
Taj Mahal boleh saja tersohor di muka bumi. Tetapi sesungguhnya dibalik kemasyhurannya, ada satu kreasi arsitektur yang telah disepakati dunia sebagai blueprintnya Taj Mahal. Prototype itu ada pada Itimad ud Daulah.
Sangat bersyukur, aku berkesempatan melongoknya siang itu. Bak kejutan membaca novel. Kali ini Bab Pendahuluan dimulai dengan sekonyong-konyong keluarnya barisan keledai yang mengangkut bata merah diiringi nyanyian sang pemilik. Takjub melihat para donkey “mengucap permisi” di depanku. Seumur hidup baru kali ini melihat satwa itu berjarak satu meter dihadapan. Sang pemilik hanya melempar senyum melihatku menganga tanpa berkedip mata sembari tangan menekan tombol record kamera HP.

Merogoh kocek Rp. 38.000, aku merangsek masuk ke pelataran “Baby Taj” (panggilan kesayangan Itimad ud Daulah).

Jika Taj Mahal menjadi milik Mumtaz Mahal, maka Itimad ud Daulah menjadi milik Mirza Ghiyas Beg yang tak lain adalah kakek dari Mumtaz Mahal. Taj Mahal dibangun oleh suami Mumtaz Mahal, maka Itimad ud Daulah dibangun oleh Nur Jahan yang merupakan anak Ghiyas Beg.


Menulusuri bagian demi bagian, nalarku mengkonfirmasi bahwa Itimad ud Daulah adalah bentuk mini Taj Mahal. Tak sama persis tetapi arsitektur, desain interior dan eksterior mendekati mirip. Masih sama, mengandalkan marmer putih sebagai tampilan utama.


Cuaca yang mulai menghangat membuatku terduduk nyaman sembari menikmati keindahan mausoleum itu. Kali ini, pandanganku sedikit terinterupsi dengan kedatangan seorang turis cantik berambut pirang panjang. Bukan parasnya yang menggodaku, tetapi kekagumanku pada effortnya mendatangi Itimad ud Daulah dalam kondisi bertongkat kruk dan balutan gips yang menandakan ada cedera parah di kaki kanannya. Susah payah dia berusaha duduk di pelataran sembari mengarahkan DSLRnya kesana kemari. Diselingi sesekali membaca Lonely Planet yang dikeluarkan dari backpack kecilnya. Sayang, aku tak memberanikan diri untuk menyapa. Kecantikannya membuatku tak berkutik….Backpacker pengecut kamu, Don!.
Bab Penutup eksplorasi Itimad ud Daulah dimulai dengan melangkah ke gerbang di sisi kanan. Aku sungguh terpesona akan hamparan sungai yang luas nan mulai mengering. Aku tentu tahu itu sungai Yamuna yang oleh umat Hindu India dianggap sebagai Dewi Yamuna, yaitu Dewi yang dipercaya bisa membebaskan mereka dari siksa kematian apabila bersuci dengan airnya.


Begitulah…Sungai Yamuna menjadi penutup sesi eksplorasiku di Itimad ud Daulah. Penasaran dalam menantikan berbagai kejutan atas keindahan arsitektur Agra di lokasi lain yang akan kukunjungi hingga sore menjelang.
Melangkah keluar, aku mulai membuka peta dan menggerakkan niat untuk mengunjungi Mehtab Bagh, sebuah taman mempesona yang merupakan titik terbaik untuk menikmati keindahan Taj Mahal.
Yuk kutunjukkan tempatnya dimana!
Am I the only person, who is keen on Arabic architecture? Looking on these photos, I can not even imagine, how much time ago it was built.
It was built almost 400 years ago…. Amazing