Kembali ke Terminal 3 Soetta: Sepotong Ayam yang Berharga

Merunut kembali sejarah diri, akhirnya aku tersadar bahwa terakhir kali melakukan perjalanan ke luar negeri dengan cara bertolak dari kantor tempatku bekerja adalah ketika melanglang buana ke Yangoon, ibu kota Myanmar pada medio 2015.

Maka aku akan mengulangi cara tersebut pada kisah perjalanan ini.

Perjalanan kali ini dimulai dari kesibukan diriku menjalani aktivitas kantor. Karenanya aku terlihat bak pribadi penuh keanehan ketika memanggul backpack berukuran 45 Liter, menaiki honda beat pop warna hitam untuk membelah jalanan ibu kota demi menuju kantor yang berjarak 35 kilometer dari kediaman.

Dilanjutkan tiba di kantor dengan berpakaian kantoran lengkap, yaitu kemeja lengan panjang, berdasi rapi, bercelana panjang bahan warna hitam serta mengenakan sepatu pantofel hitam,

Sontak….Teman-teman sekantor serentak tertawa terpingkal ketika aku memasuki ruangan kerja.

Jika menggambarkan kondisiku pada hari itu, aku bisa menceritakan bahwa semenjak pagi aku tak sabar lagi untuk segera melakukan penerbangan ke Kuala Lumpur. Suasana tak sabaran semakin menjadi dan rasa itu terbawa hingga saat empat jam lamanya pada saat aku harus mengisi sesi training untuk karyawan baru di kantor tempatku bekerja. Sesekali satu angkatan karyawan baru itu menggoda, “Pak, trainingnya dipercepat aja, daripada bapak ketinggalan pesawat”.

Gerrrrr….”, suasana training menjadi hangat seketika.

Akhirnya waktu itu tiba juga….

Usai training aku bergegas segera turun ke lantai dua, kembali melakukan bongkar muat untuk mengakali berat backpack yang setelah kutimbang masih melebihi delapan kilogram. Itu artinya aku harus menurunkan lebih dari satu kilo beban bawaanku.

Menyingkirkan beberapa perlengkapan yang kemungkinan akan jarang kugunakan, maka aku mendapatkan bobot backpack 6,8 kilogram.

Beres dengan barang bawaan, aku pun meninggalkan satu stel pakaian kerja karena sepulang dari perjalananku ke Asia Tengah dan Eropa kali ini, aku akan langsung menuju kantor untuk bekerja….Rencana yang Uedan sodara-sodara (yang ini, nanti saja ya ceritaya).

Aku memutuskan memesan transportasi daring demi menuju Sokarno Hatta International Airport Terminal 3. Dengan mudah aku mendapatkannya dan tepat tiga jam sebelum waktu terbang, transportasi daring yang kupesan memulai putaran rodanya menuju bandara.

Di dalam perjalanan, aku sedikit menyimpan rasa khawatir karena saat itu adalah perjalanan pertamaku ke luar negeri usai dunia dihantam badai Corona Virus tiga tahun lamanya. Aku seakan kehilangan intuisi.

Satu jawaban dari pengemudi taksi daring pada saat aku bercakap dengannya pun semakin membuat mukaku memucat, “Beberapa minggu terakhir jarang banget saya mengantar orang untuk pergi ke luar negeri, kebanyakan dari mereka hanya melakukan perjalanan dalam negeri, Pak”. Membuatku menelan ludah seketika.

Aku tiba di bandara dan pengemudi itu meninggalkanku usai aku menyerahkan ongkos senilai Rp. 90.000.

Aku pun bergegas menuju screening gate pertama untuk memasuki bangunan Terminal 3. Melewatinya dengan mudah, aku mencari keberadaan check-in desk melalui FIDS (Flight Information Display System) raksasa yang berada di bagian tengah bangunan terminal.

D-12”, aku akhirnya menemukan check-in desk itu.

Buru-buru menuju FIDS di depanku.
Aku akan check-in di row D.
Mendadak makan malam.

Menuju ke tempat yang dimaskud, ternyata check-in desk tersebut sedang digunakan untuk penerbangan Air Asia tujuan Singapura. Aku yang belum mendapatkan giliran, akhirnya memutuskan untuk mencari makan malam.

Niat itu mengantarkanku masuk ke gerai A&W di sisi timur bangunan terminal. Tanpa basa-basi aku menanyakan menu terhemat malam itu. Pelayan wanita yang bertugas akhirnya menyarankanku untuk mengambil paket nasi dan ayam seharga Rp. 78.000.

Aku mendapatkan menu yang dimaksud dan mulai menyantapnya perlahan. Entah apa yang terbesit, naluri backpackerku mulai muncul kembali. Aku secara spontan meminta seorang pelayan untuk membungkus sepotong dari dua potong ayam yang tersaji di depanku. “Lumayan buat sarapan esok hari di Kuala Lumpur”, batinku terkekeh.

Mendapatkan bungkusan yang kumau, aku tersenyum simpul meninggalkan gerai itu menuju ke check-in desk untuk mendapatkan boarding pass.

Kisah Selanjutnya—->

One thought on “Kembali ke Terminal 3 Soetta: Sepotong Ayam yang Berharga

Leave a Reply