Teringat Malam-Malam Beku di Agra

<—-Kisah Sebelumnya

Islam Karimov Tashkent International Airport Terminal 2.

Konsisten menjaga ketenangan, aku menghadap petugas Aviation Security yang menjaga kotak pemindai di screening gate dekat pintu keluar bangunan bandara.

Can I go to Arrival Hall inside? I have a problem with a SIM Card I bought at that counter”, aku menunjuk ke Tourist Information Center setelah berhadapan dengan petugas Aviation Security yang bepostur tinggi besar.

Sure….Just go there”, dia tersenyum mempersilahkan.

Thanks, Sir” aku masuk ke kembali dan lansung menuju ke tempat penjualan SIM Card yang kumaksud.

Aku tiba di konter…..

This SIM Card didn’t activate yet, Sir”, aku langsung bercakap kepada penjaga konter karena kebetulan dia sedang tidak melayani pembeli.

Are you sure?….Let me check”, dia meminta smartphoneku.

Yeaaa….I hope you can solve it”, aku sungguh berharap permasalahanku bisa selesai dengan cepat.

Penjaga konter belia itu mengambil kembali SIM Card dari smartphone yang kuberikan, meletakkannya pada sebuah alat kecil dengan nyala cahaya berwarna merah, kembali melakukan aktivitas yang tak kupahami, memasukkan kembali SIM Card dalam smartphoneku, mengutak-atik settingan di smartphone untuk beberapa saat.

Hingga kemudian,

Please check again, Sir….I think this SIM Card had activated and is ready to use”, dia menyerahkan smartphoneku.

Sejenak aku membuka aplikasi berbasis peta, mencari lokasi halte Bus Kota No. 67- bus yang akan kutunggangi dalam beberapa waktu ke depan. Kabar baiknya bahwa aplikasi itu menunjukkan tempat dimana halte berada.

Yeaaa….It work…..Thanks you, Sir”.

Karena telah kehilangan banyak waktu, maka aku kembali menuju exit gate.

Aku melangkah dengan setengah berlari untuk keluar dari bangunan Terminal 1, hingga seruan tegas menegurku,

Hei, you…Screening your backpack again!”, seorang petugas aviation security yang lain meneriakiku ketika aku berusaha melewati screening area dengan terburu-buru. Aku masih menganggap bahwa backpackku telah steril dan sudah lolos pemeriksaan beberapa menit sebelumnya di alat pemindai yang sama.

Tetapi karena perintah itu, akhirnya aku kembali memindai backpack untuk kemudian dinyatakan bersih dan aku diizinkan menuju ke exit gate.

Aku berhenti sejenak, menatap layar smartphone, melihat posisi halte bus kota No. 67. Aku memahami denahnya, halte itu dua ratus meter jauhnya di sebelah kiri pintu keluar, tepat di depan area parkir Terminal 2 bandara.

Maka dengan yakin aku melangkah keluar.

Tiba di luar bangunan terminal, aku berdiri sejenak, terdiam

Suasana di luar sana telah sempurna gelap, malam memang sudah hadir. Udara sarat dengan kabut, sejenak aku teringat malam-malam beku di Agra awal 2018 silam. Jarak pandang menjadi tak begitu jauh, sedangkan suhu jatuh pada skala -2o Celcius.

Aku menemukan tantangan baru.

Harus berhasil menemukan penginapan yang telah kupesan. Jaraknya 10 kilometer di utara, menaiki bus umum dan harus menembus malam yang beku.

Inilah satu kondosi yang kupikirkan dengan keras sedari berangkat dari rumah.

“Aku akan memenangkannya”, aku mengepalkan tangan mengumpulkan keberanian.

Kisah Selanjutnya—->

One thought on “Teringat Malam-Malam Beku di Agra

Leave a Reply