Menunggu Check-in di Telaga Warna

Hotel yang hendak kuinapi berlokasi di salah satu ruas arah pertigaan yang sedang kulintasi. Hanya karena sangkala masih bertengger di bilangan sebelas pagi, maka aku memutuskan untuk langsung bertolak menuju destinasi perdana. Toh, waktu check-in baru bisa kulakukan dua jam lagi.

Maka dari ruas Jalan Dieng, aku merubah haluan ke selatan menuju Telaga Warna melalui ruas Jalan Arjuna Barat.

Pemandangan klasik mulai terekspos di sepanjang jalan tersebut. Di sebelah timurnya tampak kompleks Candi Arjuna yang terdesain dengan sangat rapi. Sementara itu tampilan gagah Candi Gatotkaca menjadi rangkaian peninggalan sejarah berikutnya dan kemudian Candi Bima menjadi tengara pamungkas di ujung Jalan Arjuna Barat sebelum aku meneruskan penelusuran di Jalan Arjuna Selatan. Tampak di pelataran Candi Bima berjejer mobil Jeep dengan gardan ganda yang pengemudinya aktif menawarkan perjalanan wisata menuju Kawah Sikidang yang merupakan kawah aktif  terbesar di Dataran Tinggi Dieng.

Sedangkan di ujung Jalan Arjuna Selatan tampak riuh rendah para pedagang jajanan khas Dieng seperti Carica, Terong Belanda, Kopi Purwaceng, Teh Tambi dan Keripik Tempe Kemul. Walaupun jajaran oleh-oleh itu disusun begitu menarik, aku tetap memutuskan untuk tak membeli apapun terlebih dahulu karena waktuku di Dieng masih sampai esok hari.

Melanjutkan perjalanan di ruas Jalan Telaga Warna, aku akhirnya tiba di destinasi pertama, Telaga Warna & Telaga Pengilon.

Mataku seketika awas, melihat keberadaan area parkir wisata ini yang berada sisi timur jalan sedangkan kedua telaga itu ada di sisi baratnya.

Usai memarkirkan kendaraan di area parkir yang tampak sangat padat, aku menghiraukan godaan warung-warung kuliner yang berjajar rapi di sepanjang salah satu sisi area parkir.

Tiba di pintu gerbang destinasi itu, aku menebus tiket masuk seharga Rp. 21.000 dan dengan mudahnya aku melewati hadangan thermogun dan screening barcode aplikasi PeduliLindungi. Dari papan informasi tarif, aku dengan jelas membacanya bahwa tarif masuk untuk wisatawan asing adalah Rp. 163.500….Hmmhhh, delapan kali lipat dari tarif wisatawan Nusantara.

Saatnya menikmati keindahan Telaga Warna….

Area parkir pengunjung Telaga Warna & Telaga Pengilon.
Gerbang masuk Telaga Warna & Telaga Pengilon.
Telaga Warna yang menghijau di tepiannya.
Tampak surut.
Melihat lebih dekat.
Tetap saja cantik.
Ngopi atau menikmati gorengan hangat.
Tempat duduk beton di sisi telaga.

Aku mulai menapaki jalur pengunjung menuju telaga. Pengelola tempat wisata tampak dengan baik mengelola destinasi ini sehingga setiap pengunjung dipermudah untuk menemukan denah wisata, spot kuliner, dan fasilitas umum lainnya. Jalur wisatawan pun tampak diberikan pemisah permanen untuk memudahkan wisatawan yang akan masuk ataupun keluar dari lokasi wisata.

Siang itu Telaga Warna tampak surut dan memendarkan warna hijau di pelupuk mata. Konon warna air di telaga ini sering berubah warna ketika diterpa sinar surya tergantung dari kadar belerang yang berada di dasar telaga.

Dengan keringnya telaga tentu pesona itu menjadi enggan menampakkan diri. Memang aku datang ke Dataran Tinggi Dieng pada masa akhir musim kemarau. Tentu pada akhirnya, aroma menyengat belerang menjadi perasa dominan dalam wisata alam kali ini.

Berlama-lama di sisi telaga memang tetap saja membuat hati ceria. Apalagi tak mudahnya bagi diriku untuk menemukan suasana seperti ini di perkotaan. Apalagi kedai-kedai gorengan dan kopi banyak berada di sisi telaga. Kedai-kedai itu tampak penuh dikunjungi wisatawan yang tentu tak ingin cepat merasakan atmosfer alam yang berada di hadapan pandangannya.

Jika tak ingin mengeluarkan budget apapun, kam juga bisa menikmati pemandangan dari bangku-bangku kayu di pinggir telaga atau tempat duduk beton beratap yang tersedia di beberapa bagian sembari menikmati beberapa spot taman edukasi di sekitarnya.

Di akhir kunjungan, aku keluar melalui pintu sisi utara dan berniat menuju Hotel Gunung Mas di daerah Batur.

2 thoughts on “Menunggu Check-in di Telaga Warna

Leave a Reply