Imigrasi Malaysia: Memamerkan Kepercayaan Diri

<—-Kisah Sebelumnya

Hanya dalam sekejap, Air Asia QZ 206 genap menyelesaikan taxiing di sepanjang landas pacu demi menggapai di salah satu sisi apron.

Sambutan aerobridge menyusul dengan terjulur perlahan belalainya hingga menempel di pintu pesawat. Beberapa saat kemudian, pesawat mulai mengalirkan penumpangnya menuju bangunan terminal.

Aku yang keluar dari pintu pesawat di antrian depan, langsung mengejar keberadaan ibu paruh baya yang kutemui di Soetta. Kemudian aku menyejajari langkahnya dan berinisiatif untuk membantu menarik trolley bagnya. Si ibu pun tersenyum mendapatkan pertolongan kecil yang kuberikan.

Gede banget ya, A bandaranya”, wajah si ibu tampak menengok kesana-kemari.

Masih gedean, Soekarno-Hatta, Bu”, aku sabar mengerem langkah demi terus sejajar dengan langkahnya.

Aku akhirnya mengantarkan ibu paruh baya itu hingga ke pintu transfer hall Kuala Lumpur International Airport Terminal 2 (KLIA 2).

Ibu, silahan masuk ke transfer hall melalui pintu yang dijaga para petugas itu. Besok pagi dua jam sebelum waktu penerbangan, ibu harus mencari informasi di layar lebar seperti itu (aku menunjuk ke salah satu FIDS/Flight Information Display System)”, aku menjelaskan sambil berjongkok menyetarai tinggi badan si Ibu.

Baik, A. Nuhun ya atas bantuannya. Ati-ati, A di jalan”, dia menjulurkan tangannya dan meminta bersalaman.

Aku menggapai tangannya dan melempar senyum untuk menenangkannya.

Selanjutnya aku pergi menuju sebuah escalator panjang ke arah atas demi menuju konter imigrasi. Tetapi sebelum benar-benar menaiki escalator itu, aku menghentikan sejenak langkahku di depan sebuah konter penjualan Traveller SIM. Aku memandangi konter Tune Talk yang dominan merah itu, melihat paket data yang ditawarkan. Paket data sebesar 15 GB dibanderol dengan harga 30 Ringgit. Sejenak aku bergumul dengan budget. Akhirnya aku memutuskan untuk mengindahkannya, aku memilih bertahan satu malam tanpa kuota data. Aku akan berfokus untuk beristirahat saja.

Konter Tune Talk SIM Card.
Konter Digi SIM Card yang tampak tutup pada jam 11 malam.
Escalator menuju konter imigrasi.

Aku melanjutkan langgkah menuju konter imigrasi dan berdiri di salah satu antrian yang menurutku terbilang sepi dari masa normal. Jantungku berdegup lebih kencang, mensinyalir rasa was-was yang mulai unjuk gigi.

Hanya transit, Pak Cik”, aku memulai percakapan dengan petugas imigrasi sembari menyerahkan passport dan e-ticket Uzbekistan Airways kepadanya.

Oooohhh…Transit, nak kemane?”, dia bertanya dengan wajah dingin.

Tashkent, Pak Cik”, jawabku mantap demi memamerkan kepercayaan diri

Oh, sendiri keh….Ada apa disane?”, dia mulai melunak

Peninggalan sejarah Islam, Pak Cik….Ada makam Imam Bukhori di sana, Pak Cik”, aku mulai memamaerkan pesona Uzbekistan yang aku sendiri belum pernah melihatnya.

Oh, ya….Perlu wang berape kesane?”, pertanyaannya mulai menggelitik

Aku berpikir sejenak untu merubah kurs Rupiah ke Ringgit

4.000 sampai 5.000 Ringgit, Pak Cik”, aku masih menatap langit-lagit bandara demi menghitung angka.

Oooooo….Banyaknyeeee”, petugas itu manggut-manggut.

Usai melakukan prosedur pengambilan sidik jari, petugas imigrasi itu mempersilahkan aku keluar dari konter imigrasi.

Aku merasakan bahagia tak terkira ketika bisa memasuki wilayah negara Malaysia tanpa hambatan yang berarti. Satu awalan baik yang mampu memberikan peneguhan hati bahwa dunia ini sudah baik-baik saja.

Melewati bagian akhir pemeriksaan barang, aku sempat menunjuk ke backpack yang kupanggul ketika menatap wajah petugas Aviation Security yang bertugas di screening gate yang terletak di satu area sebelum exit gate.

Dia mengangguk sebagai pertanda aku harus memasukkan backpack di screening gate.

Melaluinya dengan mudah, aku pun melewati exit gate dan memasuki area Gateway@KLIA2.

Oh, Welcome again Kuala Lumpur….

Kisah Selanjutnya—->

4 thoughts on “Imigrasi Malaysia: Memamerkan Kepercayaan Diri

Leave a Reply