Usai sudah mata telanjangku menikmati pemandangan Himalaya yang memukau. Dua jam berada di Sarangkot dan menyaksikan drama alam yang bermula saat sinar fajar pertama memancar hingga kemudian pergi tersingkap siang.
Kamu boleh membaca seksama petualanganku di Sarangkot pada kisah yang telah lebih dahulu kutulis.
Disini:
Menembus Pagi Mejemput Fajar di Sarangkot, Nepal
Aku berpamitan pada Nyonya Celesse, perempuan Belgia yang masih saja berbekas paras ayunya. Mungkin dia berprofesi sebagai foto model semasa muda. Nyonya Calesse yang berambut pirang sepundak, berjaket merah dengan syal putih masih memilih duduk manis di Sarangkot menyaksikan hamparan Phewa Lake yang biru mengkilat dihantam sinar surya.

Sementara di kaki bukit, tepatnya di parkiran mobil, telah menunggu 3 backpacker lain yang sejak pagi buta menuju ke tempat ini bersamaku.
—-****—-
Aku: ” So, we returned to the hotel for breakfast and taking a bath”, ucapku di bangku depan pada Mr. Tirtha si Pengemudi taxi.
Mr. Tirtha: “Sure, but before it, can I take you to two places which are located along with our way back? ”, senyumnya menyimpan misteri dan kejutan.
Aku: “Oh, yeah….Is it one of International Mountain Museum, Tashi Ling, Gupteshwor Mahadev Cave or Shanti Stupa?”, kufikir masih ada waktu kesana setelah sarapan.
Mr. Tirtha: “Oh No, Hahaha….That are different places …. 2 places are close together, sir”, sengaja membuat penasaran.
Aku: “Oh yeah….Nice to hear that. How about you, friend?“, tanyaku ke trio backpacker di jok belakang meminta persetujuan.
Akhirnya kami sepakat menuju ke tempat yang dimaksud.
—-****—-

Menuju timur, taksi merangsek pelan menyusuri Sarangkot Road. Menempuhnya selama 20 menit, aku tiba di sebuah pertigaan. Berpapasan dengan bus sekolah yang sepertinya seragam berwarna kuning di seluruh benua, kemudian perjalanan berlanjut dengan menyibak pelan kerumunan pesepeda dan pemotor hingga akhirnya taksi terparkir di sebuah tepian tanah trotoar.

Pelawat tak dipungut biaya apapun ketika bergantian memasuki area kuil melalui tangga di salah satu sisi turap. Selesai menaiki tangga, pelataran kuil yang luas terpampang di depan. Beberapa jemaat mulai mengantri untuk beritual ke stupa putih di sebelah kiri, sementara yang lain memberikan sesajen di sebuah patung sapi yang menghadap ke sebuah bangunan kuil. Dan tepat di pusat pelataran berdiri bangunan utama dengan tiga tingkat atap yang tak kalah ramai dengan jemaat. Di bangunan inilah patung Dewi Bhagwati berada.

Dewi Bhagwati sendiri dipercaya sebagai Pelindung Pokhara yang disucikan dalam kuil. Jemaat secara rutin memberikan persembahan kepada Sang Dewi dengan menyembelih berbagai hewan ternak. Dan rakyat Pokhara perlu berterimakasih karena raja mereka Siddhi Narayan Shah telah berjasa membangun kuil ini pada abad ke-17.
Suhu yang mulai menghangat memanjakan siapa saja untuk berlama-lama duduk di pinggiran turap berketinggian 900 meter diatas permukaan laut. Lalu sembari menghirup udara segar, aku menikmati perumahan penduduk berlatar biru Himalaya.

Lihat situasi di Bindhyabasini Temple disini:
https://www.youtube.com/watch?v=SFWKsmibJ_w
Ayo kita ketempat berikutnya….Ikuti aku, ya!
Background Himalayanya itu lho… TERBAIK!
Ndak rugi beli tiketnya mas…..hahaha. Nepal ya punya itu aja yg buat ekonomi mereka hidup…..😁
Ah… Kangen lihat jip Tata Motors lalu-lalang… 😀
Hahaha…..Keluaran Tata Motor emang bentuknya unique….Nepal serba unik ya, Mas.
Istimewa banget, Mas 🙂
Lihat aja truknya yg model jadoel tapi antiq….awalnya berkesan semrawut tapi lama lama kok keliatan nyeni….hahaha
Iya, Mas Hahaha… Tulisan-tulisannya juga ajaib-ajaib banget. 😀
Tapi jago banget supir bus di Nepal. Apalagi supir-supir yang bawa mobil dari Kathmandu ke Pokhara. Jalannya begitu…. 😀
Hahahah……setil banget nyopire
Saingan sama lintas Sumatera juga sih jalannya hahahaha….
Nah itu baru pas…cm ini kiri kanan jurang je….sing ra kuat bien semaput.😀
Kudu sedia kresek tenan kuwi nek ora kulino, Mas. 🙂