Koin Ringgit Penjinak Lapar: Koleksi 8 Tahun dari Negeri Jiran

<—-Kisah Sebelumnya

Minimarket tempat berburu sarapan.

Tak sedikit dari temanku yang bertanya,

“Bagaimana sih rasanya tidur di bandara, Don?”…….

Ya aku jawab jujur saja ya, ga ada rasa takut sih, ya cuman faktanya aku akan sering terbangun….Ya, itulah rasa yang sebenarnya, aku tidak pernah bohong….Eh, maaf, salah…..Pernah dink.

Malam itu….Aku tertidur di salah satu sisi deret bangku di Lantai 2 Kuala Lumpur International Airport Terminal 1. Sedangkan sesisi lainnya ditiduri oleh pelancong asal India.

Aku mendekap erat perlengkapan penting dalam folding bag kecil warna hitam, sedangkan backpak biruku kumanfaatkan sebagai bantal.

Sudah lewat pukul satu dini hari ketika aku harus memaksakan diri untuk memejamkan mata.

Aku harus bangun pukul setengah enam”, aku paham waktu Subuh Kuala Lumpur adalah jam 06:15 waktu setempat.

Suasana bandara yang boleh dibilang sepi membuatku cepat terlelap walaupun sesekali mataku mengerjap terbangun ketika muncul suara-suara yang menggugah refleks. Tapi ketika memantau situasi sekitar yang tidak menunjukkan ancaman, maka aku lanjut memejamkan mata.

Sebelnya lagi, sesekali aku juga terbangun oleh dengkuran pelancong asal India yang tidur di balik sandaran kursi.

Bersyukurnya, aku benar-benar terbangun tepat waktu. Pukul setengah enam, dengan mata menyipit aku memanggul backpack dan menyeret langkah menuju surau yang dari semalam sudah kuhafalkan lokasinya.

Menemukan surau dengan mudah, aku pun tak menunda untuk mengambil air wudhu dan selanjutnya duduk di dalam surau demi menunggu adzan berkumandang. Tampak di belakang surau, seorang pelancong tertidur pulas di samping dua trolley bag besarnya. Aku tak bisa membayangkan bagaimana rasanya badan si pelancong itu akibat semalaman tidur di atas ubin surau yang dingin dan tak beralas. Kalau aku pasti sudah masuk angin dan meriang (merindukan kasih sayang…..Ahai).

Setengah jam menunggu, seorang pengurus surau maju ke depan dan mengumandangkan adzan sebagai pertanda ibadah shalat Subuh akan segera dilaksanakan. Benar saja, usai iqamah dilantunkan, surau itu dipenuhi oleh empat baris jama’ah. Namun herannya, si pelancong yang tidur di baris belakang itu tak bergeming sekalipun ketika ibadah shalat Subuh telah usai.

Usai shalat, aku meninggalkan surau. Waktu penerbanganku ke Tashkent yang masih tengah hari membuatku menjadi lebih tenang. Aku masih ada waktu untuk bersarapan.

Masih inget dengan sepotong ayam A&W yang kubungkus dari Soekarno Hatta International Airport pada malam sebelumnya?…..

Nah, itulah menu sarapanku pagi itu. Namun, aku yang sedari rumah sudah mengumpulkan sekantong kecil koin Ringgit berencana untuk menghabiskannya. Sudah delapan tahun lamanya aku mengumpulkan koin-koin Ringgit yang merupakan sisa beberapa kali perjalanan ke negeri jiran itu.

Maka berkunjunglah aku ke minimarket “Xpress”. Masuk ke dalamnya, aku mengambil tiga potong roti dan sebotol air mineral. Dan kejadian lucu itu pun terjadi. Aku menumpahkan sekantong koin Ringgit di depan meja kasir dan meminta kasir perempuan yang berjaga untuk mengambil sendiri koin tersebut sesuai dengan harga makanan yang kuambil. Itu semua karena aku tidak terlalu mahir menghitung koin Ringgit berbagai edisi keluaran itu.

Kasir perempuan itu tersenyum lebar melihat kelakuanku.

You can take coins according to the price of goods I bought…. I trust you”, aku tersenyum memperhatikan tingkahnya.

I collected it for 8 years, I often go to Malaysia”, aku menambahkan

Amazing”, kasir perempuan itu tersenyum menggeleng-gelengkan kepala.

Usai mendapatkan makanan yang kubutuhkan, akhirnya aku menikmatinya di salah satu bangku di dekat minimarket tersebut.

Aku menikmati perlahan menu sarapanku walau para petugas bandara sudah mulai berdatangan dan duduk persis di depanku. Aku dengan santai mengunyah sepotong ayam dan tiga potong roti dalam tatapan awas mata mereka. Sesekali para petugas wanita itu tersenyum ketika melihatku melahap menu itu dengan berantakan.

Biar saja….Mereka tak akan bertemu denganku lagi setelah sarapan ini”, batinku terkekeh.

Kisah Selanjutnya—->

2 thoughts on “Koin Ringgit Penjinak Lapar: Koleksi 8 Tahun dari Negeri Jiran

Leave a Reply