7 Destinasi Kilat Pematang Siantar

<—-Kisah Selanjutnya

Duduk di ruang tunggu, tatapku terus tertuju pada jam tangan dan halaman kantor bus INTRA….Tak pernah melihat kapan dia tiba, dari ujung halaman sebelah kanan dia berteriak memanggilku. Senangnya hati, bertemu teman lama.

Kebaikan dan kesederhanaannya masih sama seperti Bang Erwin yang kukenal di Kuala Lumpur 2013 silam. Kembali teringat ketika dia menyodorkan sekotak kue berwarna merah di atas Hop on Hop off Kuala Lumpur. Dan kini dia menghadiahkan waktunya selama empat jam kepadaku untuk menikmati Pematang Siantar.

Ayo bang, naik!”, katanya sambil memutar tas punggungnya ke arah depan. Sekejap aku meluncur di atas motor bebek Jepang keluaran era 90-an menuju kediamannya. Dia harus mengganti seragam dinas pengajar yang dipakainya sebelum berkeliling kota.

1. Warung Miso Pematang

Makan siang dulu yuk, bang! Ada yang spesial buat, abang. Yukkss!”, senyumnya menghiraukan penolakanku karena dia hanya ingin menjadi tuan rumah yang baik. Menelusuri jalan tikus yang aku tak pernah tahu lokasi persisnya, kurasakan ban belakang yang sedikit oleng. Membuatku yakin bahwa Bang Erwin ini orang yang tulus nan sederhana.

Warung Miso Pematang. Oh, inikah hidangan spesial yang dimaksud?”, gumamku. Bang Erwin bergegas memasuki resto yang berpintu depan di belakang. Sedangkan aku masih saja di pelataran, sibuk menangkap gambar. Enak luar biasa semangkuk Miso itu, campuran mie kuning-putih yang terguyur kuah sop bercampur tahu goreng, hati-ampela dan jamur seharga Rp. 17.000.

Hidangan ditutup dengan es jeruk segar….Hmmmh.
Makanan khas Siantar pertama yang  kucicipi.

2. Pedicab Monument BSA (Birmingham Small Army).

Yuk, kutunjukkan icon Siantar!”, selorohnya sambil menggenjot engkol starter motornya. Kuacungkan jempol sebagai pengganti kata setuju. Menyusuri Jalan Sudirman hingga akhirnya tiba di sebuah tugu bermahkota becak bermotor. Konon kota ini memiliki hampir 1.000 motor perang jenis ini. Oleh karenanya kamu harus mengantri untuk bisa berfoto di depan tugu.

Tokoh utama kali ini.

3. Perpustakaan Umum Sintong Bingei

Tepat di belakang tugu adalah perpustakaan umum milik pemerintah kota sedangkan di seberang kanan adalah Balai Kota Pematang Siantar dimana Sang Wali Kota berkantor.

Perpustakaan Umum Sintong Bingei. Sintong Bingei adalah ayah dari Raja Rokok Sumatera Utara Edwin Bingei Purbo Siboro.

4. Balai Kota

Balai Kota Pematang Siantar adalah bangunan Belanda berusia persis seabad.

Ornamen cicak di sebagian besar gedung-gedung besar di Siantar membuatku mengajukan pertanyaan tentangnya. Bang Erwin menjelaskan singkat bahwa cicak adalah simbol kebijaksanaan dan kekayaan bagi Suku Batak. Orang lokal menyebutnya sebagai Gorga Boraspati.

5. Hangout Area dekat Pedicab Monument

Sementara di sisi kanan tugu adalah deretan kedai kopi yang sepertinya hanya menunggu waktu untuk dipenuhi oleh para kaum millennial kota untuk ber hangout di malam hari.

Sayang aku tak sempat menyeruput kopinya.

6. Taman Bunga Kota Pematang Siantar

Sementara tepat di belakangnya adalah Taman Bunga Pematang Siantar. Sebagai Ruang Terbuka Publik Ramah Anak (RTPRA) menjadikan taman ini menjadi tempat favorit untuk menghabiskan waktu bersama keluarga selepas penat bekerja.

Tempat tepat untuk merayakan weekend para warga kota.

7. Toko Roti Ganda

Bang, sudah sore, ayo kembali ke kantor INTRA!”, Bang Erwin mengingatkanku. Aku melompat ke motor dan bergegas  menuju kantor bus INTRA. Upss….”Kenapa Toko Roti?”, aku curiga.

Jangn Ge eR, aku ga beliin roti buat abang, tapi beli buat keluargaku  di rumah”, dia tersenyum tipis. Aku tertawa terbahak melihat polahnya. Kusempatkan sejenak menikmati etalase dengan aroma harum roti yang menggoda.

Toko Roti Ganda yang legendaris sejak 1979.

Sepuluh menit kemudian, aku sudah berdiri di luar dan menunggunya menuntaskan pembayaran di kasir. Dannnn…..Ditentengnya dua bungkus roti di kedua tangannya.

Nih, buat sarapan besok di perjalanan”, ujarnya sambil menyodorkan sebungkus roti tawar dengan selai srikaya yang katanya terkenal enak. Dilarang menolaknya maka kuterima saja dengan banyak berterimakasih.

Yuk, sekarang beneran ke kantor Bus INTRA dan ga mampir-mampir lagi!”, katanya sambil tertawa. Itulah akhir petualangan kilatku di Pematang Siantar.

Thank You Bang Erwin. See you later.

Kisah Selanjutnya—->

Taksi Hitam dari Toba ke Pematang Siantar

<—-Kisah Sebelumnya

Aku memasuki kamar Eloise untuk mengambil backpack  yang kutitip sejak pagi. Aku check out di pagi hari dan berlanjut mengeksplorasi Samosir seharian bersamanya. Aku berpamitan padanya dan bersiap menuju Pematang Siantar, sedangkan dia masih semalam lagi di Samosir.

Staff Bagus Bay Homestay mengarahkanku untuk menunggu ferry di pelabuhan terdekat. Berbelok ke kiri setelah keluar hotel, beberapa puluh meter kemudian, aku memasuki gang di kiri jalan. Tetap melangkah hingga tiba di sebuah warung, tepat di sisi pelabuhan.

Tigaraja Bang?, tunggu setengah jam ya!”, ucap seorang timer padaku. Setengah jam yang lebih dari cukup untuk menyantap semangkuk mie instan bertopping telur mata sapi seharga Rp. 15.000 di pojok warung.

Ferry terlihat merapat dan sang timer diam menunjuk mukaku, lalu telunjuknya bergeser menunjuk ke arah ferry. Aku faham maksudnya.

Belum juga merapat sempurna, aku melompat ke ferry. Segenap penumpang di deck kiri berteriak. “Awasssss, Banngg!”. Aku melambaikan tangan bak artis. Ternyata kemampuanku bermain perahu motor di Waduk Jatiluhur saat menjadi sales ikan budidaya karamba masihlah mumpuni.

Zoe’s Paradise Hotel (putih) dan Dumasari Hotel (merah) menatapku pergi meninggalkan Samosir.
Menuju Pelabuhan Tigaraja dalam 50 menit.

Pria berjaket jeans biru pudar menatap lekat dari kejauhan ketika aku menuruni ferry. Tak ada jalan lain untuk menghindarinya. Seperti ditunggu seorang preman yang siap menerjangku.

Siantar, Bang. Empat puluh ribu?”, ujarnya sembari membayangi langkahku. “Oh, jasa taksi”, ujarku. Mengejar Bus INTRA yang akan berangkat jam tujuh malam, aku mengiyakan saja. Dan aku dibawa ke kantor Bagus Taxi.

Kebelet pipis tapi tak kebagian toilet, ada yang kelamaan mandi….Asem.
Sopir dan penumpang pun bermusuhan lewat adu bidak kayu.

Sepertinya akulah pengisi terakhir di manifest taksi. Begitu cepat, aku sudah duduk saja di sisi kanan bangku tengah.

Tepat di kiriku, seorang bapak yang gemar merokok sepanjang perjalanan.

Avanza hitam berputar-putar mengukur jalanan untuk menjemput penumpangnya satu persatu. Penjemputan diakhiri dengan satu insiden ketika seorang ibu ketinggalan dompet di kilometer kelima perjalanan kami. Hal menjengkelkan tetapi mampu membuatku tertawa kecil. Tak ada pilihan, taksi berputar balik untuk mengambil dompet si ibu.

Meninggalkan Toba, kebutan taksi memaksaku membuka pejaman mata. Aku diajaknya meliuk-liuk menikmati indahnya pemandangan alam Simalungun. Kebun sawit, hamparan ladang, perbukitan dan lembahnya dilewati satu-persatu. Sesekali si sopir menciptakan humor, salah satunya ketika panik memasang sabuk pengaman yang tak dikenakannya bebarengan dengan penumpang di sebelah, pontang-panting memasangnya, bahkan tak berhasil hingga melewati area operasi polisi….Beruntung tak ditangkap.

Dalam satu jam 20 menit, taksi mulai memasuki tepian kota,kemudian menuju pusat kota melalui Jalan Gereja dan Jalan Merdeka dengan dua tugu sebagai landmark kota.

Tugu Adipura. Siantar pernah 4 kali menyabet penghargaan lingkungan ini.
Monumen Wahana Tata Nugraha era Soeharto, penghargaan atas apiknya tata kelola transportasi.

Bang, begitu sampai Parluasan langsung ke pool aja, hati-hati ya!”, kata Bang Erwin (teman backpacker yang tak sengaja bertemu di diatas Bus HoHo KL 2013 silam). Mungkin dia mengkhawatirkanku memasuki Parluasan yang terkenal dengan premannya. Tapi aku menanggapinya dengan santai karena aku tahu akan diturunkan tepat di depan pool bus INTRA.

Sampai…..

Mari menunggu Bang Erwin menjemputku untuk berkeliling Pematang Siantar sejenak.

Kisah Selanjutnya—->

Bus INTRA dari Pematang Siantar ke Pekanbaru

<—-Kisah Sebelumnya

Perjalanan meninggalkan Danau Toba menggunakan taxi (di Jakarta mungkin disebutnya omprengan…menggunakan mobil Avanza untuk mengangkut penumpang) seharga Rp. 40.000 dengan waktu tempuh 1 jam 50 menit akhirnya mengantarkanku untuk mengoleksi kota baru…..yes, Pematang Siantar. Kota yang tak pernah terpikirkan untuk ku kunjungi.

Taxi menurunkanku di daerah Parluasan, daerah yang konon terkenal sebagai produsen preman di Indonesia. Ngeri-ngeri sedap, tapi buatku ini adalah pengalaman mental yang luar biasa.

Si sopir mengantarkanku tepat di seberang kantor bus INTRA di bilangan jalan Sisingamangaraja. Satu armada INTRA yang sedang terparkir untuk menaikkan penumpang memudahkanku untuk memastikan bahwa Aku tak salah tujuan.

nih kantor INTRA

Bergegaslah kaki menuju loket penjualan tiket untuk membayar pesanan tanpa notifikasi lewat telpon sehari sebelumnya. Khawatir pesananku tak tercatat dan bisa-bisa Aku melewatkan Pekanbaru di keesokan harinya.

Belilah tiket disini….lebih baik pesan minimal sehari sebelumya

Bersyukur namaku ada disana dan kuserahkan Rp. 235.000 untuk bertukar dengan selembar tiket menuju Pekanbaru…..Yes, welcome Pekanbaru.

Duduk di ruang tunggu, tatapku terus tertuju pada jam tangan dan halaman kantor bus INTRA….Tak pernah melihat kapan Dia tiba, dari ujung halaman sebelah kanan Dia berteriak memanggilku. Senangnya hati, bertemu teman lama.

Namanya Andy Erwin, Kita bertemu diatas bus Hop On Hop Off di Kuala Lumpur pada 2013 lalu. Semenjak itu Kita berteman dan tak kusangka Aku bisa mampir ke rumahnya kali ini….kejutan kesekian dalam perjalananku.

Ruang tunggu di kantor bus INTRA Parluasan

Menunggu empat jam bukanlah hal yang menyenangkan, alangkah baiknya Aku berkeliling kota. Kebetulan ada Bang Erwin yang dengan motornya siap mengantarkanku berkeliling. Aku tak akan membahas apa yang kudapatkan selama 4 jam di kota itu, lebih baik kuceritakan di artikel lain saja.

Sekembali berpetualang di kota yang terkenal dengan “bentor veteran perang”nya ini, Aku kembali ke pool bus INTRA untuk segera berangkat menuju Pekanbaru. Thanks bang Erwin atas 4 jam waktunya mengantarkanku mengenal sejenak Pematang Siantar.

Perlahan aku mulai menaiki Bus INTRA. Sudah tertanam di mindsetku bahwa Aku harus bersiap naik roller coaster darat ini semalaman. Banyak info yang kudapatkan di dunia maya bahwa kotak berjalan ini akan melaju kencang membelah jalanan menuju Riau. Memang begitu adanya para sopir di Sumatera sangat terkenal dengan adrenalinnya yang tinggi dalam mengemudikan kendaraan. Nanti juga akan kuceritakan bagaimana ketika Aku tak bisa tidur ketika menaiki travel ANNANTA dari Pekanbaru ke Bukittinggi yang sama gilanya dalam hal kecepatan.

Kursi empuk itulah yang akan kududuki selama 14 jam untuk menempuh jarak sejauh 600 km menuju Pekanbaru.

Kubilang Bus ini sangat nyaman, senyaman bus-bus Jakarta-Solo yang sering kunaiki ketika mudik ke kampung halaman…..Nah Kamu baru tahu kan asalku dari Solo…..Solo coret…melipir dikit….SRAGENtina.

Akan menjadi perfect apabila stop kontak yang ada dibawah kakiku itu berfungsi karena Aku bisa saja menulis atau sekedar mencharge kameraku yang sudah sekarat baterainya. Ternyata stop kontak di semua bangku memang tidaklah berfungsi.

Tentu Aku tak bisa menikmati pemandangan malam di luar sana karena kondisi benar-benar gulita. Aku hanya bisa menikmati kecepatan bus melahap setiap kendaraan didepannya untuk didahului. Luar biasa si Sopir ini.

Keesokan harinya baru Aku bisa melihat gambaran sesungguhnya dari potret pinggiran Lintas Sumetera.


Kebun-kebun milik warga

Atau geliat ekonomi yang terlihat dari penampakan ruko-ruko ini.

Hanya 1 atau 2 kemacetan yang kutemui sepanjang perjalanan karena sedang ada renovasi jalan, jadi kendaraan harus bergantian dengan sisi yang lain untuk melewati separuh badan jalan.

Memasuki Kota Pekanbaru, Bus mulai melambat karena lalu lintas perkotaan tentu akan lebih padat.

Bukan sebuah terminal seperti yang Aku bayangkan dimana Aku akan diturunkan. Melainkan hanya sebuah bangunan non-permanen inilah yang menjadi tujuan akhir si INTRA:


Sebuah rumah makan dengan sederet toilet bersih.

Selesai bersih-bersih dan keluar bangunan itu, Aku diserbu para pengojek atau taxi-er untuk menuju ke pusat kota. Tapi untuk menghindari mahalnya harga, Aku lebih memilih menggunakan jasa transpotasi online untuk menuju ke Hotel.

Kutaruh backpack-ku dan mulai kueksplore “Kota Madani” itu.

Kisah Selanjutnya—->