Selepas penat mengurus pemerintahan Mughal, aku terbiasa menuju Taj Mahal untuk memantau progress pembangunannya. Kala sore menjelang, kuajak beberapa buruh Taj Mahal untuk menyeberangi sungai Yamuna dan kusambung dengan berteduh di sebuah tanah lapang untuk menikmati Taj Mahal yang berdiri megah tersiram oleh sinar senja merah jingga….Begitu indah, aku membayangkan itu. Membayangkan?….Ya, karena aku bukan Shah Jahan. Hanya dialah yang bisa melakukan aktivitas itu di masa lampau. Siapalah aku….Hahaha.

Aku tiba setelah 10 menit sebelumnya masih mengeksplore Itimad ud Daulah di Barat Laut Mehtab Bagh. Taman indah nan luas itu belum juga mencuri perhatianku, karena aku lebih tertarik dengan aksi seorang bapak setengah tua membolak-balik gorengannya sehingga menebarkan aroma harum penggugah selera. Pantaslah banyak orang bersedia mengantri untuk mencicipinya. Kurelakan Rp. 10.000 untuk menebus dan melahapnya, french fries panas beraroma samar kari menjadi menu cemilanku sebelum mamasuki Mehtab Bagh.

Aku segera menuju gerbang disertai membeli tiket seharga Rp. 40.000. Sontak terkagum dengan kondisi taman. Jalur yang tertata rapi itu diperindah dengan kolom bunga yang memanjang di tengahnya. Difasilitasi pula oleh bangku di beberapa spot. Bangku yang hampir semua terduduki oleh pasangan muda-mudi India yang sedang terjangkit asmara. Aku tak bisa menampiknya, karena memang taman itu sangatlah romantic, sesuai namanya. Kamu tahu kan arti kata Mehtab Bagh?….Mehtab Bagh memiliki makna yang sama dengan Moonlight Garden. Beuh….Gimana ga indehoy tuh.

Ketika muda-mudi itu saling berpandang dalam ketertarikan masing-masing maku aku lebih tertarik menuju ke sebelah kanan taman karena dari kejauhan penampakan Taj Mahal itu begitu mempesona mata. Kini aku baru tahu, kenapa Shah Jahan sering meluangkan waktu sorenya untuk sekedar bersimpuh memandangi karyanya disini. Bahkan dia pernah berniat membuat Taj Mahal kembar berwarna hitam di Mehtab Bagh. Namun niat itu urung karena dia keburu menjadi tahanan rumah di Agra Fort pasca dikudeta anak laki-lakinya sendiri. Si anak khawatir terhadap keuangan kerajaan yang rawan dihabiskan ayahnya untuk merealisasikan niatnya itu.

Semua pengunjung pasti merasa aman ketika berada di taman, karena dua serdadu muda bersenjata lengkap berkeliling taman untuk mengamankan situasi.
Serdadu: “Where are you come from?”, seloroh beriring senyum.
Aku: “Indonesia, Sir”, timpal membalas senyum.
Serdadu: “How about Taj Mahal?. It’s good. Are you happy?”
Aku: “Yes, Sir. It’s beautiful. I Love it”, imbuhku.
Serdadu: “Enjoy”
Aku: “Thanks Sir”.


Aku tak bisa benar-benar menuju ke tepian sungai Yamuna karena pengelola taman membatasi taman dengan kawat besi. Kulihat seorang turis Eropa terkesan professional ketika mengeluarkan DSLR berteropong panjang dan mengambil banyak sekali gambar Taj Mahal dari berbagai sisi yang dia suka tepat di depan pagar kawat itu. Aku hanya membayangkan jika suatu saat bisa memiliki kamera seperti itu dan berkeliling dunia mengambil gambar-gambar ciamik untuk kalian lihat. Alhamdulillah, Akhirnya 3 bulan kemudian aku memiliki kamera mirrorles Canon EOS M10. Tak sebaik miliknya, tetapi cukup bagiku yang berpenghasilan pas-pasan untuk menangkap gambar lebih baik….Hahaha #curcol
Pagar kawat dan si turis Eropa….Hmmh
Cukup rasanya meniru aksi Shah Jahan di Mehtab Bagh. Kini aku akan melihat Agra Fort, tempat Shah Jahan dipenjara….Kesian. #sedih
Amin, untuk kamera cantik seperti si turis Eropa biar gambarnya makan ciamik,😃
Amiinnnn… Waduh ga kebayang tuh gimana bawanya dipesawat…..tapi mau lah kalau dikasih rezeqi mah… Hahaha #ngarep
Yang ngasih rezeki ya Tuhan…ha ha ha
Yah iyah…. Sapa lagi kalau bukan Tuhan….. Hahaha