Mr. Raj dengan baiknya menyuguhkan hidangan spesial untukku. Telur dengan dua mata sapi disajikan bebarengan dengan satu buah pisang, dua lapis toast berselai manga dan secangkir teh panas khas Nepal. Sementara Mr. Tirtha tampak pamit dan beranjak pulang demi menikmati sarapan buatan istri di kediamannya sendiri untuk kemudian dia akan kembali lagi menjemputku dan berkeliling Pokhara hingga sore.
Jam 11 tepat, dia datang. Kemudian dengan segarnya kami bercanda sejenak di lobby sembari menunggu trio backpacker lain muncul. Satu hal yang kusimpan dari percakapan kami berdua bahwa aku harus menjajal makanan khas Nepal berjuluk Nepali Thali.
Yups, waktunya berangkat….
Perjalanan 3 km menuju tenggara kali ini hanya terinterupsi satu kali ketika Mr. Tirtha berhenti menungguiku untuk menukar dolar di sebuah money changer kecil di tepian Phewa Lake.

Aku mulai memasuki pelataran dengan alas tanah berpasir. Debu menyeruak ke segala arah ketika kendaraan melaluinya. Kemudian di sebuah ticket counter yang berwujud bangunan kecil bermotif batu kali, aku mendapatkan tiket masuk seharga Rp 55.000.

Perlu melewati jalur khusus pejalan kaki untuk mencapai bangunan utama musium. Jalur yang dibatasi oleh deretan pepohonan yang menjulang tinggi tapi tak begitu rindang.

Tiba di pelataran depan, sebuah monumen kecil menyambut. Monumen yang didedikasikan untuk para pendaki Himalaya yang tak pernah turun lagi karena telah merelakan jiwanya bersemayam dalam selimut salju Himalaya.


Menaiki tangga untuk mencapai gerbang depan museum, kemudian aku disambut dengan x-ray gate sederhana. Di selasar awal, museum menampilkan foto-foto puncak pegunungan berlapis es di dunia. Ditampilkan pula pakaian khas negara-negara yang bersangkutan.

Memasuki koridor berikutnya, museum memperkenalkan keanekaragaman etnis di seantero Nepal. Nama suku beserta pakaian khasnya ditampilkan dengan apik. Perlu diketahui bahwa negara yang luasnya tak lebih dari 8% luas daratan NKRI ini memiliki 126 etnis didalamnya.

Masuk ke selasar tengah, museum menampilkan nama-nama puncak pegunungan Himalaya. Pegunungan Himalaya sendiri menyediakan 18 puncak utama yang menantang para pendaki dari seluruh dunia untuk menanjakinya.

Akhirnya di bagian akhir, museum mempersembahkan kisah-kisah heroik penaklukan Himalaya oleh para pendaki kelas wahid. Di bagian ini juga, dipaparkan sejumlah tragedi yang dialami mereka dengan berbagai misi pendakiannya masing-masing. Sangat mengharukan dan menyayat hati.
Kunjugan di museum kuakhiri dengan menyusuri lantai dua menuju exit gate museum. Inilah destinasi di Pokhara yang membuka mata tentang Nepal dan Himalaya.
Silahkan mampir ya kalau berkunjung ke Pokhara.
Mengharukan banget, Mas, kalau berada di depan memoriam pendaki yang sudah meninggal. Apalagi mereka yang ceritanya penah tak baca… 🙁
Iya, aku.sampai berlama lama di bagian kisah pendakian ini. Lihat wajah wajah mereka sama alat yg digunakan…bisa kebayang beratnya pendakian mereka.
Apalagi yang tubuhnya nggak ditemukan, Mas. Berasa mereka masih ada di suatu tempat di gunung itu, duduk-duduk sambil ngopi dan melihat-lihat pemandangan. 😀
Ah, serem juga, sih. Hehehehehe
Mereka abadi dengan passionnya ya. Menikmati hidup sesuai dengan keinginannya.
Wuiih… Oom Donny sudah mulai main “hati” nih… Sedaaap 😉
Hahahaha……ga mempan main hati juga, mas…wkwkwkw