Kukeldash Madrasah: Do’a ke Tanah Suci

<—-Kisah Sebelumnya

Aku meninggalkan kedai pilav, menyusuri trotoar Saqichmon Ko’chasi sisi timur, menuju selatan, untuk kemudian terhenti pada dinamika di sebuah perempatan jalan.

Beruniy Shoh Ko’chasi lah yang membentuk perempatan besar itu karena memotong Saqichmon Ko’chasi dari barat ke timur.

Tampak, walaupun ramai di area zebra crossnya, tetap saja pemerintah setempat menyediakan fasilitas penyeberangan bawah tanah yang menyediakan alternatif menyeberang paling aman dan nyaman.

Di sisi lain, delapan jalur trotoar perempatan itu dihiasi barisan pepohonan besar yang meranggas dihajar musim dingin. Pokok-pokok besar itu berbaris dengan interval teratur di sepanjang sisi jalanan.

Sejenak aku berdiri cukup lama, mengarahkan pandangan ke arah timur jauh dimana satu dua gedung pencakar langit sedang dibangun di sepanjang Beruniy Shoh Ko’chasi.

Perempatan antara Saqichmon Ko’chasi dan Beruniy Shoh Ko’chasi.

Pada satu sisi, bentangan panjang trotoar mengarah ke timur telah menunggu. Setengah kilometer di depan, destinasi selanjutnya telah menunggu.

Apalagi semakin lama berdiam di sisi perempatan, udara dingin semakin menusuk dari sela-sela winter jacket yang kukenakan, perlahan tapi pasti menyurutkan hangat badan. Maka, kuputuskan untuk melanjutkan perjalanan.

Bertolak meninggalkan halaman toko springbed “TAMAKI” di pojok perempatan, aku memasuki trotar sisi utara Beruniy Shoh Ko’chasi.

Trotoar selebar tiga meter itu beralaskan beton, tak berbatasan langsung dengan jalan raya, melainkan terjeda dengan bidangan rumput hijau di kiri kanannya. Jalur rumput yang berbatasan langsung dengan jalan tertanam pepohonan yang berjajar rapi. Pohon-pohon itu diberi cat warna putih di bagian pangkal batang hingga setinggi orang dewasa. Pemberian cat warna putih tentu bertujuan sama di jalanan manapun, yaitu mengurangi durasi batang pohon terpapar panas secara langsung untuk mencegah peretakan.

Setengah kilometer kemudian, sebuah halte bus menyambut. Pemberhentian bus itu ramai dipenuhi calon penumpang, bernama Chorsu Mall Bus Stop karena memang letaknya yang berada di tepian pusat perbelanjaan dengan nama yang sama.

Melewati keramaian halte, deretan lapak pedagang kaki lima menjadi pemandangan menarik berikutnya. Sahutan para pedagang buah-buahan, sayur-mayur, mie berbagai warna, dan Non*1) berhasil membuat bising sepanjang trotoar.

Untuk sementara aku larut dalam aktivitas perdagangan kecil itu. Menyaksikan aksi tawar-menawar dan tentu mengagumi modisnya muda-mudi Uzbekistan yang melalui kawasan pasar jalanan yang terletak persis di sebuah pertigaan besar yang terbentuk dari pertemuan tiga ruas jalan, yaitu Beruniy Shos Ko’chasi, Samarqand Darvoza Ko’chasi dan Navoiy Shoh Ko’chasi.

Perdagangan di depan Kukeldash Madrasah.

Dan tepat di sebelah timur pasar jalanan itu terdapat sebuah bangunan dengan arsitektur khas Timurid. Adalah Kukeldash Madrasah yang telah lama menjadi pusat pendidikan penting di Kota Tashkent.

Timurid merujuk pada nama Amir Temur, seorang pemimpin berkharisma ada Abad XIV yang pernah berkuasa di Asia Tengah, Iran, Afganistan, Pakistan, India, Irak dan Kaukasus.

Sedangkan kekhasan arsitektur Timurid terletak pada pintu gerbang yang berbentuk persegi menjulang dengan lengkungan khas di bukaan pintunya. Sedangkan model dekorasi muqarnas menjadi penghias dindingnya. Gerbang itu akan diapit oleh dua menara dengan dekorasi khas.

Sejenak aku terduduk di salah satu tempat duduk beton demi menikmati keindahan arsetektur pesantren itu.

Aku larut dalam keasyikan mengambil beberapa gambar di setiap sudut Kulkedash Madrasah, hingga akhirnya berdiri terpaku menatap keindahan jengkal demi jengkalnya.

Gerbang depan Kukeldash Madrasah.

Tibalah pada suatu waktu, dari belakang, sentuhan lembut dari tangan seseorang mendarat di pundakku.

Hello, where are you come from?

Aku menoleh ke belakang. Menemukan wajah tua bersahaja dengan senyuman super ramahnya.

“Indonesia, Sir”, aku tergagap, gugup menatap senyum cerah lelaki tua itu.

“I’m a teacher in this school….my name Khadirjon….Are you moslem?”,

“Yes, Sir…I’m moslem”

“Subhanallah….Assalamu’alaikum”

“Wa’alaikumsalam”.

“Do you live in Tashkent?….What is your name?”

“No Sir, I’m jus a solo traveler…My name is Donny”.

“Masyaallah….You’re a musafir. Your do’a is maqbul….Please, pray for me”

“What do’a do you want, Sir”

“I want go to Makkah Al Mukarrom for Hajj or Umra….Also, I want my daughter to get married this year…Please, say do’a for me !”

Me & Mr. Khadirjon.

Aku pun mulau berdo’a sembari berdiri di depannya. Dia mengamini setiap do’a yang kupanjatkan. Aku merasakan kebahagiaan dalam setiap do’a yang kupanjatkan untuknya. Tak menyangka keramahan orang ini membuatku serasa berada di rumah sendiri.

“Donny….Do you have something that I can keep it as a keepsake?”

Aku yang bingung mencoba berpikir, menentukan barang khas Indonesia apa yang bisa kuberikan. Hingga akhirnya aku menemukan sebuah ide.

“Do you want Indonesian money”?

“Oh..good idea….Just give me a small banknotes”

Aku merogoh kantong mengambil dompet , menarik selembar uang kertas Rp. 10.000, menandatanganinya dan menyerahkan kepadanya

“10.000 rupiah is equal with 8.000 Som, Sir”

“Oh, nice Donny….Thank you”

Tak lama kemudian, seorang perempuan cantik berkerudung putih melintas dan mendekat ke kami berdua. Entah perempuan itu bicara apa, yang jelas dia sedang memberi salam kepada Mr. Khadirjon. Menunduk-nunduk ketika berbicara dengannya sebagai bentuk rasa hormat.

“Shara…Introduce my guest, he is traveler from Indonesia. His name is Donny”

“Hallo, Mr Donny….Nice to meet you…My name is Shara from Samarkand”

“Hi, Sara….Nice to meet you”

Perempuan itu menunduk sopan dan meminta izin kepada Mr Khadirjon untuk memasuki pensantren.

“Donny, can you shalat with me in that mosque ?”

“Oh sure, time to Dzuhur pray…Let’s go to the mosque and pray together”.

Kukeldash Madrasah dari sisi timur.

Aku tersenyum lebar dan berinisiatif mengikuti langkahnya menuju masjid.

Sejenak aku akan menjalani ibadah shalat dzuhur. Itulah shalat berjama’ahku untuk pertama kali di kota Tashkent.

Catatan Kaki:

Non*1) = Roti khas Uzbekistan, biasanya berbentuk bulat dan lebar dengan satu sisinya lebih mengkilat dan bertabur wijen.

Kisah Selanjutnya—->