Dubai International Airport: Nafas Panjang di Kota Terpadat UEA

<—-Kisah Sebelumnya

Desing mesin SriLankan Airlines UL 225 perlahan berkurang usai roda-roda raksasanya menyentuh landas pacu Dubai International Airport. Melakukan taxiing selama beberapa waktu akhirnya selongsong terbang itu merapat dan berhenti di salah satu titik apron bandara. Aerobridge segera dijulurkan ke pintu depan pesawat untuk mengakomodasi proses unloading segenap penumpang.

Aku pun bergegas keluar dari pesawat dan sejenak berhenti di tengah aerobridge, menghela nafas panjang dan masih tak percaya untuk pertama kalinya menginjak satu kawasan baru dalam sejarah petualanganku….Timur Tengah. Dan kini aku berada di kota terpadat di seantero Uni Emirat Arab, yupz….Dubai.

Perlahan aku menapaki Concourse D yang merupakan bagian dari Terminal 1….

Karena setiap keberangkatan dan kedatangan di Terminal 1 selalu dikonsentrasikan di Concourse D dan karena Concourse D ini merupakan bangunan terpisah dari Terminal 1 maka keduanya dihubungkan oleh Automated People Mover (APM) , singkat saja dengan istilah Terminal 1 APM.

Aku melewati koridor kedatangan yang tampak modern dengan dinding kaca keseluruhan di sisi kanan. Beberapa travelator disediakan untuk mempercepat langkah penumpang menuju Terminal 1 APM. Sedangkan jalur buggy cars di koridor kedatangan ditandai dengan jalur ubin berwarna hitam.

Concourse D-Dubai International Airport.
Koridor kedatangan.
Terminal 1 APM platform.

Dalam 20 menit aku tiba di platform Terminal 1 APM. Tampak petugas dnata perempuan berkebangsaan Philippina mengarahkan setiap penumpang menuju gerbong Terminal 1 APM yang telah datang. dnata sendiri adalah penyedia layanan udara terbesar di dunia yang memberikan penanganan darat di Dubai International Airport.

Karena aku harus mengambil beberapa gambar di Concourse D maka untuk berpindah ke Terminal 1, aku menunggu kedatangan Terminal 1 APM di kesempatan kedua.

Kereta itu pun tiba….

Aku bergegas memasukinya dengan mengikuti arahan dari staff dnata yang bertugas. Mengambil gerbong terdepan maka aku pun meluncur ke Terminal 1 untuk menyelesaikan urusan keimigrasian. Dan dalam sepuluh menit aku tiba di bangunan Terminal 1.

Kini aku dihadapkan pada deretan konter imigrasi yang memanjang memenuhi salah satu sisi ruangan. Dengan konter sebanyak itu, bisa dibayangkan berapa banyak pendaratan pesawat di bandara ini. Peran Dubai International Airport sebagai mainhub di Kawasan Timur Tengah memang tidak bisa diragukan lagi.

Beberapa waktu menunggu di antrian, tiba giliranku untuk menghadap ke petugas imigrasi yang mengenakan gamis dan ghutra berwarna putih bersih.

“Donny Suryanto from Indonesia”, ucapnya ketika mencocokkan passport dan dokumen keimigrasian di komputernya.

“Yes, Sir. I’m Donny from Indonesia”, jawabku tegas.

“Welcome to Dubai, Donny….Come!…Come!”, dia menunjukkan jalurku keluar dari area imigrasi.

Bombardier Innovia APM 300 buatan Jerman.
Menuju konter imigrasi.
Conveyor belt area.
Arrival hall.
Arrival hall.
Yuks, cari tempat tidur…..Wkwkwkwk.

Semudah itu aku melewati konter imigrasi. Kabar baiknya, petugas imigrasi itu memberikanku Tourist SIM Pack secara cuma-cuma. Mungkin ini sebagai bentuk promosi dari Du Mobile supaya para wisatawan membeli kuota dari penyedia jasa telekomunikasi tersebut.

Dengan mendapatkan SIM Card dengan kuota 20MB tersebut, aku tak perlu membeli kuota karena aku bisa melacak posisiku menggunakan GPS ketika berada di tengah kota nanti.

Langkahku pun berlanjut dengan meninggalkan area conveyor belt karena memang tak ada bagasi yang perlu kutunggu. Akhirnya aku pun menginjakkan kaki di Arrival Hall. Langkah pertama yang kulakukan adalah menukar beberapa Dollar Amerika dalam bentuk Dirham di konter Travelex. Seingatku aku hanya menukar uang sebesar 122 Dollar Amerika untuk mendapatkan 439 Dirham. Jumlah yang lebih dari cukup untuk berpetualang ala backpacker di Dubai.

Setelah mendapatkan Dirham yang cukup untuk keperluan eksplorasi, akhirnya aku mengambil tempat duduk di Arrival Hall untuk memejamkan mata sejenak karena masih ada waktu tiga jam menjelang fajar.

Kisah Selanjutnya—->