Nervous di Atas Revoljucii

<—-Kisah Sebelumnya

Pegunungan Revoljucii di Tajikistan

Aku duduk menatap ke jendela sisi kanan. Hamparan putih salju di pegunungan Revoljucii menjadi pemandangan utama di sejauh mata memandang. Keindahannya telah menyirap segenap penumpang untuk berebut menontonnya.

Ketika penumpang di kolom tengah berdiri dan berseru-seru melihat keindahan alam itu, justru aku hanya duduk termangu menatap hal yang sama. “Ini sama tatkala aku menikmati indahnya Pegunungan Himalaya ketika terbang bersama Thai Airways di atas teritorial Nepal enam tahun silam.”, aku membatin.

Tatapanku sejenak berpindah ke layar LCD di depan. Jari telunjukku lincah memainkan tampilan menu di dalamnya. Aku mencari informasi berapa waktu tersisa bagi Uzbekistan Airways HY 554 untuk tiba di tujuan.

24 menit lagi aku akan  tiba”, aku mematung sejenak.

Jantungku berdegup lebih kencang. Aku mengaku pada diriku sendiri bahwa nervous telah menguasai diri. Setidaknya ada tiga hal yang membuat demikian. Tiga hal yang memenuhi segenap ruang di otakku.

Pertama….Suhu.

Terakhir kali mengunjungi negara empat musim adalah tahun 2016 silam. Taiwan-Jepang-Korea Selatan kala itu. Aku sepertinya telah kehilangan insting menjelajah negara yang sedang memasuki musim dingin. Selalu saja ada yang membuatku was-was dengan cuaca dingin. Dan kabar menegangkannya adalah Uzbekiztan termasuk negara yang Sebagian besar wilayahnya berada di iklim sedang dengan garis lintang yang lebih tinggi dar Korea Selatan. Aku akan memasuki suhu minimal -2o Celcius dalam waktu beberapa menit ke depan.

Kedua….Malam.

Tiba di saat malam adalah sesuatu hal yang selalu saja menyelipkan sebuah ketegangan. Menjelajah malam di kota lain di negeri sendiri saja membuat otak berpikir lebih keras, apalagi ini sebuah kota yang jaraknya 7.000 kilometer dari rumah. Aku terus me-rehearsel setiap tahapan langkahku menuju ke penginapan setiba di Tashkent beberapa saat lagi.

Ketiga….Imigrasi.

Menghadap ke meja imigrasi sebuah negara selalu saja menjadi tahapan yang sungguh mendebarkan. Oleh karenanya, aku selalu berdo’a setiap memasuki area imigrasi, memohon pertolongan Tuhan untuk mempertemukanku dengan opsir imigrasi yang baik hati dan mempermudah setiap langkahku untuk memasuki sebuah negara baru. Aku sendiri pernah mengalami hal kurang mengenakkan di imigrasi Busan dan imigrasi Kuala Lumpur. Dan siapa sangka aku akan menemukan masalah yang sama ketika menghadap imigrasi Maldives pada saat perjalanan pulang dari perjalanan panjang yang sedang kujalani tersebut.

Kembali ke kursi pesawat….

Pilot telah memberikan perintah kepada setiap awak kabin untuk mempersiapkan diri melakukan pedaratan. Lantas, para awak kabin melakukan pemeriksaan kepada setiap sabuk pengaman yang dikenakan penumpang, memastikan setiap kursi tegak sandarannya dan memastikan keadaan di luar bisa dilihat dari setiap jendela.

Maka, terjadilah percakapan antara pilot di kokpit dan menara pengawas, aku paham bahwa sang pilot sedang meminta izin untuk mendarat.

Pesawat perlahan menurunkan ketinggian, menembus beberapa gumpalan awan di lapisan bawah atmosfer, membuat goncangan lembut di pesawat berbadan lebar tersebut. Pemandangan kota Tashkent mulai tampak dari ketinggian.

Roda pesawat yang dikeluarkan dari lambung terdengar dari dalam kabin. Runway sudah semakin dekat. Pemandangan di luar berubah menjai garis-garis cepat yang bergerak berlawanan arah dengan laju pesawat.

Hentakan lembut yang kuharapkan terjadi. Roda pesawat sudah berputar di landas pacu.

Aku mendarat….

Aku tiba…..

Aku tak sabar lagi menginjakkan kaki di Islam Karimov Tashkent International Airport, bandara ke-37 di luar negeri yang pernah aku kunjungi.

Kisah Selanjutnya—>

2 thoughts on “Nervous di Atas Revoljucii

Leave a Reply