Perjalanan meninggalkan wisata Bukit Sikunir tak semacet dini hari sebelumnya. Arus jalanan tampak lancar. Aku yang membonceng di belakang tentu mendapatkan kesempatan berharga untuk menikmati panorama di kaki Bukit Sikunir yang dini hari tadi gelap gulita ketika kulewati.
Pemandangan yang terpampang sungguh menakjubkan. Tampak sebuah danau yang tenang dan jernih menghias di sisi kiri jalan.
“Danau nopo niku, Pak Bian?”, sahutku dari jok belakang
“Oh itu….Telaga Cebong, Mas Donny”, jawab Pak Bian datar seolah pemandangan itu sudah tak istimewa baginya. Tentu karena beliau orang lokal.

Menelusuri jalanan sama persis seperti saat berangkat menuju Bukit Sikunir, aku akhirnya tiba di Hotel Bukit Mas dalam tiga puluh menit.
Aku menyerahkan uang sebesar Rp. 100.000 kepada Pak Bian sebagai biaya jasa yang diberikannya untuk mengantarkanku ke Bukit Sikunir pulang-pergi.
Setelah Pak Bian berpamitan, aku memutuskan untuk tak langsung menuju kamar. Tetapi aku akan mencari sarapan karena perutku sudah terasa lapar semenjak menuruni Bukit Sikunir.
Tak mau mencari tempat makan yang jauh dari hotel, maka aku menemukan sebuah kedai bakso dan soto. Tanpa ragu aku memasukinya dan memesan seporsi bakso dan nasi putih. Dengan lahap aku menikmati menu tersebut. Aku menyantpnya sambil menikmati lahan pertanian kentang yang membuat pikiranku sejenak menjadi segar.
Saking betahnya, lebih dari satu jam aku duduk di kedai itu sembari menyeruput teh tawar hangat yang disajikan pemilik kedai.

.Di akhir waktu, aku menyerahkan uang sebesar Rp. 20.000 untuk membayar segenap makanan yang aku santap.
Dengan begitu maka petualanganku di Dieng usai sudah.
Aku pulang…
—-****—-
Setelah urung melewati jalur yang dipilihkan oleh sebuah aplikasi android berbasis peta, maka aku memutar balik kemudi untuk mencari jalan pulang yang sama dengan jalurku berangkat kemarin pagi. Kali ini aku tak akan mengandalkan aplikasi itu. Aku lebih suka melakukan perjalanan konvensional yaitu bertanya ketika tersasar.
Tercatat dua kali aku bertanya kepada petani yang bekerja di sawah hingga akhirnya aku menemukan titik awal untuk menyusuri jalur keberangkatan semula.



Sesuai keinginan dini hari sebelumnya bahwa aku akan mampir sejenak di Tol Kahyangan. Maka kali ini, aku memenuhi janjiku sendiri untuk menghentikan mobil dan turun sejenak ke jalanan untuk menikmati suasana Tol Kahyangan tersebut.
Tak lama berada di jalanan tersebut, aku kembali menginjak pedal. Kini perjalanan dominan menuruni perbukitan. Tak perlu khawatir lagi akan resiko mesin kepanasan, oleh karenanya aku santai saja menikmati setiap jalur yang kulahap.
Akan tetapi di tengah perjalanan mobilku dipepet oleh seorang anggota Crew Krakalan yang mengemudikan RX-King dan kemudian mengetuk pintu kaca depan.
“Mas, kampas remnya bau”, ujarnya.
“Lebih baik berhenti dulu, Mas. Istirahatkan mobil daripada nanti remnya blong”, tambahnya serius.
“Oh, Baik Pak. Terimakasih sudah mengingatkan”, aku menjawab sembari menyapukan mata ke sepanjang jalan untuk mendapatkan tempat yang lapang untuk menghentikan mobil.
Akhirnya aku merapat ke sebuah lahan dengan kedai kopi kecil di salah satu sisinya. Ku hentikan mobil dan menunggu suhu rem turun kembali.
Beberapa menit setelah aku berhenti, tampak serombongan pemuda pemudi bersepeda motor dan ikut memarkirkan motor mereka. Mungkin piranti pengereman di sepeda motor mereka juga mengalami panas berlebihan. Setelah bercakap sekejap, aku mengetahui bahwa mereka berasal dari Cirebon.
“Tadinya kami tuh hanya mau cari makan, Mas. Tapi malah kebablasan sampai ke Dieng”, mereka melemparkan candaan. Aku hanya bisa tertawa mendengar candaan mereka.
Usai intermezzo itu maka aku mulai melanjutkan perjalanan. Satu hal yang menjadi musuh dalam tahap ini adalah rasa kantuk yang berlebihan. Beberapa kali di jalur persawahan yang lengang, roda depan mobilku hampir menjurus ke saluran irigasi. Tapi toh, aku tetap keras kepala, tak mau berhenti untuk mengambil waktu beristirahat.
Berhasil memasuki jalur pantura, aku cukup girang karena bisa mentop up e-toll card di siang sehari sebelumnya di saat sebagian besar minimarket mengalami permasalahan jaringan. Kini e-toll card bersaldo menjadi penjamin bagiku untuk bisa pulang melewati Jalan Tol Trans Jawa sehingga bisa lebih cepat tiba di Jakarta.
Aku mulai memasuki tol di gerbang tol Batang/Subah/Kandeman pada pukul dua siang. Hanya sekali mengisi bahan bakar dan shalat jamak pada rest area Km 260B-Banjaratma di Brebes, maka aku melanjutkan injakan pedal hingga ibu kota.


Aku pun tiba di Jakarta pada pukul delapan malam.
Hmmmhhh….Perjalanan wisata yang singkat namun cukup mengesankan.
Hayoooo….Siapa yang mau piknik ke Dieng?