
Dini hari….Masih jam 03:14….Suasana di Kuwait International Airport begitu damai dengan alunan musik instrumental yang mendayu-dayu. Sepintas aku merasa berada di suatu sisi Changi International Airport yang kerap memainkan musik yang sama.

Aku mengambil duduk di kursi tunggu paling ujung, merasakan pengar hidung yang masih menyisakan flu. Flu teraneh yang pernah kualami seumur hidup. Kala itu pertengahan Januari, sedangkan COVID-19 mulai merebak sebulan sebelum aku berada di Kuwait….Bahkan aku berinteraksi akrab dengan warga Tiongkok Daratan yang sedang berangkat kerja menuju Oman beberapa hari sebelumnya di Dubai International Airport….Ah entahlah!

Pengeras suara mulai memanggil nomor penerbanganku. “Terlambat setengah jam”, batinku merespon. Aku mulai mengantri untuk memasuki maskapai “Burung Biru” itu. Ini adalah penerbangan keduaku bersamanya setelah sehari sebelumnya aku menungganginya di rute Bahrain-Kuwait.



Aku terus mengintip ke arah bangunan Terminal 4. Yang terbayang adalah betapa dinginnya di luar sana ketika melihat embun melapisi setiap inchi badan pesawat. Sementara di sebelah kanan tampak Airbus A330 sedang melakukan proses yang sama.


Setelah melalui 30 menit proses boarding, akhirnya perlahan aku meninggalkan Kuwait dan menyisakan keindahannya dari udara. Kuwait Airways terbang meninggalkan mainhub nya.


Inilah penerbangan Kuwait Airways yang ku reschedule pada kisah sebelumnya. Tiket seharga Rp. 957.500 yang sudah kupersiapkan sejak 9 bulan sebelum penerbangan. Satu hal lain yang menjadi keisenganku saat memesan tiket pesawat adalah mencoba berbagai jenis makanan. Kali ini aku memesan Diabetic Meal (DBML), makanan rendah gula dengan sedikit garam beserta buah dan sayur kaya serat.



Pagi yang cerah di sepanjang Teluk Persia memberikan penerbangan yang nyaman hingga memasuki wilayah udara Qatar. Kuwait Airways mulai merendah dan menyibak muka Doha yang terang dengan warna-warni cahaya bumi.

Aku tiba di Hamad International Airport tepat pukul 04:45. Pahatan Teddy Bear raksasa berwarna kuning yang tertancap di tiang listrik adalah hal pertama yang kurekam tentang bandara ini. Aku ingin segera melihatnya.

Di pagi yang dingin, para ground crew tidak menyediakan aerobridge untuk penerbangan ini. Penumpang harus turun ke apron bandara dan bergiliran menaiki apron shuttle bus. Begitu keluar pintu pesawat, badan terasa ditusuk udara dingin tanpa ampun. Apalagi aku harus menunggu bus berikutnya demi menuju arrival hall.


Aku terus melangkah mencari Teddy Bear kuning itu ketika sebagian besar penumpang mengantri di toilet atau berebut bagasi di conveyor belt. Akhirnya aku menemukannya, walaupun tidak bisa mendekat karena boneka itu berada di area departure hall.

Selamat Datang Doha!
Welcome to my base city! Did you feel how hot it is 😛
Oh God, Do you work in Doha, Nads?🙂☺
“Burung Biru” … Tak pikir panjenengan naik taksi “Burung Biru” dari Kuwait, Oom 😀 😀
Nah pikirine podo…pas nulis aku yo kepikiran brand ituh…..tapi yo piye, emang logone mirip….hahaha.
Dingine pol, Mas Donny? Neng pelajaran geografi mbiyen, jare gurun iki nek awan panas banget mbengi dingin banget. 😀
Tenanan mas……udara gurun jian marai beku…..durung tiupan angin campur pasire mas….wesss jiannnn