Forty Four Domes of the Domes Mosque

<—-Previous Story

I heard a faint sound of adzan calling me while I was walking around Souq Faleh. That was a moment that I’ve been waiting for. My imagination of praying in congregation with Qataris for the first time would come true soon. For that reason, I rushed down stairs to first floor and immediately left this modest shopping center. Goodbye Souq Faleh

A last photo before leaving an Abaya sales center.

Located 200 meters to southeast, it didn’t make me worry that Iqomah will overtake me. I slowly but surely treaded Al Ahmed Street, a one-lane two-way street with a parking lot lane to north.

Five minutes later I arrived. There were no signboards except for a light brown board with the lightning logo titled KAHRAMAA….Oh, that must be Qatar’s state electricity company. Very predictable.

Front gate.

The old mosque building looked more like a fort than a worship place. It was difficult to tell whether it was brown with faded white or white with brown plaque. But this combination gave it a classic and aged feel.

I slowly step in a short stairs in front of entrance gate and a moment later was greeted by mosque’s courtyard which was beyond my expectations, it wasn’t covered in luxurious ceramics, but left authentically covered with white desert sand.

Sandy yard.

The main building of mosque was to right of entrance gate, while a single minaret was to left, which combined with a room that didn’t know what its function. The main building itself had forty-four domes in an arrangement of eleven columns and four rows.

Domes Mosque’s single minaret with a room.

I kept looking for ablution room, I looked on every side of main court and never found it. I tried to wait for arrival of another congregation and follow him, because I believed that the first place he would look for was a place for ablution. It turned out that the ablution room was in the west of the building, hidden behind. Meanwhile, in the front left corner of courtyard, was a house of mosque’s imam (leader).

Ablution room.
Al Imam House.

Now I entered the main part of mosque to pray Dzuhur, along the entrance side of main building was made from clear glass so as to made the whole mosque visible from courtyard. The mosque, which was believed to have originated in the Middle Ages, was supported by 60 giant pillars. This shows the robustness of Domes Mosque.

The main pillars.

When viewed from above, Domes Mosque had a Letter-L shape with an area of ​​about one and a half hectares. Built on Old Doha area with Al Ahmad Street in the north, Al Jabr Street in the east, while the west and south sides were directly adjacent to Doha Metro Souq Waqif Station.

The room itself was quite neatly arranged with a green carpet with Air Conditioner. The Domes Mosque also implied the strength of Qatar by decorating the spearheads in each dome.

After Dzuhur congregational prayer was over, I finally exited from back door on Al Jabr Street side.

Then, I struggled a bit by walking to find a cheap but decent restaurant for lunch.

I found a small typical Indian restaurant, similar to “warteg (warung tegal)” in Indonesia. I ordered a portion of Indian style’s rice and chicken fry.

Restaurant or stall?

Next Story—->

Pakistani White Pulao dan Al Kort Fort

<—-Kisah Sebelumnya

Aku meninggalkan Doha Sports City menjelang maghrib. Keluar dari Villaggio Mall, menuju Stasiun Al Aziziyah yang hanya berjarak 100 meter dari pintu nomor empat shopping mall kenamaan itu.

Di pintu masuk stasiun…..terjadilah insiden tipis antar pengelana….

Hello, do you want go with metro?”, ucap pemuda ikal, berkulit putih dan berwajah khas Arab tetapi lebih pendek sedikit dariku.

Yes, brother”, ucapku singkat.

Use this ticket!, I will go back with bus, You can use it”, dia menyodorkan tiketnya kepadaku.

Oh, No, thanks. I will buy a single journey ticket at downstair”, kutolak halus karena salah duga, kukira dia menjual tiket kepadaku. Aku tahu itu Standard Day Pass ticket seharga Rp. 16.000

Brother, just take it. I don’t need more because I will use bus”, Dia tampak bergegas dan menyelipkan tiket itu ke tangan kananku.

Ya ampun….Ternyata dia memberikan dengan cuma-cuma. “Thank you very much, brother”, ucapku singkat.

I’m Donny from Indonesia, what is your name, brother?”, tanyaku sebelum berpisah.

Said from Algeria….”, senyumnya sembari membenarkan tas punggung hijaunya lalu bergegas meninggalkanku.

Thank you, Said”, aku mulai menuruni escalator menuju platform Doha Metro.

Mengejar MRT yang sudah mengambil ancang-ancang, diperintahkanlah aku oleh petugas berkebangsaan Philippines untuk memasuki metro melalui gerbong kelas Goldclub yang mewah lalu berpindah ke gerbong kelas Standard di belakangnya. Wahhhh…..gerbang Goldclub itu menawarkan tempat duduk tunggal mewah bak business seat pesawat terbang, kursi bersandaran lengan yang terpisah satu sama lain dalam baris memanjang berhadapan. Terduduk di gerbong standard, aku dibawa menyusuri jalur Gold Line menuju Stasiun Souq Waqif yang lokasinya cukup berdekatan dengan Al Ghanim Bus Station. Aku akan menaiki Karwa Bus langganan bernomor 12 menuju penginapan.

Aku masih mengingat pesan salah satu staff hotel asal Islamabad bahwa malam ini mereka mengajakku memasak bersama dan menyantap masakan khas negeri mereka yaitu Pakistani White Pulao-hidangan nasi yang dicampur dengan cacahan wortel, sayur dan kacang-kacangan-.

Seusai mandi, benar adanya, mereka ke kamar membajakku dan digelandang e dapur untuk bergabung bersama para chef dadakan Casper Hotel.

Pakistani White Pulao…..Nyammm.

—-****—-

Fajar ke empat yang kurasakan di Qatar. Aku sedikit bermalas-malasan karena kelelahan dan kejenuhan menjadi musuh baru. Menjelang pukul sepuluh pagi, aku mulai berangkat menuju Al Ghanim Bus Station. Awalnya berencana menuju ke Museum Islamic of Art. Eh, tetapi….Begitu tiba di terminal, aku berfikir ulang. Dompetku mengkhianati niat, dituntunnya aku mencari destinasi gratisan untuk menghemat amunisi yang mulai menipis.

Mencoba berselancar maya dengan duduk santai di terminal, akhirnya aku tahu harus melangkah kemana. Msheireb….Ya, Msheireb!

Ada Msheireb Museum yang dibuka gratis untuk wisatawan disana. Aku berfikir lanjut….Setelah mengunjungi museum itu, aku bisa berkeliling di area Msheireb Downtown Doha untuk melihat konsep kota terencana itu.

Perlu kamu tahu….MDD (Msheireb Downtown Doha) adalah sebuah kota pengganti Distrik Mushayrib yang pengembangannya direncanakan sangat detail.

Aku menjelajah sepanjang Ali Bin Abdullah Street, melewati Gold Souq -bangunan sepuluh jendela kaca lengkung sentra jual beli emas-, melintas kantor kas Qatar National Bank (QNB) Souq Waqif kemudian belok kanan di sebuah perempatan.

Gold Souq.

Sebelum benar-benar tiba di Msheireb Museum, langkahku tertahan di bawah sebuah bangunan ikonik, yang dari bentuknya aku sendiri faham bahwa itu adalah bangunan pertahanan atau benteng. Sewaktu kemudian, aku mengenalnya sebagai Al Kort Fort.

Dikenal juga sebagai Doha Fort, bangunan berusia 140 tahun ini dibangun pada masa Kesultanan Utsmaniyah sebagai kantor kepolisian. Tiga puluh lima tahun dihitung dari masa berdirinya, benteng ini berubah fungsi menjadi penjara di masa akhir kekuasaan Kesultanan Utsmaniyah. 

Lalu sejarah kembali berubah ketika Sheikh Abdullah bin Jassim Al Thani, Emir ketiga Qatar, membangun kembali benteng ini seiring melonjaknya angka kejahatan di sekitar Souq Waqif. Konon, muncul sekelompok pencuri terkenal yang merajalela di area pasar. Nah benteng inilah menjadi pusat keamanan Souq Waqif pada masa rawan itu.

Sesuai ciri khas benteng gurun pasir, bangunan ini berbentuk persegi dengan satu menara persegi panjang di salah satu sudut dan tiga menara bundar di ketiga sudut lainnya.

Sayang , benteng ini masih dalam proses renovasi sehingga aku tidak bisa masuk ke dalamnya. Tapi tnetu tak mengapa, karena aku bisa lekas berkunjung ke Msheireb Museum.

Mau tau ga Msheireb Museum kayak apa?….Panjang lho kisah yang tersampaikan di dalamnya….Siap-siap membaca penuh kesabaran ya!.

Kisah Selanjutnya—->

Gondolania milik Villaggio Mall

<—-Kisah Sebelumnya

Sudah pukul 14:00, masih ada sedikit waktu sebelum angin sore pembawa hawa dingin hadir. Aku sengaja menaruh destinasi ini sebagai penutup wisata hari ketiga di Qatar. Tampak luar, tak ada yang mencolok, tak ada yang istimewa, itu hanya bangunan biasa yang dibuka untuk umum sejak 2006 silam. Hanya saja, nameboard besar bertajuk Gondolania Theme Park di gerbangnya mampu menilaskan gambaran di kepala tentang konsep wisata apa yang ditawarkan di dalamnya.

Aku kembali memutar pita rekaman perjalanan, mulai kubongkar memori tiga tahun silam, kala dimana untuk pertama kalinya, aku terpesona pada wujud gondola yang terlihat dengan mata telanjang di The Venetian, shopping mall sekaligus kasino kenamaan di kawasan Asia Timur, Macau tepatnya.

Yupss….Kunjungan di Doha Sports City sore itu memang kuakhiri dengan mengunjungi Villaggio Mall. Mall di pinggiran Al Waab Street (terletak antara Hyatt Plaza dan Sports City ) ini dikembangkan oleh Gondolania Entertainment, oleh karenanya, konsep wisata gondola di kota Venice diadopsi di pusat perbelanjaan terkenal ini.

Didesain di dalamnya canal indoor sepanjang 150 meter lengkap dengan gondolanya. Retailer utama di Villaggio Mall adalah Carrefour, akan tetapi pusat perbelanjaan ini juga mengakomodasi 200 toko yang menjual brand-brand ternama asal Amerika, Inggris, Italia dan Jerman.

Yuk, yang hobby belanja, silahkan mampir di mari !

Aku memulainya dari gate 4.

Rupanya kata “I LOVE  (LOVE dilambangkan dengan hati)” yang tersohor dalam promosi pariwisata setiap bangsa menjangkit juga di Qatar. Nameboard itu menyapaku di sebuah hall tepat di sebelah pintu masuk. Merah putih, begitulah dominasi warnanya, serasi dengan warna bendera Qatar. Merah bergerigi putih, atau putih bergeriri merah, entahlah?

Sana kalau mau foto!….Tak fotoin sinih!.
Hall utama tepat dibawah kubah.

Meningglkan kemewahan hall utama, aku mulai menyusuri koridor mall berfantasikan langit biru artifisial di bagian atap, sedangkan tiang hitam berujungkan tiga lampu klasik diletakkan dalam jarak yang konsisten. Cafe dan toko berjajar rapi di kiri dan kanan…..Mc Donalds, KFC, Pinkberry, Ocean Basket, Doughnuts & Coffee, Dunias, PF. Clarks, Applebees dan Ognam adalah beberapa gerai kuliner yang bisa cepat kutemukan ketika melangkah.

Koridor Villaggio Mall.
Koridor Villaggio Mall.

Kuikuti saja alur yang didesain pengelola mall, hingga akhirnya kupergoki ruangan bertajuk GONDOLANIA, sebuah Funfair Theme Park andalan pusat perbelanjaan itu. Kamu bisa bermain Bungee Trampoline, Ferris Wheel, Viking, Catterpillar, Drop Tower, Roller Coaster, Chipmunks Rides, Carousel, Arcade Games, Ping Pong Toss, Ride on Robot, Dino Land, Toy Crain, Deal or No Deal Dance Reco, Basketball Games, Bump Car, Dragon Punch King of Hammer, Lazy River, juga bisa berbelanja mainan di Toys4me serta bisa bergila ria di Gondolania Ice Rink.

Gondolania Theme Park.

Meninggalkan theme park , aku masih terus dibuat penasaran untuk menemukan apa yang kucari sedari tadi…..Akhirnya, Gondola ala Venice tampak terdayung di pandangan jauh. Kanal panjang bercabang membelah ruang raksasa shopping mall itu. Beberapa turis tampak mengantri untuk menaiki gondola dengan pendayung berkebangsaan Philippines.

Kanal untuk wisata gondola.
Aku dan gondola.

Menjenguk sejenak Villaggio Mall, telah membunuh rasa penasaranku untuk melihat duplikasi wisata Gondola Venice untuk kedua kalinya.  Tak perlu lama, hanya tiga puluh menit saja untuk menjelajah.

Hmmhh, aduh….Aku teringat pada janjiku memenuhi undangan para staff hotel tempatku menginap. Aku bergegas pulang, sore itu aku akan memasak makanan khas Pakistan bersama mereka. Kufikir agenda itu  akan membuatku merasa lebih relax setelah tujuh belas hari berkelana meninggalkan rumah.

Area parkir Villaggio Mall.

Langkah cepat menuju Stasiun Al Aziziyah dihadang oleh seorang pemuda yang lebih pendek dariku. Aku tersentak kaget….Ada apa ini:

Said: “Hello, do you want go with metro?

Aku: “Yes, Brother”.

Said:”Use this ticket, I will go back with bus, So you can use it”.

Aku: “Oh, thank you”.

Bodoh jika aku menolaknya. Sebelum dia pergi, aku sempat bertanya untuk mendapatkan informasi tentang tempat asalnya….Algeria, Afrika Utara….”My name is Said”, ujarnya setelah aku menyebutkan nama kepadanya.

Kugenggam tiket darinya….”Oh ini, One Day Pass. Dia seharian naik MRT rupanya. Pintar si Said, daripada dibuang percuma, dia hibahkan kepadaku….Hehehe” batinku memahami alasan Said memberikan tiketnya padaku. Pertemuan tak terduga yang melimpahkan rezeqi. Kini aku akan pulang tanpa biaya.

Stasiun Al Aziziyah.

Singkat kisah, kunaiki Doha Metro Gold Line, berhenti di Stasiun Souq Waqif lalu bersambung dengan Karwa Bus No. 12 menuju penginapan.

Saatnya memasak……

Kisah Selanjutnya—->

Memasak Menu ala Backpacker di Qatar

<—-Kisah Sebelumnya

Selain mengunjungi tempat-tempat wisata gratisan, memasak adalah hal lazim yang dilakukan para backpacker untuk mengerem pengeluaran di hari-hari perjalanannya. Karena mereka juga harus pandai menciptakan dana cadangan untuk mengantisipasi jika terjadi biaya tak terduga. Begitu pula dengan hari-hariku di Qatar, memasak sudah menjadi rutinitas setiap pagi dan malam mengingat biaya hidup di Qatar tidaklah murah.

Sore itu, bermula pada perjalanan pulang dari Katara Cultural Village menggunakan Doha Metro. Aku menuju Stasiun Souq Waqif dan bertolak dari Stasiun Katara melalui kombinasi Red Line dan bersambung dengan Gold Line di Stasiun Msheireb. Ini adalah perjalanan keduaku menggunakan Doha Metro.

Platform di Stasiun Katara.
Ini tanda toilet, musholla dan child care room…Lucu ya.
Doha Metro Red Line.

Dari Stasiun Souq Waqif aku menyambung perjalanan dengan Karwa Bus No. 12 dari Al Ghanim Bus Station untuk menuju Casper Hotel, tempatku menginap selama di Qatar. Ini adalah perjalananku ke-9 menggunakan Karwa Bus. Perjalanan pulang sore itu membutuhkan waktu dua jam hingga tiba di penginapan. Sebelum tiba, aku sempat berbelanja terlebih dahulu di Abdulla Ali Bumatar minimarket yang terletak di dekat hotel untuk membeli kebutuhan logistik hingga hari terakhirku di Qatar nanti.

Bukan hotel, lebih tepatnya ini adalah penginapan.

Setelah selesai membersihkan diri, aku segera menunaikan shalat maghrib berjama’ah di musholla dekat penginapan. Memasuki waktu bersantai, aku bergegas menuju pantry untuk melakukan kegiatan rutin malam hari….Yes, memasak.

Yuk masuk pantry!

Bahan pangan utama yang mejadi santapanku setiap hari adalah roti Paratha khas Kerala buatan GRANDMA Bakery and Sweets, cukup murah, tiga lembar parata kubeli dengan harga Rp. 8.000. Tiga lembar parata sudah lebih dari cukup untuk membuatku merasa kenyang.

Sedangkan untuk lauknya aku memilih membeli sarden kemasan termurah yang dipajang di minimarket. Kuberikan Rp. 12.000 untuk mendapatkan satu kaleng kemasan berisi tiga potongan sedang ikan sarden. Karena ini sarden termurah, tentu akan berpengaruh pada rasa, rasanya plain, kawan….Hmmhh. Itu tampak seperti ikan sarden yang dituang ke dalam minyak sawit saja…..Hahahaha.

Roti Paratha.
Memanaskan sarden kemasan.

Ketika berpergian, kemewahan makanan bukanlah menjadi concernku sejauh ini. Yang terpenting adalah bagaimana tetap mengupayakan makan tiga kali sehari dengan harga terjangkau tetapi layak nutrisi. Jadi bisa dipastikan aku akan jarang sekali bersantap di restoran kecuali jika yang kujalani adalah business trip…..Ya, iya lah, business trip kan dibayarin kantor. Hahahaha.

Lalu, bagaimana dengan menuku di keesokan harinya, sebelum memulai eksplorasi hari keempat di Qatar. Mau tahu?…..

Ini dia:

Sarapan yang sangat sederhana, kan?
Bonuss…..

Nah itulah satu dari sekian banyak caraku untuk berhemat selama menjelajah Qatar. Jangan ditiru….Itu sangat menyiksa….Hahaha.

Yuk lah, kita jalan lageee…..

Kisah Selanjutnya—->

Empat Puluh Empat Kubah Domes Mosque

<—-Kisah Sebelumnya

Kumandang suara adzan sayup memanggilku ketika sedang berkeliling Souq Faleh. Itulah saat yang kutunggu. Imajinasiku shalat berjama’ah dengan Qataris untuk pertama kali akan segera terwujud. Karena alasan itulah, aku bergegas menuruni tangga menuju lantai satu dan segera meninggalkan pusat perbelanjaan sederhana itu. Selamat tinggal Souq Faleh !

Foto terakhir sebelum meninggalkan pusat penjualan Abaya tersebut.

Terletak 200 meter di tenggara, tak membuatku khawatir tersalip Iqomah. Aku perlahan tapi pasti menapaki Al Ahmed Street, sebuah jalan satu jalur dua arah dengan lajur parking lot di utara.

Lima menit kemudian aku tiba. Tak ada papan nama apapun kecuali papan coklat muda berlogo petir bertajuk KAHRAMAA….Ah, itu pasti PLNnya Qatar. Sangat mudah ditebak.

Gerbang depan.

Bangunan masjid tua itu sekilas lebih mirip sebuah benteng daripada tempat peribadatan. Sulit membedakan apakah berwarna coklat meluntur putih atau putih terkotori plak berwarna coklat. Tetapi kombinasi itu memberikan nuansa klasik dan berumur.

Aku perlahan menaiki anak tangga berukuran pendek di depan pintu masuk dan sesaat kemudian disambut dengan halaman masjid yang di luar dugaanku, tak berlapis keramik mewah, tapi dibiarkan otentik berlapis pasir gurun berwarna putih.

Pelataran berpasir.

Bangunan utama masjid ada di kanan pintu masuk sedangkan minaret tunggal berada di kirinya yang berkombinasi dengan sebuah ruangan yang entah berfungsi sebagai apa. Bangunan utama sendiri memiliki empat puluh empat kubah dengan susunan sebelas kolom dan empat baris.

Minaret tunggal Domes Mosque beserta sebuah ruangan.

Aku terus mencari keberadaan tempat berwudhu, aku mecari di setiap sisi  pelataran utama dan tak pernah menemukannya. Aku mencoba menunggu kedatangan jama’ah lain dan mengikutinya, karena aku yakin tempat pertama yang akan dicarinya adalah tempat berwudhu. Ternyata ruang wudhu ada di bagian barat bangunan, tersembunyi di belakang. Sedangkan di pojok depan kiri pelataran, terletak rumah imam masjid.

Ruang berwudhu.
Al Imam House.

Kini aku memasuki bagian utama masjid untuk bershalat Dzuhur, sepanjang sisi masuk bangunan utama terbuat dari kaca bening sehingga membuat seisi masjid terlihat dari pelataran. Masjid yang dipercaya berasal dari abad pertengahan ini ditopang oleh 60 tiang raksasa. Hal ini menunjukkan kekokohan Domes Mosque.

Tiang-tiang utama.

Jika dilihat dari atas, Domes Mosque memiliki bentuk Letter-L dengan luas sekitar satu setengah hektar. Dibangun di atas kawasan Old Doha dengan batas Al Ahmad Street di bagian utara, Al Jabr Street di sisi timur, sedangkan sisi barat dan selatan berbatasan langsung dengan Stasiun Doha Metro Souq Waqif.

Ruangan dalam sendiri tertata cukup rapi dengan karpet hijau dengan siraman Air Conditioner. Domes Mosque juga menyiratkan kekuatan Qatar dengan penghiasan mata tombak di setiap kubahnya.

Setelah shalat berjama’ah selesai, akhirnya aku keluar dari pintu belakang di sisi Al Jabr Street.

Kemudian, aku sedikit berjuang keras dengan berjalan kaki untuk menemukan rumah makan murah tetapi layak dijadikan sebagai tempat makan siang.

Aku menemukan sebuah restoran kecil khas India, mirip dengan warteg di Indonesia. Kupesan seporsi nasi dan chicken fry ala India.

Restoran atau kedai ya?

Kisah Selanjutnya—->

Souq Faleh….Salah Satu yang Tertua di Qatar

<—-Kisah Sebelumnya

Matahari sedang giat menanjaki puncaknya, udara mulai menghangat, mengikis rasa dingin pelan-pelan dari telapak tangan dan guratan muka.

Aku meninggalkan Al Ghanim Bus Station…..

Hello, Filippino”, tiga Qataris petugas Mowasalat menyapaku di gerbang luar terminal.

Hi, Sir”, jawabku singkat sambil membatin “Alhamdulillah aku dikaruniai muka ajaib yang cocok dengan muka berbagai bangsa Asia”. Membuatku seperti bunglon yang pandai menyesuaikan diri.

Al Ashat Street tak lagi menyemburkan debu, kini kumpulan partikel halus itu menyerpihi setiap sudut jalanan. Berdebunya jalanan Qatar, tak bisa dijustifikasi “kotor”, justru itulah yang menjadi identitas negara-negara teluk yang bisa dinikmati para wisatawan.

Setiap bangunan bertingkat di sisi kiri kanan jalan seragam berwarna coklat pasir, sama seperti Kuwait, yang beberapa hari sebelumnya kulihat dari udara.

Kini aku sudah di tepi Banks Street, jalan utama tiga jalur di setiap sisi arahnya dan dipisahkan dengan pagar kawat stainless dengan berbagai bunga hidroponik aneka warna di dasar pagar. Jalan utama ini lancar mengalir tanpa kemacetan.

Aku sedikit was-was menyeberang di Ali Bin Abdullah Street karena arus kendaraan begitu cepat dan tentu bukan datang dari arah kanan seperti layaknya arus di Indonesia. Aku tak pernah menyeberang sebelum genap menoleh ke kedua sisi, trauma pada kisah masa lalu yang hanya sekian inchi saja hampir tersambar kuda besi di Phnom Penh dan Bandar Seri Begawan.

Di ujung blok kedua, tepatnya di jalur kecil Al Tarbiya Street aku menikung ke kanan untuk menemukan Al Fanar Mosque, bangunan ibadah yang terintegrasi dengan Abdullah Bin Zaid Al Mahmood Islamic Cultural Center.

Al Fanar Mosque….Bangunan ikonik berminaret spiral dan berjendela biru langit.

Bukan itu yang menjadi topik bahasan kali ini. Tapi pada bangunan persegi dua lantai yang penuh dengan signboard di lantai dasarnya. Inilah salah satu pusat perbelanjaan tertua di Qatar. Tersohor di era 1970-an, Souq Faleh masih menjadi minat tersendiri bagi warga Qatar untuk berbelanja. Mungkin Souq Faleh memiliki masa jaya yang bersamaan dengan Sarinah Thamrin Plaza di Jakarta.

Souq Faleh dari kejauhan.

Inilah perpaduan pasar tradisional dan mall modern. Bentuknya yang mungil dan eksisnya kegiatan tawar-menawar adalah ciri khas tradisional sedangkan bangunan besar mall adalah sisi modernnya.

Secara umum, pusat perbelanjaan ini menyediakan kios-kios penjual Abaya (pakaian wanita khas Timur Tengah), parfum berkualitas baik, telepon genggam, arloji, perhiasan emas dan perak, alat tulis kantor dan mainan anak-anak.

Yuk kita intip beberapa spot di Souq Faleh:

Kios sprei dan kaftan asal Pakistan.
Kios penjual mainan anak-anak dan tas.
Kios penjual kain-kain bermotif tradisional khas Timur Tengah.

Secara konektivitas, Souq Faleh bisa dicapai siapapun dengan mudah, karena terletak di dekat Al Ghanim Bus Station dan Stasiun MRT Souq Waqif.  Taka da salahnya untuk mampir disini karena letak strategisnya yang diapit oleh Souq Waqif dan Doha Corniche.

Kunjungan yang tak lama di Souq Faleh ini tertutup sempurna oleh lantunan suara adzan yang bersumber dari Domes Mosque. Masjid tua yang berjarak 100 meter di timur Souq Faleh.

Yuk Shalat Dzuhur dulu !

Doha Old Mosque….Orang memanggilnya Domes Mosque.

Kisah Selanjutnya—->