Lepas pukul tiga sore, aku mulai meninggalkan bibir pantai. Melangkah cepat menuyusuri River Road
Tetapi gundah menggelayuti diri. Aku terganggu dengan opsi. Balik ke penginapan yang jauhnya empat puluh kilometer di utara atau melanjutkan eksplorasi hingga limit waktu?. Dua pilihan yang membimbangkan.
Aku menunduk….Melangkah pelan….Memikirkan benar-benar opsi sulit itu hingga tak terasa semakin dekat dengan Kochi Airport Bus Terminal.
“Sayang untuk pulang terlalu dini….Aku ingin melihat Vypeen”, keputusan telah di ambil, kegalauan terpaksa lindap.
Menengok sekejap airport bus yang sebentar lagi angkat kaki meninggalkan Fort Kochi, aku mengabaikannya, lalu kembali mantap menatap lurus ke depan.
“Berwisata di kota pesisir tak kan lengkap tanpa mencoba armada perairannya”, aku meyakinkan diri setelah mengambil keputusan berani untuk berjudi dengan waktu.
Kuncinya, aku harus kembali ke titik awal dalam tiga setengah jam. Jika tak sanggup kulakukan, maka kehilangan kesempatan menangkap bus terakhir menjadi ganjaran setimpalnya. Untuk itu, setidaknya aku akan aman mengambil waktu dua jam saja untuk mengintip sejenak atmosfer Vypeen.
Kembali menyusur Bellar Road, aku bergegas menuju dermaga. Beruntung, letaknya tak terlalu jauh, hanya berjarak tak lebih dari seratus meter dari Kochi Airport Bus Terminal.
Tak lama kemudian, tibalah aku di dermaga. Suasana sangat ramai. Mungkin inilah tempat teramai yang kutemukan di Fort Kochi. Kesibukan penumpang nampak jelas, fragmen-fragmen adegan berlangsung begitu cepat. Setiap penumpang tampak fokus pada ihwal masing-masing. Mungkin hanya aku yang tak memiliki kesibukan berarti sore itu.
Aku mulai berburu tiket untuk menaiki ferry menuju Vypeen Island. Menemukan konter penjualan tiket. Maka tak seperti yang kuduga. Konter itu berpenampilan sangat sederhana, hanya berbentuk posko kecil yang didalamnya hanya muat untuk berdiri bagi dua petugas yang melayani penjualan tiket. Oleh karenanya, antrian pun mengular hingga ke ujung jalan, membuatku harus bersabar untuk bisa menaiki ferry yang mulai memasukkan muatannya.
“Aku akan tertinggal….”, aku dengan cepat memvonis diri mengingat jarak antrian berdiri yang masih jauh dari konter.
Benar saja, ferry itu telah berlayar dan hanya meninggalkan jejak gelombang saja ketika aku baru saja mendapatkan tiket. Tak ada yang bisa kuperbuat. Aku mengambil tempat berdiri di salah satu sisi dermaga demi menunggu kedatangan ferry berikutnya.
Beruntung tak lama, dalam lima belas menit menunggu, ferry datang. Begitu ferry merapat dan membuka lambung maka dengan cepat kendaraan roda empat, roda dua, bajaj dan tentu para penumpang mulai merangsek ke dalamnya.
Ferry itu tak besar, sehingga dalam hitungan menit, seluruh geladak telah penuh oleh muatan. Tak ada kabin, semua muatan tertumpah di geladak tunggal. Sementara segenap penumpang duduk di sepanjang bangku di sisi kiri-kanan geladak, yang tak kebagian bangku terpaksa harus berdiri. Sedangkan geladak bagian tengah dipenuhi oleh kendaraan yang para penumpangnya tampak enggan untuk turun. Sebuah bajaj yang terparkir di geladak pun tampak dijejali oleh para pelancong.
Mendengar peluit yang tetiba berbunyi kencang, maka ferry menanggapinya dengan mengeluarkan bunyi klakson yang memekakkan telinga. Pintu geladak mulai ditutup dan gerung mesin mulai terdengar lebih kencang.





Ferry mulai berlayar di perairan Fort Kochi. Membelah perairan yang di beberapa titik tampak diserpihi oleh guguran sampah organik. Jarak antara Fort Kochi ke Vypeen Island tidaklah jauh, hanya berkisar setengah kilometer saja. Sehingga tak membutuhkan waktu lama untuk tiba.
Begitu ferry merapat di Vypeen Ferry Port, aku segera beranjak, mengikuti arus penumpang dan kendaraan yang mengantri keluar dari geladak.
Kini aku telah tiba di Vypeen Island…..
Tapi….
Perutku lapar lagi…..
Sepotong jagung dan es krim yang kulahap beberapa jam lalu ternyata tak mampu menggantikan porsi makan siangku…..
One thought on “Ferry Menuju Vypeen”