Masih pagi….Tak ragu, aku menukar Rp. 125.000 dengan tiket putih-kemerah jambuan sebagai akses menikmati sejarah Hanuman Dhoka Durbar Square.
Menapaki jalanan Layaku Marg yang keabuan berlapis andesit serta debu tipis yang dilemparkan oleh sapu lidi para petugas kebersihan, aku telah bersiap memasuki Nepal tempoe doeloe yang masih berbentuk kerajaan.
Kuil untuk menyembah “Dewi Ilmu Pengetahuan” kulewati dengan cepat untuk kemudian ku jumpai kerumunan warga yang sibuk membakar dupa, menabur bunga dan kemudian menyatukan kedua telapak tangannya di dada meghadap patung hitam enam lengan yang dipercaya sebagai perwujudan Dewa Siwa Sang Pemusnah.

Sementara para pedagang dupa di pelataran Indorapur Mandir membuat area itu menjadi sangat ramai dibanding area lain di Kathmandu Durbar Square. Selaras padu dengan kesibukan ratusan merpati dalam menyantap sarapan pemberian para pelancong yang sudah datang lebih dulu

Lapis-lapis atap segenap kuil tampak sama dan membawaku pada nuansa rekaan Majapahit di perfilman tanah air. Atmosfer Ksatria Hindu yang sangat kental di pagi itu, mampu melemparku sejenak dari dunia yang fanatik dengan teknologi.

Istana Kerajaan Malla yang kemudian dilanjutgunakan oleh Dinasti Shah adalah icon penting di Kathmandu Durbar Square. Oleh karena dijaga patung Dewa Hanuman di gerbang depan, UNESCO World Heritage Sites ini dikenal dengan sebutan Hanuman Dhoka Durbar Square. Beberapa khalayak menyebutnya Basantapur Durbar Khsetra karena istana ini terletak di area Basantapur.

Selepas gerbang maka pelataran istana nan luas menyambut. Dikenal dengan sebutan Nasal Chowk. Nasal berarti tarian, merujuk pada Dewa Siwa yang menari Tandava Nataraja ketika menghancurkan semesta yang sudah usang. Pelataran yang mirip dengan plaza ini dikepung oleh bangunan-bangunan istana di keempat sisinya.

Sementara di sisi selatan pelataran terpampang papan nama proyek yang didanai oleh Kementrian Perdagangan Republik Rakyat China untuk merenovasi istana yang mengalami kerusakan hebat pasca gempa tektonik yang dihasilkan dari tumbukan lempeng India dan Eurasia di Himalaya pada 2015.



Lalu, di sisi utara terpampang bentuk arsitektur Newar dengan jendela hijau mencolok. Berjuluk Sisha Baithak yang berfungsi sebagai ruang audiensi kerjaan. Di lantai bawah bangunan itu, terpampang deretan foto para raja. Dan dua polisi penjaga istana nampak mondar-mandir dengan senapan laras panjangnya di sekitar bangunan ini.


Aku meninggalkan istana sembari melempar kata terimakasih dan sampai jumpa kepada Guard Police itu. Sontak temannya yang baru tiba berucap kepadanya dalam bahasa Nepal, kutebak berbunyi “Darimana dia berasal?”, karena polisi yang kuajak berfoto berujar singkat “Indonesia”.
Satu tips ketika berada di kawasan Kathmandu Durbar Square adalah coba pahami satu-persatu bangunan yang kamu lewati, karena setiap bangunan disana memiliki fungsi dan nilai historis yang mengagumkan.
Kembali aku menemukan bangunan unik. Sebuah kuil bertahtakan Shwet Bhairav yang diyakini sebagai perwujudan paling kuat dari Dewa Siwa. Disembunyikan dalam tirai kayu dan menunggu Indrajatra Festival untuk menampakkan diri secara penuh kepada penduduk Newar. Saat festival tiba, dari mulutnya akan di pancurkan Madira (alkohol) sebagai bentuk berkah bagi manusia.

Beranjak siang….Matahari kini mulai mampu menembus setiap celah alun-alun, menghangatkan tubuhku yang sedari pagi terpapar hawa dingin. Saatnya meneruskan langkah menuju destinasi berikutnya.
Selanjutnya akan kutunjukkan kecantikan paras seorang Dewi dalam mitologi Hindu dan Buddha di Nepal.
Yuks….Ikuti aku!
Jadi kepengen langsung kesana sekilas menelusuri setiap bangunan bersejarah sambil berdiri termenung membayangkan kehidupan zaman kerajaan di masa itu 🙂
Nah boleh Win…..ajak saya ya, sekalian ongkosin…hahahha.
Dijamin terpesona sama Nepal deh
Baik mas… pergi bareng, hemat bareng, termenung bareng juga?? Hahaha
Sepertinya saya yg minta diongkosin sama mas Donny, hahaha
Naik apa kita ntar? Himalaya Airlines? 😎 mulai dari angan2 dl nih..
Naik apa aja Win…yang penting bukan pesawat baling-baling…aku tak bernyali kayalnya…hahahah
Sebenarnya ATR itu seru lho mas, apalagi di saat-saat landingnya (windy airport). Tp tenang saja mas, jurusan Kathmandu gak ada yg ATR kl dari Asia Tenggara, hehehe
Hahaha..iya aman ke kathmandu pakai pesawat jet. Tapi kathmandu-pokhara ada tuh pesawat kincir kecil…beuh ga bisa bayangin nyelip di Himalaya…hahaha
Hahaha, harus dicoba itu mas..
ATR, Mr. Donny is coming for you!
Nyelip di Himalaya? Hmmm bakal nambah pengalaman lg nih.. setelah nyelip lngsng dtng bantuan dan tidak ada korban jiwa sama sekali. Ngawur saya mah..
Oiya mas, pernah berkeinginan naik pesawat just round the Himalayas? Itu idaman saya sekali, harga tiketnya lumayannn
Ada tuh naik helikopter……kalau bisa bayar tuh heli, kamu pantas bersyukur ama Tuhan, Win😁
Gak salah 5 jutaan ya mas sekali naik? Atau lebih malah ya mas.. Hehehe
Sering lihat video youtube naik heli sampai deket banget dengan puncak Everest 😌
Ya segitu perkiraan Win. Sudah bisa buat tiket pp tanah air-kathmandu
Mas Donny sering disangka orang Nepal nggak pas di sana? Saya iyaaa hahahaha..
Bahkan sampai di India juga dipanggil Nepali, di dubai juga di panggil Nepali. Di cambodia dipanggil cambodian. Hahaha. Parah nih muka bunglon
Hahaha… Emang mirip-mirip semua sih ya, Mas? Bahasanya doang yang beda hahaha
Iya mereka serumpun. Beruntung bagi pemilik wajah bunglon, karena mereka lebih bisa survive dan aman dari warga lokal yg kadang iseng….hahaha
Asal lepasin ransel aja dulu ya, Mas? 😀
Lepas ransel, trus makan sewarung, apalagi bisa ngopi bareng….passs…ga ada bedanya😊
Hahahaha.. Yoih. 😀
Waaah di Shwet Bhairav enak nih. Nunggu alkohol curah 😀 😀
Ciu….hahahaha😁