Decit Sedan di Sebelah Kaki

<—-Kisah Sebelumnya

Di depanku telah berkerumun berbagai orang dengan kepentingannya masing-masing. Batas berdiri meraka tertahan di sebuah pembatas metal yang ditempatkan di area setelah drop-off zone, berjarak tak kurang dari lima puluh meter dari exit gate bangunan bandara.

Sebagian banyak dari mereka adalah para penjemput. Mereka berseru-seru memanggil nama para penumpang pesawat yang satu-persatu keluar dari exit gate. Tentu tak akan ada seorang pun yang berharap atas kedatanganku. Bahkan ketika aku telah tegak berdiri di depan exit gate dan menatap lekat kerumunan itu. Hanya ada satu kelompok penunggu saja yang memposisikan aku sebagai tamu istimewa di mata mereka….Ya, siapa lagi kalau bukan para pengemudi taksi yang tampak sumringah melihat kehadiranku di pintu bandara.

Taxiiii…..Taxiiii”, suara-suara yang jamak terdengar ketika aku keluar dari sebuah bandara. Aku yang sedari beberapa waktu lalu telah siap menghadapi para pengemudi taksi, akhirnya melangkah menuju halte bus yang letaknya berada di bangunan terminal bandara sebelah.

Aku melangkah cepat melalui kerumunan itu, mengabaikan banyak pengemudi taksi yang mengajakku berbicara demi menaiki taksi mereka.

Ternyata langkahku tak mulus hingga seorang pengemudi taksi menguntitku dari belakang. Sepertinya dia tak mudah menyerah sepertiku.

Brother, my taxi is cheap….Only ten Dollar, brother….Come!”, dia memegang tangan kananku dengan maksud menarik ke taksinya.

Sorry, Sir. I will go by city bus, My destination isn’t far”, aku menolaknya pelan dengan menarik tanganku kembali sembari terus melangkah menuju sisi kiri Terminal 1 bandara.

The bus is closed now, Sir….It wasn’t operating at this time”, Dia terus menguntitku. Tetapi aku adalah smart traveler yang tak akan mudah tertipu. Dari berbagai sumber yang telah kubaca sebelum berangkat berpetualang, aku tahu bahwa jam operasioanl city bus di Tashkent akan tutup pukul sepuluh malam. Dan itu masih dua setengah jam lagi. Aku masih punya cukup waktu tentunya.

I will wait for 10 minutes, Sir. If It doesn’t operate, I will use your cab”, aku tersenyum demi menjaga perasaan pengemudi taksi itu.

Aku terus melangkah cepat hingga dia memilih meninggalkanku dan kemudian mencari penumpang lain yang lebih menguntungkan baginya.

Yeaaa….”, Aku mengepalkan tangan, memenangi pertarungan kecil itu. Meninggalkan area parkir Terminal 1 dan bergegas menuju ke Terminal 2. Kali ini musuhku bukan sopir taksi, melainkan udara super dingin yang dengan mudah menembus winter jacketku. aku lupa mengenakan setelan long john sedari berangkat dari Kuala Lumpur sembilan jam sebelumnya.

Bangunan Terminal 2 bandara sudah terlihat di kejauhan. Aku terus melangkah dengan sedikit rasa panik karena udara dingin yang terus mengintimidasi ditambah lagi dengan suasana pinggiran Terminal 1 bandara yang nampak senyap.

Saking paniknya, ketika menyeberang di salah satu jalur penghubug antar terminal, aku lupa melihat ke kiri dan ke kanan. Itu juga karena fur-trimmer hood dari winter jacketku menutupi sempurnanya pandangan mata.

Bimmm…..Bimmmm….Bimmm”, sebuah sedan putih berhenti mendecit tepat beberapa sentimeter di sebelah kaki kiriku.

Astaga…..” aku refleks melompat, lalu berhenti di depan sedan yang telah berhenti sempurna tersebut. Aku menengok ke arah pengemudi. Dia membuka kaca pintu mobilnya dan berteriak “Heyy…..” sembari menjulurkan tangannya ke depan.

I’m sorry, Sir….I’m sorry….I didn’t see”, aku menangkupkan kedua telapak tangan di dada sembari melangkah mendekatinya.

Be careful, brother!….. It would have been a problem if I had bumped you a few minutes ago.” Dia mengingatkanku sembari meredakan kekesalannya.

I understand and sorry….

No matter….”, dia menutup pintu kaca dan menginjak pedal gasnya kembali, menghilang di tikungan dan meninggalkanku sendiri lagi.

Dan heeeiiii…..Tetiba aku merasakan tangan dan kakiku bergemetar. Ini bukan karena hawa dingin sekitar melainkan karena takut setelah insiden beberapa menit sebelumnya.

Entah apa jadinya, jika aku cedera karena tertabarak mobil tadi”. Aku menelan ludah. Mungkin petualanganku akan terhenti di Tashkent dan masuk ke rumah sakit kota. Sejenak aku berhenti melangkah demi memikirkan itu.

Sudahlah….”, aku harus segera melupakan insiden tersebut.

Ya, Tuhan….Sebetulnya dimana halte bus yang sedang kucari?”, aku menghela napas, kemudian kembali menaruh fokus untuk memperhatian sekitar.

Beeinxxx….Beeeinxx”, ah aku mendengar klakson bus itu. Menoleh ke arahnya, dan terlihat jelas kelir hijau warnanya di salah satu sudut Termina 2 bandara.

Oh, di situ….”, aku tersenyum telah menemukan tempatnya.

Maka aku bergegas melangkah menujunya.

Kisah Selanjutnya—->

One thought on “Decit Sedan di Sebelah Kaki

Leave a Reply