Menyantap Mangut di Kampung Pelangi

<—-Kisah Sebelumya

Kampung Pelangi Kalisari berada tiga kilometer di selatan Sleep & Sleep Capsule yang menjadi tempat menginap pada masa extendku di Semarang. Jam sepuluh pagi, aku sudah merangsek melalui Jalan Imam Bonjol lalu bersambung ke Jalan Pemuda, menaiki ojek online, aku ingin menuntaskan rasa penasaran mengenai keindahan kampung wisata itu. Dengan mengunjungi Kampung Pelangi Kalisari ini, aku tak perlu bersikeras menuju Malang untuk menikmati keindahan yang sama di Kampung Jodipan dan Kampung Tridi, Kali Code di Yogyakarta atau Kampung Teluk Seribu di Balikpapan.

Semalam aku juga sudah menghubungi teman lama yang tinggal di Semarang, namanya Titan. Kebetulan dia meluangkan waktu untuk bertemu. Kita sepakat untuk bertemu di Kampung Pelangi saja. Dia akan mengajakku berkeliling Semarang menggunakan motornya. Lihat saja dalam tulisan selanjutnya, kemana aku akan diajak olehnya.

Tiba di tujuan, aku menyempatkan diri mencari sarapan di kompleks kios yang terletak memanjang mengikuti kontur Sungai Semarang yang memisahkan Jalan Dr. Sutomo dengan rumah-rumah di Kampung Pelangi. Aku menyantap Nasi Mangut (olahan ikan pari asap khas Pati) dengan sangat lahap.

Deretan kios di gerbang depan Kampung Pelangi Kalisari.
Masakan “Mangut” khas Pati.

Aku mulai memasuki Kampung Pelangi melewati sebuah jembatan kecil bermotif lengkung. Di Jembatan ini eksitensi Pasar Bunga dan Taman Kasmaran sudah diinformasikan kepada para wisatawan melalui sebuah papan penunjuk arah. Sedangkan Sungai Semarang tampak rapi dengan keberadaan turap bercat warna-warni, lengkap dengan trotoar tepat di sisi permukaan air sungai.

Aku mulai memasuki Kampung Wonosari (nama asli Kampung Pelangi) ini melalui sebuah gang landai beralaskan pavling block bercat warna-warni, berhiaskan payung penuh warna  yang menjadi peneduh dari terpaan sinar matahari, deretan pot-pot bunga membuat setiap gang menjadi asri serta papan informasi diletakkan pada jarak yang konsisten. Di beberapa titik tanjakan disediakan titik jeda berupa tempat duduk terbuat dari beton, memungkinkan beberapa penanjak yang kelelahan bisa beristirahat sementara.

Tangga sebelum memasuki Kampung Pelangi.
Sungai Semarang.
Jalur pejalan kaki.
Papan informasi beserta peta lokasi.

Ketika mencapai perbukitan paling atas, tepat di bawah papan nama raksasa “Kampung Pelangi”, terdapat kompleks pemakaman bernama “Taman Bahagia Wirawati Catur Panca”. Pemakaman umum inilah yang menjadi sejarah asal-usul Kampung Pelangi. Dikisahkan, awalnya area Kampung Pelangi ini diperuntukkan sebagi area pemakaman umum. Namun kemudian beberapa warga datang dan mendirikan pemukiman di sekitar pemakaman ini hingga menjadi ramai hingga saat ini.

Entah darimana ujung jalannya, tampak beberapa wisatawan turun dari kendaraannya di sebuah area parkir. Sementara beberapa warga yang sedang berbincang ringan di sebuah warung kopi, menunjukkan kepadaku letak titik pandang terbaik untuk melihat kota dari ketinggian. Tunjukan tangan para penikmat kopi itu berujung pada sebuah loteng terbuka milik warga yang ketika kunaiki membuat tatapanku dilenakan oleh pemandangan kota tanpa penghalang sama sekali.

Pemakaman “Taman Bahagia”.
Papan nama raksasa “Kampung Pelangi”.

Ketika sedang menikmati pemandangan kota yang apik tanpa sengatan sinar matahari, datanglah di loteng yang sama Pak Asep asal Bogor. Sama, beliau juga sedang extend di Semarang pasca tugas luar kotanya sebagai seorang Pegawai Negeri Sipil. Mendadak aku mendapatkan teman traveling dan percakapan hangat menjadi tak terelakkan. Aku mengaguminya sebagai orang yang berjiwa muda, memiliki kebiasaan yang sama denganku ternyata, hobby jalan-jalan dengan memanfaatkan setiap momen tugas ke luar kota.

Titan akhirnya memanggilku menggunakan smartphonenya. Dia menunggu di gerbang depan, tempat awalku memasuki Kampung Pelangi satu jam yang lalu. Segera, aku undur diri percakapan yang sedang seru-serunya itu. Tak kusangka, pak Asep lebih memilih turun bersamaku dan melanjutkan obrolan sembari kami berdua menuruni Kampung Pelangi.

Menuju sebuah loteng tertinggi di Kampung Pelangi.
Pemandangan manakjubkan dari atas Kampung Pelangi.
Sini mas Donny saya fotokan, buat kenang-kenangan!”, pak Asep menawarkan diri.

Aku sudah berada di bagian terbawah Kampung Pelangi. Berpamitan dengan Pak Asep, pandanganku mulai menyapu setiap sisi untuk menemukan Titan. “Sebelah sini, Don”, Titan memanggilku. Oh itu dia sedang duduk mengopi di sebuah warung. Pertemuan dengan teman lama kedua di Semarang setelah malam tadi aku juga bertemu dengan Ezra.

Kutinggalkan Kampung Pelangi di jok belakang motor si Titan. Aku bersiap menuju destinasi berikutnya.

Kisah Selanjutnya—->