Hub untuk mencari keberadaan Go KL City Bus Purple Line. Bus gratis jalur ungu itulah yang akan mengantarkan ke kompleks KL Tower.

KL Tower adalah menara pemancar telekomunikasi , menara penyiaran, wisata kuliner ketinggian dan wisata sudut pandang kota dari atas.

Dari kejauhan, aku melihat jelas bahwa bus itu sudah berada di posisi. Jadi begitu tiba di platform, aku langsung saja menaikinya dari pintu depan. Baru sedikit penumpang yang sudah menduduki bangku. Hal inilah yang membuatku harus menunggu sekitar sepuluh menit….Setidaknya untuk mengisi bangku-bangku kosong dengan penumpang yang perlahan berdatangan.

Pukul delapan pagi, Go KL City Bus Purple Line akhirnya berangkat jua….

Dalam duduk aku berfikiran bahwa KL Tower adalah bangunan yang tinggi, jadi aku merasa santai saja. Tentunya aku hanya perlu berhenti di halte manapun di dekat banguan KL Tower yang akan tampak dari kejauhan saking tingginya.

Go KL City Bus perlahan menyisir Jalan Sultan demi meninggalkan daerah Pasar Seni. Begitu tiba di sepanjang Jalan Raja Chulan, KL Tower sudah terlihat jelas dari kaca bus. Hanya saja aku perlu memastikan kapan harus turun di halte terdekat. Beberapa kali Go KL City Bus berhenti di halte pemberhentiannya, tetapi aku tetap saja bebal tak kunjung turun. Aku masih berharap bahwa bus akan berhenti di halte yang lebih dekat dari KL Tower.

Itu dia bus dengan layanan percuma*1)
Interiornya bagus dan bersih tentunya.

Terjadilah pengecualian, bukannya tambah mendekat, Go KL City Bus semakin lama semakin menjauhi KL Tower. “Ahhhh, sial….aku sudah kebablasan dan bus bukannya melambat tetapi semakin kencang”, aku bersandar lemas di kaca bus. Akibat kebodohan itu, aku hanya pasrah mengikuti kemana Go KL City Bus pergi. Aku memutuskan kembali ke Pasar Seni dan mengulang lagi perjalanan dari nol….Parah.

Dalam perjalanan 40 menit, akhirnya Go KL City Bus tiba kembali di Pasar Seni.

Konyol….”, aku mengutuk diriku sendiri.

Kini aku turun dari Go KL City Bus dan berpindah ke bus terdepan yang sudah siap berangkat. Beruntungnya diriku,  Go KL City Bus langsung berangkat ketika beberapa detik sebelumnya aku melangkah masuk.

Kini aku memasang sikap waspada ketika duduk di salah satu bangku. Aku akan memutuskan untuk langsung turun saja ketika melihat KL Tower bisa dijangkau dengan berjalan kaki.

Pucuk dicinta ulam pun tiba….

Bus berhenti di sebuah halte dan aku pun melompat turun dari pintu tengah.

THE WELD….”, aku membaca signboard pada  sebuah gedung pencakar langit yang berdiri tepat dibelakang halte tempatku turun.

Kini aku berada di Jalan Raja Chulan dan THE WELD sendiri adalah kompleks perkantoran 26 lantai yang berada 800 meter di timur KL Tower.

Dari THE WELD, aku memotong Jalan P. Ramlee untuk kemudian dalam lima puluh langkah masuk ke sebuah jalan yang lebih kecil, bernama Jalan Puncak. Inilah jalan utama untuk menuju KL Tower yang dibangun di tempat yang lebih tinggi.

Terengah-engah selama seperempat jam, akhirnya tiba juga di pelataran KL Tower. Sebetulnya pada tahun 2014 silam, aku berkesempatan melintas di menara ini ketika menjajal KL Hop On Hop Off untuk berkeliling kota. Hanya saja, kala itu aku hanya turun kurang dari lima menit untuk melihatnya. Ini semua karena KL Hop On Hop Off terburu-buru untuk menjelajah kota.

THE WELD….Selain perkantoran, ada pasar swalayan modernnya juga loh.
Meniti Jalan Puncak.

Kali ini aku akan sedikit lebih lama dalam menikmati pesona menara komunikasi yang berusia tak kurang dari seperempat abad itu. Bagaimana tidak bahagia, ketika akhirnya aku berkesempatan menikmati keindahan menara yang ketinggiannya masuk ke dalam jajaran sepuluh menara tertinggi di dunia.

Keunikan yang pertama kali bisa dilihat adalah atap bangunan dasar yang menggunakan deretan pola meruncing, pikiranku lalu merujuk pada runcingan-runcingan atap Sydney Opera House. Sedangkan pada bagian ujung atas antara tiang dan antena terdapat bangunan membulat yang merupakan pusat dari kegiatan broadcasting, telekomunikasi,  restoran, observation deck dan sky deck.

Sepengetahuanku untuk menikmati observation deck, pengunjung harus mengeluarkan biaya sebesar 49 Ringgit….Sedangkan harga wisata sky deck mencapai 99 Ringgit….Woouuooww.

Aku melangkah menuju entrance gate KL Tower untuk melihat aktivitas di sana dari dekat. Tentu aku tak akan naik ke atas untuk berwisata, terlalu mahal untuk pengunjung sepertiku yang hanya sekedar singgah saja di Kuala Lumpur.

Tak begitu ramai, sedari tadi hanya beberapa turis Eropa yang memutuskan untuk membeli tiket dan naik ke atas menara, sementara aku hanya mengamati sisa-sisa kegiatan kompetisi pemrograman yang diselenggarakan kemarin lusa. Kompetisi itu bertajuk HR Hackathon.

Bergeser ke kanan menara, ada atraksi lain ternyata. Di sisi itu berdirilah konter penjualan tiket untuk berkunjung ke KL Tower Mini Zoo (KLTMZ). Papan informasi yang ada mengatakan bahwa KLTMZ menyimpan tak kurang dari lima puluh spesies asli dan eksotis. Dan untuk melihat spesies-spesies unik itu maka pengunjung perlu merogoh kocek hingga 30 Ringgit.

Berpindah lagi menuju arah depan menara. Tersedia KL Tower F1 Zone yang menyediakan simulator Formula One untuk umum. Pengunjung bisa merasakan sensai mengendarai jet darat itu dengan membayar sebesar 20 Ringgit untuk enam menit mengemudi di simulator. Dinding KL Tower F1 Zone ini berwarna merah menyala, menyeleraskan diri dengan warna salah satu tim balap terkemuka di ajang balapan premier Formula One. Hanya saja, saat aku mengunjungi KL Tower, KL Tower F1 Zone itu masih tutup. Mungkin aku tiba terlalu pagi.

Oh ya, KL Tower F1 Zone ini juga dilengkapi dengan Formula One Cafe & Mart loh….

Tetapi baru sejenak melihat seisi cafe & minimarket dari luar ruangan, aku melihat kedatangan KL Hop On Hop Off warna putih dengan deck atas sebagian yang terbuka. Sontak aku berlari menujunya, sudah enam tahun lamanya aku tak pernah bersua dari dekat dengan bus wisata itu. Ternyata di pelataran menara terdapat shelter KL Hop On Hop Off. Pantas saja bus wisata itu berhenti untuk menurunkan para wisatawan.

Entrance gate KL Tower.
Ticketing Counter KL Tower Mini Zoo.
KL Tower F1 Zone.
Di spot inilah rombongan Surabayan itu aku foto.
Wisatawan asing sering meyebutnya dengan KL Forest Eco Park.

Tak lama berhenti, hanya menurunkan  5 wisatawan, bus itu tancap gas kembali. Tetapi tak lama kemudian, ada sebuah logat yang tak asing di telinga ketika kelima wisatawan wanita itu saling bercakap usai menuruni bus. “Itu logat Surabaya….”, aku menyimpulkan. Aku memutuskan diri untuk menyapa dan bercakap sejenak. Sudah empat hari lamanya aku tak bersua dengan orang Indonesia, tak ada salahnya untuk berbincang sejenak. Atas peristiwa itu, aku tahu bahwa kelimanya adalah Tenaga Kerja Wanita yang sedang berwisata ke Kuala Lumpur. Dari percakapan kami pula, aku tahu bahwa mereka sedang bekerja di Penang.

Seperti biasa, orang Indonesia selalu memiliki ciri yang khas. Mereka akhirnya memintaku untuk mengambil foto dengan latar KL Tower.

Aku? ….Ya tentulah aku meminta juga untuk dipotret….Kan aku orang asli Indonesia….NKRI harga mati.

Aku sendiri sudah berada di ujung kunjungan ke KL Tower. Untuk menutup kunjungan singkat ini, aku memasuki setengah area depan dari Taman Eko Rimba KL. Dahulu taman ini dikenal dengan sebutan Hutan Simpan Bukit Nanas, yang merupakan salah satu cagar hutan permanen tertua di Malaysia. Untuk memasuki cagar hutan ini pengunjung harus rela merogoh kocek sebesar 40 Ringgit.

Usai sudah petualanganku di KL Tower.

Saatnya pergi meninggalkannya.

Kisah Selanjutnya—->

Keterangan kata:

percuma*1) = =Gratis.

Lima di Petaling Street

<—-Kisah Sebelumnya

Salah satu sisi Jalan Leboh Pasar Besar.

Pada langkah pertama sekeluar dari area Central Market, terjadilah pengkhianatan niat. Langkahku tetap saja tak terima menuju ke penginapan.

Hampir menginjak pukul sembilan malam….

Central Market boleh saja mulai pudar kharismanya ditelan gulita, tetapi tidak dengan Petaling Street. Disana keramaian baru saja dimulai”, aku mulai memaksa niat untuk berubah haluan, walaupun sesungguhnya badan telah remuk redam akibat perjalanan hampir sembilan jam dari Kuala Terengganu pagi hingga sore tadi.

Aku melangkah ke utara demi melahap habis ruas Jalan Hang Kasturi hingga memotong Jalan Leboh Pasar Besar pada sebuah pertigaan. Pertigaan itu dimarkahi dengan keberadaan bangunan UOB dan Pacific Express Hotel.  Suasana masih ramai saja di sepanjang jalan itu. Sehingga aku semakin asyik dan merasa aman ketika melangkah ke timur hingga menemui sebuah perempatan yang dimarkahi oleh Bangunan Maybank. Perempatan itu sesungguhnya mempertemukan empat jalan, yaitu Jalan Yap Ah Loy dari timur, Jalan Tun H S Lee dari arah utara, Jalan Leboh Pasar Besar dari arah barat dan Jalan Petaling dari arah selatan.

Jalan Yap Ah Loy….Siapa sih Yap Ah Loy?

Ya, Yap Ah Loy inilah tokoh Tionghoa yang pertama kali memakmurkan daerah Pasar Seni dengan membangun sebuah pabrik tapioka. Kemakmuran yang ditimbulkan akibat aktivitas bisnisnya telah membantu banyak dalam mengembangkan Chinatown di daerah Pasar Seni.

OK, mari kita lanjutkan perjalanan ringan ini….

Karena ingin mengunjungi Petaling Street maka dari perempatan tadi, aku harus melangkah menuju selatan. Jalan yang kuambil ini sudah termasuk dari bagian Jalan Petaling. Inilah jalan populer di daerah Chinatown yang membentang dari utara ke selatan sepanjang hampir 800 meter. Tetapi Petaling Street yang kumaksud dalam judul artikel ini adalah sebagian dari ruasnya yang menyediakan lapak-lapak perniagaan beratap pelindung dengan panjang 300 meter.

Tetapi, selain memanfaatakan Jalan Petaling, bazaar jalanan ini juga melebar ke timur dan barat memanfaatkan sisi Jalan Hang Lekir yang tak memiliki atap pelindung.

Tepat jam sembilan malam…..

Aku tiba di depan gerbang Petaling Street. Perempatan luas beralaskan susuan pavling block yang rapi itu aku seberangi untuk memasuki kawasan awal Petaling Street. Begitu melewati gerbang, hal yang paling mudah diingat adalah deretan lampion yang digantung di langit-langit. Selain itu, jalanan beralaskan beton dengan motif paving block dan tiang serta rangka atap berbahankan baja sempurna mengangkangi jalan menjadi hal yang bisa ditangkap memori dengan cepat ketika melintasnya.  

Perbedaan mendasar dari jalur di area perniagaan ini adalah….Jalur di sepanjang Jalan Petaling didominasi oleh kios-kios penjual cendera mata, aneka pakaian, tas, sepatu, dompet, aksesoris dan pernak pernik lain berbau Malaysia. Sedangkan Jalur di sepanjang Jalan Hang Lekir dengan mudah kita bisa menemukan kedai-kedai makanan yang didominasi oleh chinese food dan berbagai street food lain seperti kacang kenari panggang, buah-buahan, minuman dan lain-lain. Sebagai gambaran, untuk jenis-jenis minuman dari susu kedelai hingga jus buah dibanderol dengan harga 1,8 – 6 Ringgit saja….Murah kan?

Gerbang Petaling Street di hadapan. Tentu kamu pengen tahu kan gimana suasana di dalamnya?
Fokus ke deretan lampion itu deh!
Transaksi di kedai cinderamata.
Suasana di pojok timur Jalan Hang Lekir.
Memanggang kacang kenari (chestnut bean)….Orang lokal menyebutnya buah berangan.
Pedagang buah di Jalan Hang Lekir.
Mau coba durian Malaysia….Masih di Jalan Hang Lekir.
Cobain juice juga boleh kok….Stay tune di Jalan Hang Lekir.
Restoran-restoran di kawasan Petaling Street (juga di bagian Jalan Hang Lekir)
BABIIIIII…ehhh….Aduhh…Upss.

Tetapi harga cendera mata yang sangat murah dan bisa ditawar tentu mengindikasikan bahwa produk-produk tersebut adalah barang bajakan. Oleh karenanya, kita perlu jeli untuk menawarnya sebelum memutuskan untuk membeli.

Petaling Street memang menjadi tempat perniagaan idola di Kuala Lumpur. Selain itu, Petaling Street juga menggambarkan sebuah eksistensi atas usaha pelestarian budaya Tionghia di Kuala Lumpur.

Pada kunjungan ke Petaling Street yang kelima kali ini, aku hanya menjelajahnya dalam waktu kurang dari setengah jam saja.

Tepat pukul setengah sepuluh….

Aku memutuskan untuk kembali ke penginapan karena mata sudah mulai mengantuk dan badan sudah terasa lusuh.

Baiklah, lebih baik aku menyegerakan diri untuk beristirahat.

Kisah Selanjutnya—->