Maestro Travel dari Bukittinggi ke Padang.

Begitu mudahnya memesan jasa travel dan bus di Sumatera. Angkat telepon, sebut tujuan, sampaikan jam keberangkatan lalu tanyakan jam berapa mesti bersiap diri di kantor travel atau bus !….Tak perlu bayar di muka….Maka kamu akan tiba di tujuan jika tak telat datang.

Bus INTRA dari Pematang Siantar ke Pekanbaru….

Travel Annanta dari Pekanbaru ke Bukittinggi….

Kini prosedur mudah itu terulang untuk Maestro Travel dari Bukittinggi ke Padang….

—-****—-

Hari terakhir di Bukittinggi atau jika dihitung dari awal keluar rumah adalah hari keenamku di tanah Sumatera, aku mengisahkan perjalananku bersama Maestro Travel ketika mulai menelfon staff front office perempuan pada jam delapan pagi di hari keberangkatan.

Nanti duduk di bangku paling belakang dan datang setengah jam sebelum keberangkatan ya, Uda. Siapkan ongkosnya Rp. 40.000 saja !”, ucapnya singkat.

—-****—-

Aku tergopoh menuju De Kock Hotel setelah kunjungan terakhirku di Taman Panorama. Tak sempat mandi lagi, fikirku hanya satu, malam nanti aku akan tiba di Jakarta dan akan berendam air hangat di ember rumah saja….Sepuasnya….Hahaha.

Vixion hitam menjemputku di teras hotel kemudian melaju kencang menembus kepadatan Jalan Sudirman menuju kantor Maestro Travel yang berjarak tiga kilometer. Dalam lima belas menit aku tiba. Memasuki kantor, aku disambut wanita muda berjilbab, kuserahkan ongkos lalu kugenggam selembar tiket menuju ke Padang,

Masih tersisa 20 menit sebelum travel tiba. Menurut petugas front office itu, mobil masih berkeliling menjemput penumpang di rumahnya masing-masing. Kuputuskan saja untuk menyambangi sebuah warung nasi di sekitaran kantor dan memesan seporsi pecel ayam dan segelas air putih. Kali ini aku sangat cepat menyantapnya, seperti ular menelan seekor landak…ehhh.

Aku tiba kembali di kantor travel dalam kondisi mobil sudah siap dan semua penumpang tampak melihat ke arah kedatanganku. Rupanya aku ditunggu semua penumpang, semoga mereka tak kesal.

Kursi tengah dan sebelah sopir diduduki oleh sepaket keluarga kecil. Suami-istri, putrinya yang mungil dan ibu mertua sang suami. Sementara aku duduk di belakang bersama seorang bule Slowakia bernama Boris. Seorang tukang pos muda, berkepala plontos, berbadan kurus dan hobi mencari kesunyian.

Di jok belakang kami bercakap sepanjang perjalanan. Cerita dimulai dengan kesan perjalanannya di Kazakhstan dimana tak ada seorangpun yang mengganggunya ketika dia naik gunung sendirian. Kemudian berlanjut pada sifatnya yang akan merasakan pening ketika bekerja di kantoran, oleh karenanya dia memilih menjadi tukang pos saja di Slowakia.

Why is this car passing a small road like this? Can we arrive at the airport on time?”, ketusnya kepadaku.

I think that driver is trying to get through the faster road, Boris …. Hahaha”, celetukku kepadanya.

If he fails, It’s not funny….Not funny”, dia terserang panik. Memang jadwal terbangnya hanya berselisih satu jam dari waktu estimasi tiba yang dituturkan google maps dalam smartphoneku.

Kucoba mengalihkan perhatian dengan terus bercakap. Entah aku memulai dari mana hingga aku bisa membicarakan Titik 0 km Indonesia di Sabang, Kawah Ijen, Probolinggo, e-commerce Lazada hingga iPhone bekas yang menurutnya murah jika dibeli di Indonesia. Satu lagi, kami membahas perihal penerbangan langsung dari Manado ke Manila. Hingga si kepala keluarga yang duduk di sebelah sopir ikut berbincang dan menjelaskan bahwa penerbangan itu tidak ada.

Aku melewati air terjun di tepian jalan, aku tahu itu Air Terjun Lembah Anai. Artinya aku sudah berjarak empat puluh kilometer dari kota Padang. Boris memintaku untuk menghentikan sopir dan mengizinkannya untuk berbelanja air mineral, mahal katanya jika harus membelinya di bandara. Kufikir tak perlu berhenti, aku punya persediaan air mineral kemasan yang banyak. Hasil mengumpulkannya dari Hotel Sri Indrayani di Pekanbaru, Travel Annanta dan De Kock Hotel di Bukittinggi. Kuberikan dua botol kepadanya. “I really appreciate you, Donny….very much appreciate”, katanya sembari menepuk-nepuk lenganku.

Itulah kata perpisahanku dengannya, dia harus turun di Minangkabau International Airport dan menuju ke Malang. Sepaket keluarga itu akan pergi ke Bandung.  Sementara aku akan menuju pusat kota Padang untuk mengekplorasinya selama empat jam, mengingat aku akan pulang ke Jakarta pada pukul delapan malam.

Kisah Selanjutnya—->