Tahar Hotel: Memenangi Suhu 7 Derajat Celcius

<—-Kisah Sebelumnya

Hampir pukul empat sore….

Sebuah layar LCD mungil milik bandara memperlihatkan suhu luar ruangan yang telah menyentuh minus 7o Celcius, suhu yang menyiutkan nyali siapapun yang berasal dari daerah dua musim sepertiku.

Aku berjalan penuh ketergesaan di sepanjang conveyor belt-baggage claim Almaty International Airport. Selanjutnya menuju exit gate sembari mengamati kesibukan para pelancong yang berdiri berjajar mengelilingi conveyor belt demi mencari keberadaan check-in baggage mereka masing-masing.

Berhasil menemukan exit gate, aku bebelok ke sisi utara bangunan bandara demi mencari keberadaan money changer. Tujuanku jelas yaitu sesegera mungkin menukar Dollar untuk bisa melakukan transaksi di sekitar bandara, aku sedang berlomba dengan gulita dalam menemukan penginapan yang jaraknya 20 Kilometer dari bandara.

Akhirnya aku menemukan sebuah money changer yang dijaga oleh gadis muda berambut pirang dengan panjang sebahu. Sejenak aku terdiam mengamati, konter penukaran valas itu menyediakan ruang sempit memanjang bagi pengunjung untuk bertransaksi. Praktis hanya satu orang saja yang bisa masuk ke ruang itu. Aku yang bermaksud untuk masuk pun diminta untuk keluar terlebih dahulu hingga penukar valas yang bertransaksi sudah selesai.

Sewaktu kemudian, akhirnya aku mendapatkan sejumlah Tenge*1) yang kubutuhkan.

Arrival Hall Almaty International Airport.
Arrival Hall Almaty International Airport.
Deretan money changer di Almaty International Airport.

Maka langkah selanjutnya adalah berjibaku untuk segera menemukan konter penjualan SIM card lokal demi mendapatkan akses internet di wilayah teritorial Kazhakstan. Alhasil, di sisi selatan, tepat berada di depan Artlunch Restaurant aku menemukan sebuah konter penjual telepon pintar. Aku bergegas menghampiri dan kedatanganku disambut oleh gadis muda, kali ini gadis Kazhakstan itu berambut hitam legam dengan wajah khas Kaukasus.

Aku sejenak melihat lembaran brosur yang menampilkan informasi harga beberapa SIM card lokal. Setelah mempertimbangkan harga beberapa provider dengan harganya masing-masing, aku memutuskan untuk membeli SIM card dari provider Beeline yang menawarkan paket data 4G dengan harga  termurah dari provider lainnya.

Usai bertransaksi, untuk sejenak aku menunggu, gadis cantik itu melakukan penyetelan SIM card dalam gawai pintarku.

Tak lama kemudian….Datanglah seorang lelaki paruh baya menyeret travel bag berwarna gelap. Memperhatikan penampilannya, aku menebak dia adalah pejalan yang berasal dari kawasan Asia Tenggara.

Do you buy a SIM card in this phone shop?”, dia memulai percakapan dengan sebuah pertanyaan.

Yes, Sir…..Are you looking for a SIM card?”, aku memberikan jawaban dan pertanyaan singkat sekaligus

Yes, actuallyHow much do you buy?

7.000 Tenge for 4 Gigabyte data, Sir….Oh, ya where are you come from?”

I’m from Thailand….And you?”, dia tersenyum lebar

I’m from Indonesia, Sir…..We are neighbour each other”, aku terkekeh dan menepuk pundak kanan lelaki paruh baya itu.

Yea…yea….Hahaha….What are you doing in Almaty?

Just tourism, Sir….What is about you?

I want to ski in Almaty on a tour service for a week”, dia tampak sangat antusias

Are you going to Kazhakstan with this backpack only?”, dia menunjuk backpack biru dalam panggulanku

Yea….With this backpack, I will continue my journey to Turkiye and Serbia”, aku menengadahkan kedua telapak tanganku

Wooowww…..Amazing traveler”, dia tertawa kecil

Percakapan kami terhenti dengan selesainya gaids penjaga konter menyetel SIM cardku sehingga siap  digunakan untuk mengakses jaringan internet.

Konter mungil penjual SIM card lokal.

Aku pun berpamitan kepada lelaki paruh baya asal Negeri Gajah Putih itu. Aku sudah siap meninggalkan Almaty International Airport seketika.

Aku pun bergegas melangkah menuju exit gate. Namun, belum juga tiba di gate, seorang pemuda menghentikan langkahku.

Hello Sir, Introducing my self, my name is Yernar, I’m a volunteer in this airport. Do you a foreigner?…. Where will you go, Sir?….May I can help?

I want to go to Almaly District. From the information I got, I must get on an airport bus number 92. Can you show me, where its shelter is?

Oh, okay Sir…You can find the bus in the opposite of that drop-off zone….The bus will depart every 30 minutes….Have you installed the ONAY application….That application will ease you while using public transportation in Almaty”xn

Oh I see….I will download it now”, untuk sejenak aku berfokus ke layar gawai pintar.

Usai mengunduh aplikasi, remaja itu memanduku untuk melakukan top up di aplikasi menggunakan kartu kredit yang kumiliki. Namun untuk beberapa saat mencobanya, usaha itu tetap gagal.

Hingga pada akhirnya aku meminta pemuda itu untuk mentop-up nilai uang aplikasi ONAY ku dengan cara mentransfer senilai 10 Tenge dari aplikasi ONAY miliknya, lalu aku memberikan kepadanya sejumlah uang yang ditransfer itu kepadanya.

Urusan top-up aplikasi ONAY usai…..

Pemuda itu kemudian mengarahkanku untuk mengisi buku tamu yang diletakkan pada sebuah meja kecil yang dijaga oleh seorang gadis belia yang sepertinya masih menjadi seorang mahasiswi. Aku menuliskan nama dan asalku di buku itu kemudian untuk sejenak aku terkesima dengan kukunya yang panjang.

That are good nails”, aku menunjuk kuku panjangnya yang berwarna biru langit.

Thank you, Sir”, dia menampilkan senyum pemalunya di hadapanku.

Are all of you volunteer in Almaty International Airport?”, aku bertanya penasaran

Yes, Sir. We are students who are beeing volunteers here”.

Thank you for helping me. It’s my time to go to downtown”.

My pleasure, Sir….Enjoy your trip, Sir”.

Para volunteer muda yang baik hati.

Aku pun bergegas pergi menuju pintu keluar. Aku bersiap menghadapi bekunya udara Almaty di malam hari.

Catatan kaki:

Tenge*1) = Mata Uang Kazhakstan

Almaty International Airport: Why Atyrau?

<—-Kisah Sebelumnya

Pramugari telah membuka pintu kabin bagian depan dan juluran aerobridge telah menempel di badan pesawat. Aku berdiri dari tempat duduk bernomor 15C, merengkuh backpack di kompartemen bagasi di atas dan bersiap diri untuk keluar dari kabin.

Tepat pukul setengah empat sore….

Aku akhirnya menginjakkan kaki di bangunan terminal Almaty International Airport, bandara terbesar di Kazakhstan. Sedangkan dalam sejarah petualanganku, bandara ini menjadi bandara ke-38 dari keseluruhan 46 bandar udara di luar negeri yang pernah aku sambangi.

Menyusuri lorong di sepanjang aerobridge sangatlah tampak bahwa Almaty International Airport sedang berbenah diri. Deretan scaffolding berjajar rapat untuk proyek renovasi di ujung bangunan terminal.

Aku mulai memasuki arrival hall yang bentangan dinding kacanya mirip dengan bentangan yang sama milik Soekano-Hatta International Airport, tinggi menjulang dengan jorokan kemiringan yang sama. Tampak gagah dan elegan.

Seperti kebiasaan yang sudah-sudah, aku sengaja berdiri terdiam di sebuah titik koridor, menghadap ke arah kaca lalu mengamati aktivitas unloading di bawah kaki-kaki raksasa Uzbekistan Airways HY 763. Hal demikian sudah menjadi ritual bagiku ketika turun dari sebuah penerbangan sejak 2011. Untuk sementara waktu, aku benar-benar mengagumi bentuk Airbus A320neo yang terparkir tepat di hadapan.

Menyusuri aerobridge menuju bangunan bandara.
Pemandangan di apron.
Mirip Terminal 3, Soekarno Hatta International Airport kan?
Itu dia, Uzbekistan Airways HY 763, menggunakan Airbus A320neo.

Usai menuntaskan kebiasaan itu, aku kembali melangkah menyusuri jalur arrival hall yang pada ujung jalurnya menggiringku untuk menuruni tangga melingkar demi menggapai immigration zone.

Dalam beberapa menit kemudian, aku tiba di salah satu antrian imigrasi. Sementara itu, deretan konter imigrasi berbentuk box dijaga oleh petugas imigrasi berseragam hijau layaknya tentara.

Aku memperhatikan lekat-lekat salah satu petugas imigrasi berbadan mungil, tidak terlalu tinggi, berwajah khas Kaukasus tetapi bermata sipit. Memag berdasarkan literatur yang kubaca, paras warga Khazhakstan adalah perpaduan antara wajah Kaukasus dan Mongolia. Itu semua adalah pengaruh dari kolonialisme yang dilakukan oleh Jenghis Khan di Kawasan Asia Tengah di awal Abad ke-13.

Beberapa kali beberapa petugas imigrasi itu membuatkan jalur khusus untuk mendahulukan pelancong yang membawa anak-anak demi menghadap ke konter imigrasi. 

Drama lain yang terjadi di immigration zone adalah tertahannya dua pria India yang menghadap konter imigrasi berbeda dalam waktu bersamaan, keduanya sepertinya melakukan perjalanan bersama, hal itu terlihat dari akrabnya mereka bercakap-cakap ketika pada akhirnya diinterogasi secara bersamaan di salah satu konter imigrasi secara terpisah.

Namun belum juga usai dua pria India itu diinterogasi, tibalah giliranku untuk menghadap konter imigrasi. Aku menghadap ke staff imigrasi wanita di salah satu konter. Sempitnya tempat berdiri diantara dua konter membuatku harus menghadap staff imigrasi dengan posisi miring, untuk kemudian kuserahkan paspor kepadanya

What are you visiting Kazakhstan for?”, staff imigrasi wanita memulai percakapan.

Tourism, Mam”, aku berucap lantang.

Show your return ticket, please!

Maka kuserahkan e-ticket Air Astana yang telah kupesan kepadanya.

Why should you transit in Atyrau before going to Istanbul?”, dia kembali melontarkan pertanyaa.

“Because that is the cheapest route to Istanbul from Almaty”, aku menjelaskan singkat.

Setelah jawaban terakhir itu, akhirnya petugas imigrasi wanita itu membubuhkan arrival stamp di pasporku.

Conveyor belt area.
Conveyor belt area.

WELCOME ALMATY

WELCOME KAZAKHSTAN

Kisah Selanjutnya—->

Uzbekistan Airways HY 763: Gelisah Menuju Almaty

Aku turun dari bus berkelir hijau setelah setengah jam lamanya menaikinya dari pusat kota Tashkent. Bus kota bernomor 67 itu ternyata tak mengantarkan segenap penumpangnya hingga drop off zone, melainkan hanya pada pemberhentian tunggalnya, yaitu halte bandara.

Maka untuk menghindari kesalahan memilih, aku memutuskan untuk bertanya kepada seorang pengendara taksi tentang keberadaan terminal internasional.

Where will you go?”, dia menjawab pertanyaanku dengan pertanyaan.

Almaty”, aku menjawab penuh semangat

Just go to that terminal !”, telunjuknya jelas mengarah ke salah satu bangunan terminal

TOSHKENT XALQARO AEROPORTI”, aku membaca pelan signboard besar yang terpajang tepat di pusat bangunan terminal bandara.

Halte bus di bilangan Amir Temur Ko’chasi.
Bus No. 67 dengan rute Oqtepa ke airport.

Tanpa ragu aku segera melangkah melewati sisi timur bangunan bandara walaupun ada beberapa penjual ketengan valas yang menghadang demi membeli sisa Som*1) yang kumiliki. Tampaknya mereka tahu bahwa sebentar lagi aku akan meninggalkan Uzbekistan. Berkali-kali aku mengindahkannya, yang akhirnya membuat mereka menyerah dan melupakan keberadaanku.

Aku berhasil mencapai selasar depan bandara yang pagi itu dijaga oleh dua orang tentara berperawakan besar. Kemudian aku memasuki bagian dalam bandara usai menjalani pemeriksaan di screening gate yang dijaga oleh dua Aviation Security berparas cantik.

Aku segera melangkah menuju layar FIDS (Flight Infromation Display System) untuk memeriksa keakuratan jadwal penerbanganku menuju Almaty, kota terbesar kedua di Kazakhstan.

Waktu masih menujukkan tiga setengah jam dari waktu terbang, aku pun memutuskan menunggu untuk sementara waktu di sisi timur bangunan terminal. Aku menyantap sekerat Non*2) tersisa untuk mengganjal perut. Sepagian aku tak sempat bersarapan di penginapan karena harus mengejar keberangkatan bus menuju bandara.

Seusai bersarapan, aku merapikan lembaran Som tersisa untuk kemudian aku menukarnya di CASSIDA Moving Money Forward. Mendapatkan beberapa lembar dollar Amerika sebagai hasil penukaran, aku pun terduduk manis di salah satu bangku bangunan terminal selama satu setengah jam lamanya. Dalam duduk, aku lekat mengamati lalu lalang calon penumpang pesawat yang berasal dari berbagai ras, kesibukan para aviation security, staff bandara, polisi dan tentara. Tenru ini menjadi sebuah keasyikan tersendiri bagiku yang sendirian bersolo traveling.

Terminal Internasional, Tashkent International Airport.
Ruangan bagian dalam Tashkent International Airport.

Pukul sebelas kurang lima menit…..

Check-in desk bernomor 2,3 dan 4 dibuka untuk penerbangan Uzbekistan Airways HY 763. Aku pun segera merapat ke antrian. Tiba pada giliran, aku menghadap ke petugas check-in wanita berparas khas Kaukasus. Hanya ada sedikit percakapan antara aku dengannya, sebatas menanyakan ketersediaan visa Kazakhstan. Tentu aku mendapatkan boarding pass dengan mudah setelah menjelaskan kepadanya bahwa turis Indonesia mendapatkan free Visa untuk mengunjungi Kazakhstan.

Sukses mendapatkan boarding pass, aku pun menuju konter imigrasi. Keluar dari sebuah negara selalu saja menjadi proses termudah di konter imigrasi manapun. Begitupun siang itu, aku mendapatkan departure stamp dari seorang petugas imigrasi pria di salah satu konter, untuk kemudian jalur antrian mengarahkanku menuju screening gate.

Di screening gate, langkahku sempat dihentikan staff imigrasi yang duduk di awal jalur antrian masuk. Staff yang bertugas mengecek keberadaan departure stamp di setiap paspor calon penumpang pesawat itu berkali-kali secara bergantian melihat fotoku di paspor dan wajahku secara langsung. Aku yang sadar masalah pun menjelaskan kepadanya, “Sir, I’m bald because of the Umra I did a month ago”.

Ohhhhh….I understand….Ok…Ok”, dia manggut-manggut lalu menyerahkan kembali pasporku.

Seperti kebanyakan di bandara Asia Timur, melepas alas kaki khusunya sepatu boots saat melakukan screening sepertinya menjadi sebuah keharusan. Namun dalam proses screening itu, mereke meloloskan satu botol air mineral berukuran 600 ml dari backpackku.

Aku pun bergegas menuju Gate B9 karena Uzbekistan Airways HY 763 menuju Almaty akan diberangkatkan dari gerbang itu.

Meninggalkan screening area, aku mengindahkan keberadaan Duty Free Area. Untuk beberapa pejalan eksekutif, berburu wine produksi Uzbekistan mungkin menjadi hal yang menarik. Brand nasional mereka seperti Bagizagan, Sultan dan Bukhara menjadi serbuan para pengunjung bandara.

Keluar dari Duty Free Zone, aku terus memperhatikan penanda untuk menemukan keberadaan gate yang aku cari. Menemukan petunjuk, maka aku mencari tangga menuju lantai 1, karena Gate B9, B10 dan B11 berada di Lantai 1.

Menuruni tangga, akhirnya aku tiba juga di waiting room Gate B9. Deretan bangku hitam dengan armchair berjeda setiap dua kursi menghampar di dalam ruangan. Sedangkan pengelola bandara menyediakan satu outlet makanan dan minuman di salah satu sudut ruangan, PIE REPUBLIC adalah nama outlet tersebut.

Duty Free Zone.
Waiting Room Gate B9.

Hmmhh, aku harus menunggu satu jam setengah lamanya sebelum boarding time benar-benar tiba”, aku bergumam dalam hati.

Aku menyandarkan punggung di salah satu kursi, duduk manis, dan mengawasi sekitar……

Perlahan sebuah pesawat berjenis Airbus A320 milik maskapai Air Arabia merapat ke apron. Aku antusias melihatnya, teringat kembali pada perjalanan di awal 2020 silam yang memanfaatkan jasa maskapai itu ketika hendak berpindah dari Oman menuju Bahrain dan transit di Sharjah.

Tetapi dibalik ketenangan menunggu penerbangan, aku sebenernya menyimpan kecut hati. Aku sepenuhnya paham bahwa dalam beberapa jam ke depan, aku akan memasuki kota Almaty yang sebagian besar areanya diselimuti salju. Suhu udara akan jatuh bahkan bisa di bawah -10 derajat Celcius ketika ketika aku mendarat di sana. Aku mulai mengalami overthinking, bertanya pada diri tentang bagaimana cara mencari bus dan menemukan penginapan di kota Almaty ketika aku tiba nantinya. Tentu hal ini akan menjadi tantangan menegangkan.

Tak terasa……

Kelamaan berpikir dan khawatir, akhirnya panggilan untuk boarding pun tiba. Panggilan itu justru membuatku semakin khawatir mengingat petualanganku di daerah yang lebih dingin dari Tashkent akan segera dimulai.

Aku mulai memasuki antrian demi memasuki apron shuttle bus karena pesawat menunggu penumpangnya pada apron di titik lain nan jauh. Menunggu antrian selama tiga menit, aku pun memasuki apron shuttle bus kedua.

Untuk sejenak, aku mengikuti aliran bus melewati jalurnya di Tashkent International Airport hingga akhirnya aku tiba tepat di kaki- kaki raksana Uzbekistan Airways HY 763 sepuluh menit kemudian.

Aku mengantri di bawah passenger boarding stairs, tak sabar memasuki kabin pesawat berkelir bendera Uzbekistan yang sudah berdiri gagah di depan mata. Untuk kedua kalinya akan menaiki maskapai itu setelah tiga hari sebelumnya menaikinya pada rute Kuala Lumpur-Tashkent.

Menaiki satu demi satu anak tangga passenger boarding stairs, akhirnya aku berada tepat di depan pintu kabin belakang. Lalu aku merangsek melalui cabin aisle, awas mengamati deretan angka di kompartemen bagasi atas untuk mencari keberadaaan kursi bernomor 15C.

Aku menemukannya di tengah kabin. Aku pun segera menyimpan backpack biru 45L kesayanganku ke dalam kompartemen bagasi atas.

Satu hal yang menarik adalah hampir seluruh penumpang menjejalkan winter jacketnya ke dalam kompartemen yang menyebabkan penumpang lain terlihat kesulitan untuk menemukan ruang kosong dalam kompartemen untuk menyimpan bagasi mereka.

Aku yang berhasil menyimpan backpack, segera menduduki kursi bernomor 15C yang berlokasi tepat di sisi kiri cabin aisle, sementara dua bangku di sisi kiriku diduduki oleh dua gadis muda berambut pirang asal Uzbekistan.

Untuk beberapa saat aku harus sabar menunggu penumpan lain untuk duduk sebelum pesawat benar-benar siap untuk lepas landas. Siang itu peragaan keselamatan penerbangan yang biasanya dilakukan oleh awak kabin, digantikan dengan peragaan video yang ditampilkan pada layar LCD yang keluar dari kompartemen atas. Peragaan keselamatan itu tertampil sangat unik karena diceritakan melalui sebuah video yang mengambil latar belakang Uzbekistan di era para raja, sangat klasik.

Apron Shuttle Bus, Tashkent International Airport.
Uzbekistan Airways HY 763 rute Tashkent-Almaty.
Inflight meal Uzbekistan Airways HY 763.
Suasana kabin Uzbekistan Airways HY 763.

Melihat dengan antusias, membuat peragaan keselamatan penerbangan itu berlangsung dengan cepat. Sehingga pesawat benar-benar telah siap untuk mengudara.

Sejenak Uzbekistan Airways HY 763 berdiri gagah di ujung landasan, kapten penerbangan melakukan koordinasi dengan petugas ATC, meminta izin untuk lepas landas. Percakapan yang hanya sesaat terdengar itu pun berakhir. Desing suara mesin jet mulai meninggi, badan pesawat terhentak seketika, menciptakan momentum yang menghempaskan badan penumpang di sandaran kursi. Pesawat meluncur dengan cepat untuk kemudian melakukan airborne di ujung landasan satunya.

Aku meninggalkan Tashkent seketika….Menutup petualanganku di udara

Di dalam pesawat, aku terus gelisah, membayangkan diri yang akan tiba di Almaty saat gelap, jalanan akan dipenuhi salju dan berjibaku mencari bus kota menuju penginapan di pusat kota. Sementara roman muka tampak berbeda pada wajah kedua gadis berambut pirang di sisi kiriku. Mereka begitu bahagia menanti pesawat mendarat di Almaty.

Aku yang tak bisa memejamkan mata karena kegelisahan itu, akhirnya mulai mengamati awal kesibukan para pramugari yang mempersiapkan hidangan untuk para penumpang. Dua food trolley mulai didorong bersamaan dari kabin depan dan belakang. Para pramugari dengan cepat menaruh setiap paket hidangan yang sama ke semua penumpang.

Karena memang sudah terlewat dari waktu makan siang, aku pun menyantap sandwich yang ada di dalam paket inflight meal tersebut, lalu menyimpan makanan lainnya ke dalam folding bag yang kuletakkan di bawah kursi.

Tak terasa sembilan puluh menit mengudara, akhirnya pilot menginformasikan bahwa pesawat bersiap untuk melakukan pendaratan di Almaty International Airport.

Pesawat mulai merendah, pada titik tertentu bunyi hentakan dari lambung pesawat. “Tampaknya roda sudah dikeluarkan”, aku membatin.

Ketika berada pada ketinggian rendah, sangat tampak daratan Almaty yang serba putih. Seperti dugaanku, salju terhampar merata di seluruh daratan. Inilah pertama kali aku melihat salju di habitatnya secara langsung. Aku terkagum-kagum dan enggan untuk mengalihkan pandangan dari kaca jendela pesawat, khawatir melewatkan sedetik saja pemandangan mempesona itu.

Hingga akhirnya badan pesawat terhentak cukup kuat sebagai pertanda bahwa roda-roda pesawat telah menyentuh landasan. Lantas tepuk tangan para penumpang terdengar membahana di sepanjang kabin. Memang demikian budaya warga Asia Timur yang memberikan penghargaan kepada pilot dan awak kabin yang berhasil melakukan penerbangan dengan cara bertepuk tangan bersama-sama.

Sejenak pesawat melakukan taxiing menuju apron untuk menurunkan penumpangnya.

Som*1) = Mata uang Uzbekistan

Non*2) = Roti khas Uzbekistan

Kisah Selanjutnya—->