Aku melangkah keluar dari kabin Swiss Air LX 242, menapak kembali di aerobridge dan berhenti sejenak di pertengahannya. Aku tertegun sejenak memperhatikan aktivitas tersisa di apron Muscat International Airport. Tengah malam itu aku hanya melihat sebuah pesawat milik Salam Air yang berwarna dominan putih dengan kelir hijau sedang berhenti terparkir di salah satu sisi apron.
Aku mulai melangkah melewati koridor demi koridor arrival hall. Sepanjang koridor menawarkan interior yang memikat mata. Setiap sisi travelator disulap menjadi taman bebatuan dengan padanan warna-warni pelita yang menarik mata.
Sementara bangku-bangku diletakkan di setiap sisi ruangan dengan desain futuristik. Hingga dalam beberapa saat kemudian, tibalah aku di area konter imigrasi.
Memasuki antrian yang jalurnya dibentuk oleh tape barrier, aku tak melepas antusias. Memasuki sebuah negara dengan e-Visa approval yang didapat dari tanah air adalah sesuatu hal yang membuat hati menjadi tenang. Biasaya approval e-Visa ini adalah jaminan terampuh untuk bisa melewati konter imigrasi dengan mudah.
“Halo, Sir, Can I see your e-Visa?”, seorang petugas jangkung berkemeja putih dengan celana bahan hitam menghentikan langkahku.
“Oh, wait. Sir”, aku berhenti dan mulai menurunkan backpack untuk mengambil dokumen.
Aku pun mulai sibuk mengaduk-aduk backpack demi menemukan berkas itu.
“Oh yes…I had seen your document. You can go to the counter”, petugas itu tetiba memberikanku akses setelah dia sekilas melihat lembaran e-Visa di zipper file berbahan transparan yang kukeluarkan.
“Oh, Okay Sir….I’m ready for that”, aku menyatakan telah siap menghadap ke petugas imigrasi.
Tanpa kekhawatiran sedikitpun aku pun melangkah menuju konter imigrasi.
“Assalamu’alaikum, Sir”, aku berinisiatif mengucapkan salam ke petugas imigrasi berkumis tipis.
“ ‘alaikumussalam”, dia tak melihatku sedikitpun dan hanya berfokus pada passport, e-Visa, hotel booking confirmation dan e-ticket Air Arabia untuk meninggalkan Muscat yang beberapa detik lalu kusodorkan.
“Do you visit Dubai before arrive here?”.
“Absolutely, yes, Sir”.
“Okay….Clear, welcome to Muscat”, petugas imigrasi itu memberikan kembali segenap berkas yang kuberikan.
Aku bisa melewati petugas konter imigrasi itu dengan sangat mudah.
Yuhuuuuuuu…….
WELCOME MUSCAT…………………………….
Waktu yang masih berkutat di dini hari membuatku memutuskan untuk menginap saja di bandara. Usai mengambil keputusan tersebut, langkah pertama yang kulakukan adalah mencari Sim Card untuk kebutuhan pemetaan destinasi ketika memasuki kota Muscat pada pagi harinya. Aku akhirnya memilih membeli Sim Card milik Renna Mobile.








Tak lupa, aku berburu berbagai brosur pariwisata khusus kota Muscat di Tourism Information Center. Beberapa brosur tentang destinasi wisata yang memungkinkan untuk kukunjungi tak lepas dari incaran. Sedangkan menukar Dolar Amerika ke Rial di Travelex Currency Exchange untuk kebutuhan petualangan menjadi tahapan terakhir yang kulakukan di Muscat International Airport.
Lepas melakukan berbagai aktivitas dasar yang biasa kulalukan ketika tiba di sebuah negara baru tersebut, maka aku menyempatkan diri untuk melangkah keluar bangunan terminal untuk melihat penampakan asli arsitektur bandara dari pelataran depannya.
Dan sungguh….
Muscat International Airport terlihat begitu mempesona di malam hari dengan siraman lampu-lampu taman yang menghantam batang-batang pohon palem yang merupakan vegetasi utama yang dipajang halaman bandara.
Tetapi aku harus segera mengakhiri eksplorasi bandara megah tersebut untuk segera mencari tempat terbaik untuk memejamkan mata. Akhirnya aku mengambil salah satu bangku di lantai dua arrival hall untuk beristirahat barang sejenak.
Aku kangen ih ngerasain sensasi tidur di bandara lagi 😁. Milih2 tempat, sambil kadang ngeliatin anak2 jgn sampe kluyuran terlalu jauh 😅.
Bagus ya bandara Muscat ini mas. pohon2 palemnya bikin cantik sekitar. Penasaran liat bandarnya dlm suasana terang
Kirain cuma Hamad Internasional Airport yang bagus mbak Fanny, Muscat International Airport ini layaknya hub cantik yang tersembunyi,😊