Five on Petaling Street

<—-Previous Story

A side of  Leboh Pasar Besar Street.

On the first step out of the Central Market area, there was a betrayal of intentions. My steps still didn’t accept heading to the inn.

It was almost nine o’clock in the evening….

“Central Market may begin to lose its charisma, swallowed up by darkness, but not Petaling Street. The crowds have just started there”, I began to force my intention to change direction, even though my body was already shattered due to the nearly nine-hour journey from Kuala Terengganu that morning to the afternoon.

I stepped north to completely devour Hang Kasturi Street until I cut off Jalan Leboh Pasar Besar Street at a t-junction. The T-junction was marked by the existence of the UOB building and the Pacific Express Hotel. The situation was still crowded along the road. So that I was even more engrossed and felt safe when I stepped east until I met an intersection marked by the Maybank Building. The intersection brought together four roads, namely Yap Ah Loy Street from the east, Tun H S Lee Street from the north, Leboh Pasar Besar Street from the west, and Petaling Street from the south.

Yap Ah Loy Street….Who is Yap Ah Loy?

Yes, Yap Ah Loy is the Chinese figure who first prospered in the Pasar Seni area by building a tapioca factory. The prosperity brought about by his business activities has helped a lot in developing Chinatown in the Pasar Seni area.

OK, let’s continue my short journey….

Because I wanted to visit Petaling Street, I had to head south from the intersection earlier. The road I took was part of the Petaling Street section. This is a popular street in the Chinatown area that runs from north to south for nearly 800 meters. But Petaling Street I mean in the title of this article is part of its section that provides 300 meters long protective roofed commerce stalls.

However, apart from taking advantage of Petaling Street, this street bazaar also widens to the east and west to take advantage of the side of Hang Lekir Street which does not have a protective roof.

Exactly nine in the evening…..

I arrived at the gate of Petaling Street. I crossed the wide intersection paved with neat paving blocks to enter the initial area of Petaling Street. As soon as I passed through the gate, the easiest thing to remember was the rows of lanterns hanging from the ceiling. In addition, the concrete-paved streets with paving block motifs and pillars and roof trusses made of steel perfectly straddling the road were things that could be quickly captured in memory when passing by.

The fundamental difference from the lanes in this commercial area is….The route along Petaling Street is dominated by stalls selling souvenirs, various clothes, bags, shoes, wallets, accessories, and other knick-knacks with Malaysian smells. Meanwhile, along Hang Lekir Street, we can easily find food stalls that are dominated by Chinese food and various other street foods such as roasted walnuts, fruits, drinks, and others. As an illustration, for various types of drinks, from soy milk to fruit juice, the price is only 1.8 – 6 Ringgit….Cheap, right?

Petaling Street gate ahead. Of course, you want to know how the situation is in it.
Focus on the row of lanterns!
Transactions at souvenir shops.
The situation is in the east corner of Hang Lekir Street.
Roasting chestnuts….Local people call it chestnut.
Fruit seller on Hang Lekir Street.
Want to try Malaysian durian….Still on Hang Lekir Street.
You can try the juice too….Stay tuned to Hang Lekir Street.
Restaurants on Petaling Street (also on Jalan Hang Lekir Street)
PORK…Oops.

However, the very cheap and negotiable price of souvenirs certainly indicated that these products would be easy to buy by tourists. Therefore, we need to be observant to bid before deciding to buy.

Petaling Street is indeed an idol trading place in Kuala Lumpur. Apart from that, Petaling Street also describes an existence for efforts to preserve Chinese culture in Kuala Lumpur.

On my fifth visit to Petaling Street, I only explored it in less than half an hour.

Exactly half past ten….

I decided to back to the inn because my eyes were getting sleepy and my body was feeling worn out.

Well, I better hurry to rest.

Next Story—->

Lima di Petaling Street

<—-Kisah Sebelumnya

Salah satu sisi Jalan Leboh Pasar Besar.

Pada langkah pertama sekeluar dari area Central Market, terjadilah pengkhianatan niat. Langkahku tetap saja tak terima menuju ke penginapan.

Hampir menginjak pukul sembilan malam….

Central Market boleh saja mulai pudar kharismanya ditelan gulita, tetapi tidak dengan Petaling Street. Disana keramaian baru saja dimulai”, aku mulai memaksa niat untuk berubah haluan, walaupun sesungguhnya badan telah remuk redam akibat perjalanan hampir sembilan jam dari Kuala Terengganu pagi hingga sore tadi.

Aku melangkah ke utara demi melahap habis ruas Jalan Hang Kasturi hingga memotong Jalan Leboh Pasar Besar pada sebuah pertigaan. Pertigaan itu dimarkahi dengan keberadaan bangunan UOB dan Pacific Express Hotel.  Suasana masih ramai saja di sepanjang jalan itu. Sehingga aku semakin asyik dan merasa aman ketika melangkah ke timur hingga menemui sebuah perempatan yang dimarkahi oleh Bangunan Maybank. Perempatan itu sesungguhnya mempertemukan empat jalan, yaitu Jalan Yap Ah Loy dari timur, Jalan Tun H S Lee dari arah utara, Jalan Leboh Pasar Besar dari arah barat dan Jalan Petaling dari arah selatan.

Jalan Yap Ah Loy….Siapa sih Yap Ah Loy?

Ya, Yap Ah Loy inilah tokoh Tionghoa yang pertama kali memakmurkan daerah Pasar Seni dengan membangun sebuah pabrik tapioka. Kemakmuran yang ditimbulkan akibat aktivitas bisnisnya telah membantu banyak dalam mengembangkan Chinatown di daerah Pasar Seni.

OK, mari kita lanjutkan perjalanan ringan ini….

Karena ingin mengunjungi Petaling Street maka dari perempatan tadi, aku harus melangkah menuju selatan. Jalan yang kuambil ini sudah termasuk dari bagian Jalan Petaling. Inilah jalan populer di daerah Chinatown yang membentang dari utara ke selatan sepanjang hampir 800 meter. Tetapi Petaling Street yang kumaksud dalam judul artikel ini adalah sebagian dari ruasnya yang menyediakan lapak-lapak perniagaan beratap pelindung dengan panjang 300 meter.

Tetapi, selain memanfaatakan Jalan Petaling, bazaar jalanan ini juga melebar ke timur dan barat memanfaatkan sisi Jalan Hang Lekir yang tak memiliki atap pelindung.

Tepat jam sembilan malam…..

Aku tiba di depan gerbang Petaling Street. Perempatan luas beralaskan susuan pavling block yang rapi itu aku seberangi untuk memasuki kawasan awal Petaling Street. Begitu melewati gerbang, hal yang paling mudah diingat adalah deretan lampion yang digantung di langit-langit. Selain itu, jalanan beralaskan beton dengan motif paving block dan tiang serta rangka atap berbahankan baja sempurna mengangkangi jalan menjadi hal yang bisa ditangkap memori dengan cepat ketika melintasnya.  

Perbedaan mendasar dari jalur di area perniagaan ini adalah….Jalur di sepanjang Jalan Petaling didominasi oleh kios-kios penjual cendera mata, aneka pakaian, tas, sepatu, dompet, aksesoris dan pernak pernik lain berbau Malaysia. Sedangkan Jalur di sepanjang Jalan Hang Lekir dengan mudah kita bisa menemukan kedai-kedai makanan yang didominasi oleh chinese food dan berbagai street food lain seperti kacang kenari panggang, buah-buahan, minuman dan lain-lain. Sebagai gambaran, untuk jenis-jenis minuman dari susu kedelai hingga jus buah dibanderol dengan harga 1,8 – 6 Ringgit saja….Murah kan?

Gerbang Petaling Street di hadapan. Tentu kamu pengen tahu kan gimana suasana di dalamnya?
Fokus ke deretan lampion itu deh!
Transaksi di kedai cinderamata.
Suasana di pojok timur Jalan Hang Lekir.
Memanggang kacang kenari (chestnut bean)….Orang lokal menyebutnya buah berangan.
Pedagang buah di Jalan Hang Lekir.
Mau coba durian Malaysia….Masih di Jalan Hang Lekir.
Cobain juice juga boleh kok….Stay tune di Jalan Hang Lekir.
Restoran-restoran di kawasan Petaling Street (juga di bagian Jalan Hang Lekir)
BABIIIIII…ehhh….Aduhh…Upss.

Tetapi harga cendera mata yang sangat murah dan bisa ditawar tentu mengindikasikan bahwa produk-produk tersebut adalah barang bajakan. Oleh karenanya, kita perlu jeli untuk menawarnya sebelum memutuskan untuk membeli.

Petaling Street memang menjadi tempat perniagaan idola di Kuala Lumpur. Selain itu, Petaling Street juga menggambarkan sebuah eksistensi atas usaha pelestarian budaya Tionghia di Kuala Lumpur.

Pada kunjungan ke Petaling Street yang kelima kali ini, aku hanya menjelajahnya dalam waktu kurang dari setengah jam saja.

Tepat pukul setengah sepuluh….

Aku memutuskan untuk kembali ke penginapan karena mata sudah mulai mengantuk dan badan sudah terasa lusuh.

Baiklah, lebih baik aku menyegerakan diri untuk beristirahat.

Kisah Selanjutnya—->