Mr. Tirtha masih saja menemaniku berbincang, kami berdua berdiri bersandar di taksi mungilnya sembari mengamati kesibukan di sekitar Tourist Bus Park. Beberapa pedagang asongan silih berganti naik turun di seluruh bus berukuran tiga perempat menawarkan dagangannya.
Sewaktu kemudian, Mr. Tirtha merentangkan tangannya lebar dan kami berpeluk ringan sebagai pengganti ucapan “terimakasih dan sampai jumpa”. Aku sengaja memasuki bus setengah jam sebelum keberangkatan. Akan lebih baik karena Mr. Tirtha bisa dengan segera melanjutkan mencari nafkah dengan taksinya.
Si kondektur menunjukkanku tempat dimana aku harus duduk. Baris kedua dibelakang sopir yang dibatasi sekat kaca. Kini pemandangan menjadi tegang, ketika sepasang suami istri India beradu mulut dengan si kondektur. Sejoli itu merasa dirugikan karena agen tiket di Kathmandu menjanjikan bangku paling depan buat mereka. Si kondektur dengan santainya balik menggertak, “This is Pokhara, Not Kathmandu”. Seketika suasana hening. Aku baru sadar, sejoli itu mengincar bangkuku….Hahaha, padahal jika disuruh tuker aku juga tak menolak. Ada-ada saja.

Tiga setengah jam setelah keberangkatan pukul 7 pagi, bus berhenti untuk breakfast break selama 20 menit setelah sejam sebelumnya bus sudah sekali melakukan 15 menit toilet break. Sarapan yang diberikan Mr. Raj di pagi hari nampaknya cukup efektif bagiku untuk tak mengeluarkan budget konsumsi apapun kali ini. Yuk, kuperlihatkan bagaimana restoran tempatku berhenti:




Aku baru merasa kelaparan pada lunch break pukul 13:30, menikmati se-thali (piring lebar khas India) makanan yang kuambil dari meja prasmanan seharga Rp. 52.000 dan sebuah free-orange juice yang diberikan pada semua penumpang sejak pemberangkatan di Pokhara.


Jarum jam menunjuk pukul 15:34. Toilet break terakhir kali ini menjadi bagian paling berkesan. Kumanfaatkan waktu dengan menelusuri area di sekitar tempat peristirahatan. Aku bergerak menuju tepian jalan dan menikmati panorama lembah dan jurang dibawahnya.

Tergeletik dengan kehidupan di pinggiran jalan, aku memasuki sebuah gang kecil dan melihat sekelumit aktivitas warga lokal yang hidup di pinggiran jalan. Mengamati sebuah spanduk yang tertempel di sebuah sisi tembok beton, aku mencoba sedikit membuka kulit luar perpolitikan di Nepal.
Nepal adalah negara berbentuk republik parlementer yang memiliki empat partai politik utama. Communist Party of Nepal (CPN) menjadi partai pemenang di Nepal yang menempatkan dua tokoh pentingnya yaitu Khadga Prasad Sharma Oli sebagai Perdana Menteri dan Bidhya Devi Bhandari sebagai Presiden negara tersebut.

Kembali berada di bangku bus, perjalanan kali ini mengalami kemacetan luar biasa ketika menuruni bukit terakhir menjelang perbatasan Kathmandu. Layaknya kemacetan di Cianjur saat weekend tiba.
Bus merapat di Kanti Path pada pukul 17:08. Kelelahan yang teramat sangat membujukku untuk segera menemukan Shangrila Boutique Hotel di area Thamel. Aku menelusuri banyak gang-gang sempit dan menanyakan kepada penduduk lokal untuk menemukan lokasinya. Hanya berjalan selama 20 menit, akhirnya penginapan itu kutemukan.
Kuserahkan Rp. 280.000 sebagai tarif menginap per malam. Kali ini aku akan bermalam 2 petang di Kathmandu untuk menikmati wisata kota.
Mas Donny, tourist busku yo mandeg neng kene wingi… hahahahaha… juuuhhh.. marai kangen Nepal tenan postingan iki 😀
Beuh…pada bae ta mandege….hahahaha.
Kayak kembali ke masa lampau ya kalau sdg berada di Nepal.
Otentikk banget….aku juga mau ke Nepal lagi tapi ke kota lain mas…..😁
Hahaha.. Iya, Mas. Banyak banget yang bisa dilihat di Nepal. Hahaha..
Jurang-jurang itu bikin deg deg sirrrr…..mung kacek sakban karo tanggul jalan
Wih… Opo meneh nek ono perbaikan, Mas. Ekskavator gek kerjo akhire ngenteni suwi. Hahaha…
Jian…..nganyelke ne ngagenin….hahaha
😀
Tempat pemberhentian bis nya iku kayak rest area di Subang ya? 🙂
Wuiiih simbol partainya palu arit sama swastika euy… Kalau disini wis digruduk ya, Oom 😀 😀
Ya mirip pantura begitu mas..cuman dinginnya juara….jenis kopi apapun serasa pas disana.
Iyo, disini langsung diambil koramil trus diinterogasi…hhahaha.
Sudah 4 hari di Nepal belum sadar juga mereka penganut Komunis. Kukira Hindu sejati…..ckckck.
Hai salam kenal!
Naik bus-nya lumayan lama ya, seharian.
Makanan saat break gimana rasanya? Kalau di Indonesia kan,, ya gitu deh
Halo mbak Din,
Iya emang lama naik busnya. Melewati gunung dan lembah macam Ninja Hatori gitu mbak.
Rasa makanannya anyep mbak, hahaha.
Ya namanya restoran buat mampir bus segambreng, yg penting masaknya cepet. Jadi rasanya ya begitu….