Bus Kota Tashkent No. 67: Mencari Penginapan

<—-Kisah Sebelumnya

Bus kota berkelir hijau muda dengan desain modern yang kutunggangi perlahan tapi pasti menembus gelapnya jalanan bandara, melewati jalanan sepi dan kosong di pinggiran kota.

Seiring laju bus, perlahan cahaya jalanan mulai tampak di sejauh tatapan memandang.

Selamat datang, Tashkent”, tatapku berbinar bak memenangkan sebuah pertarungan.

Kabin mulai dipenuhi warga lokal ketika bus menepi di sebuah halte yang sepertinya berada di perbatasan kota. Membuatku harus menyerahkan kursi kepada seorang perempuan tua yang tampak kepayahan menaiki bus dari pintu tengah.

Dia tersenyum padaku dengan beberapa giginya yang telah tanggal ketika menduduki bangku yang kuberikan. Tak berkomunikasi apapun, aku hanya membalasnya dengan senyuman pula.

Aku sendiri sedikit kepayahan berdiri di dalam bus malam itu. Si pengemudi tak lembut memainkan pedal gas sehingga beberapa kali aku terpontang-panting ke depan-belakang karena injakan rem dan gas yang sering mendadak. Walaupun di sisi lain, aku melihat warga lokal tampak tenang-tenang saja ketika bus itu terkadang berjalan ndut-ndutan.

Aku mulai melihat kepadatan kendaraan ketika bus kota memasuki ruas Yusuf Hos Hojib Ko’chasi. Di jalan itu, bus tersendat di depan Gedung Kementrian Dalam Negeri Uzbekistan yang berdiri perkasa di sisi barat jalan. Gedung bertembok tebal, berbentuk persegi dengan sudut menyiku sempurna di setiap ujung bangunannya itu menjadikan suasana sekitar beraura metropolis. Aku terus mengamati setiap jengkal gedung itu dari balik kaca bus kota.

Bus terus merangsek di Sharof Rashidov Shoh Ko’chasi. Inilah jalan yang menyematkan nama tokoh masa lalu Uzbekistan dari Partai Komunis. Di salah satu sisi jalan itu tertampil sebuah gedung dengan arsitektur mirip sebuah masjid yang memendarkan warna hijau terang. Ternyata itu bukanlah bangunan masjid, melainkan sebuah Central Exhibition Hall. Bangunan dengan bagian bawah keseluruhannya adalah deretan pintu dengan lekuk-lekuk runcing di atasnya.

Gedung Markaziy Ko’rgazmalar Zali.

Bus kemudian mengambil arah ke timur melewati bangunan klasik Pusat Hak Asasi Manusia milik pemerintah, terus melaju dan merangsek di Islam Karimov Street hingga menemui jalan melingkar di Amir Temur Square. Aku begitu berkesan melewati markah kota yang terkenal itu. Siapa yang tak tahu Amir Temur Square yang merupakan taman kota utama di Tashkent dengan simpanan sejarah di dalamnya. Tetapi sejenak rasa antusiasku redam dengan kondisi gelap di sepanjang taman.

Aku akan menikmatinya esok hari”, aku bersemangat dalam hati.

Setelah perjalanan selama 40 menit, akhirnya aku tiba di tujuan. Aku memencet tombol ‘STOP’ di salah satu tiang bus ketika bus perlahan melahap kemacetan di sekitar State University of Law. Aku turun dari bus, kemudian, untuk sesaat mengabadikan bentuk bus kota itu di dalam kamera.

Aku sudah benar-benar turun di jalanan Tashkent. Udara hangat dalam bus telah berubah menjadi udara dingin 2 oC. Tarikan nafasku memberat. Udara super dingin masuk melalui celah-celah winter jacket yang kukenakan. Sementara dingin mulai mengikis mental, aku masih saja berdiri di sisi trotoar untuk melihat situasi dan menetapkan jalur yang akan kutempuh dengan berjalan kaki.

Halte bus Yuridik Universiteti.

Sejenak kemudian aku mulai memahami jalur itu. Aku melangkah ke utara melewati trotoar bercahaya remang untuk kemudian tiba di sebuah perempatan besar. Setidaknya cahaya di perempatan itu menenangkan hati. Keberadaan dua polisi lalu lintas membuat aku percaya diri melintasi Navoiy Shoh Ko’chasi, jalan protokol di Tashkent. Malam itu, aku sudah berada di jantung Kota Tashkent.

Jalan delapan jalur dengan dua ruas arah itu sangat ramai dengan kendaraan, hiasan lampu yang membentang di atas jalan juga membuat cantik suasana kota. Sementara itu, tatapku terus tertuju pada sebuah jalur trotoar di sisi utara jalan, trotoar itu menuju ke barat. Aku harus melewati trotoar itu dan mencari keberadaan dormitory yang telah kupesan secara daring.

Menyeberang dua kali di bawah pengawasan polisi lalu lintas berperawakan tinggi besar dan berseragam tebal, aku berhasil menggapai pangkal trotoar yang kumaksud. Trotoar itu tampak remang oleh karena cahaya lampu terkalahkan dengan rindangnya pepohonan besar di sisi lain trotoar. Hanya satu dua warga lokal yang melintas di jalan itu.

Rasa takutku telah kalah dengan udara dingin Tashkent, tak ada pilihan selain segera menemukan penginapan itu, sebelum aku membeku di jalanan. Aku terus melangkah cepat, beberapa warga lokal yang berpapasan denganku menaruh tatapan heran. Mungkin mereka jarang menemukan wajah Asia Tenggara di kotanya. Aku hanya melempar senyum membalas tatapan mereka.

Kusempatkan sesekali mengambil foto di sekitar jalanan hingga langkahku tiba di sebuah gang. Ada pos jaga dengan seorang security yang berjaga, kaca jendela pos itu tertutup rapat demi mencegah udara dingin masuk ke dalamnya.

Sebuah perempatan di Navoiy Shoh Ko’chasi.
Lampu hias di Navoiy Shoh Ko’chasi.
Mencari hostel melalui trotoar itu.
Aku masih penasaran, hostel apakah ini?

Jauh di dalam gang tertera signboard menyala merah bertuliskan “HOSTEL”. Aku yang mencari Paradise Hostel mengindahkan keberadaannya. Aku pun terus melanjutkan langkah, tetapi semakin jauh melangkah, trotoar semakin sepi, juga semakin gelap. Aku mulai khawatir.

Maka kuputuskan untuk kembali ke titik dimana aku melihat tulisan hostel yang kulewati beberapa menit lalu.

Daripada kedinginan, lebih baik aku ke hostel tadi, jika memang bukan Paradise Hostel, aku akan memesan kamar baru di tempat itu”, aku yang menggigil pun telah mengambil keputusan baru.

Aku pun memutar haluan dan melangkah cepat menuju ke hostel yang kumaksud.

Kisah Selanjutnya—->

One thought on “Bus Kota Tashkent No. 67: Mencari Penginapan

Leave a Reply