Setengah Jam Mengeksplorasi Tugu Khatulistiwa

<—-Kisah Sebelumnya

Lepas menikmati pelayaran singkat di Sungai Kapuas kemudian kuputuskan kembali menuju G-Hotel untuk beristirahat. Badanku masih diselimuti rasa pegal usai melakukan perjalanan lima jam lamanya dari Singkawang. Berjalan menuju hotal, aku pun memilih rute berbeda dari ruteku bertolak sebelumnya.

Suasana malam di Jalan Sidas.

Sesampai di hotel aku segera berbasuh dan membiarkan diri puas terlelap di atas ranjang.

—-****—-

Usai Subuh, aku tak tidur lagi. Berbasuh dan menyiapkan peralatan kulakukan sepagi mungkin. Sehingga ketika sangkala merapat ke setengah tujuh, aku sudah menuruni lift menuju lantai satu untuk berburu sarapan di restoran G-Hotel.

Menyantap sedikit toast, sup jagung dan nasi goreng, aku sengaja tak mengenyangkan diri ketika menutup sarapan dengan secangkir teh hangat.

Usai bersarapan pun aku bergegas berburu transportasi online demi menuju Laboratorium Klinik Sakura yang terletak enam kilometer di selatan hotel. Yupzz….Aku akan melakukan Tes PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk persiapan pulang esok lusa. Karena Tes PCR ini akan berlaku selama 3×24 jam sebagai prasyarat penerbangan maka tak ada salahnya aku melakukannya jauh-jauh hari supaya bisa menjalankan eksplorasi dengan tenang.

Laboratorium Klinik Sakura.

Seperti biasa, usai diswab aku mengalami bersin hebat yang membuatku sadar diri untuk memisahkan diri jauh-jauh dari antrian….Parah emang aku nih.

Usai membayar sebesar Rp. 265.000 dan menunggu hampir satu jam lamanya di pekarangan klinik, maka aku tersenyum bahagia karena tes menunjukkan hasil negative. Yeeaa….Aku bisa pulang ke Jakarta esok lusa.

—-****—-

Kini aku fokus menatap layar smartphone untuk memantau pergerakan transportasi online yang kupesan. Lima menit usai pemesanan, kendaraan itu tiba.

“Bandara ya, Bang?”, ucap pengemudi itu.

“Bukan, Bang….Tugu Khatulistiwa”, jawabku terkaget.

“Abang, ambil titik ke bandara ini”, dia bersikukuh.

“Oh iya benar….Kok saya bisa pesan ke bandara ya, Bang….Hahaha”, aku mencairkan suasana.

“Di bandara memang ada replika Tugu Khatulistiwa….Lebih baik Abang edit dulu destinasinya”, dia mulai mengarahkan.

“Baik, Bang”, aku mengiyakan saja.

Selama perjalanan menuju ke tugu, si pengemudi bercerita kepadaku bahwa di daerah Batu Layang dimana tugu berada biasnya akan susah mendapatkan transportasi online. Kenapa demikian? Karena para pengemudi transportasi online sedikit malas melewati Jembatan Landak yang merupakan jalur langganan macet yang cukup parah dan menyiksa. Aku diarahkannya untuk mencari oplet (istilah angkot di Pontianak) saat pulang nanti dan menaiki ferry untuk menyeberang ke selatan Sungai Kapuas.

Mendengar informasi itu, membuatku terdiam berfikir dan kemudian melontarkan sebuah tawaran:

“Bang, aku seperempat jam saja deh di tugu. Abang tunggu saya selesai dan kita kembali ke kota. Saya tambahin ongkosnya”

Sepertinya dia sedikit berat menerima karena harus menunggu. Aku faham dia sedang mengejar poin. Tetapi sepertinya dia juga tak enak menolak hingga akhirnya dia berucap.

“Okay lah bang….Tepat lima belas menit ya, Bang. Jangan molor waktu”.

Dalam waktu empat puluh menit aku tiba. Tetapi belum juga turun, smartphone si pengemudi bergetar.

“Bang ini ada pesanan jarak dekat. Saya kembali ke sini dalam setengah jam ya”, (nantinya si pengemudi ini akan bercerita bahwa pelanggannya ini telah mencoba memesan trasportasi online selama 45 menit dan tak kunjung mendapatkannya demi mengantarkan ibu kandungnya menuju sebuah rumah sakit untuk berobat).

“Baik Bang, kebetulan banget, saya jadi bisa rada lama dikit di sini”, aku menjawab penuh senyum

Tak mau kehilangan waktu sia-sia, akhirnya aku bergegas menuju ke bangunan utama destinasi. Hanya membayar tiket sebesar Rp. 2.000 aku melenggang menuju ke dalamnya.

Di dalam, setelah mengisi buku tamu maka aku dipersilahkan masuk. Turun melalui tangga, kini aku tepat berada di bawah Tugu Khatulistiwa. Keuntungan lain yang kudapatkan selama berwisata ke tugu ini adalah penjelasan dari seorang pemandu wisata dari lantai atas menggunkan pengeras suara.

“Jika abang merentangkan kedua tangan, tangan kanan akan berada di belahan utara bumi dan tangan kiri akan berada di belahan selatan bumi. Itu artinya abang sudah berkeliling dunia dari titik ini”, Begitu dia menyuruhku dan membuatku tertawa terbahak usai melakukan perintahnya.

Usai si pemandu wisata menjelaskan maka tatapku awas menyapu setiap informasi yang berada sepanjang dinding. Beberapa informasi yang kudapatkan adalah tentang penetapan titik khatulistiwa yang dilakukan oleh sebuah tim ekspedisi geografi asal Belanda pada tahun 1928. Dan dalam perjalanannya, tugu ini mengalami beberapa kali renovasi dari pendirian tugu hingga kini.

Dan sudah menjadi pemahaman umum bahwa pada bulan tertentu (biasanya bulan Maret) akan terjadi titik kulminasi matahari sehingga sebutir telur bisa berdiri sempurna tanpa terjatuh menggelinding.

Sampai di Tugu Khatulistiwa.
Foto masa lalu di dalam bangunan tugu.
Melihat Tugu Khatulistiwa dari dekat.
Plaza di sekitar Tugu Khatulistiwa.
Koridor di depan pertokoan cendera mata dan makanan.
Taman di ujung plaza.

Aku hanya meluangkan waktu sekitar dua puluh menit untuk mengunjungi Tugu Khatulistiwa demi memperoleh beberapa informasi berharga untuk kemudian si pengemudi transportasi online mengirimkan pesan singkat.

“Saya sudah di parkiran lagi, Bang. Kalau mau bertolak sekarang silahkan melakukan pemesanan”. Tanpa fikir panjang, aku segera melakukan pemesanan dan si pengemudi dengan cepat menangkap pesananku. Setidaknya waktuku pulang menuju seberang selatan Sungai Kapuas sudah teramankan, aku tak akan kesorean di daerah Batu Layang.

“Bang, saya minta waktu lima menit untuk melihat area di bola dunia ya” , aku meminta si pengemudi untuk menunggu sejenak.

Bersyukur dia berkenan menunggu. Akhirnya aku menutup eksplorasi di kawasan Tugu Khatulistiwa dengan menjelajah area open stage yang berhiaskan bola dunia di tengahnya serta kompleks toko cendera mata dan jajanan di sepanjang jalur plaza Tugu Khatulistiwa.

Aku fikir waktu setengah jam cukup untuk mengobati rasa keingintahuanku tentang Tugu Khatulistiwa yang selama ini hanya pernah kukenal melalui buku geografi semasa sekolah dulu.

Kisah Selanjutnya—->

One thought on “Setengah Jam Mengeksplorasi Tugu Khatulistiwa

Leave a Reply