Terkesima di Pasar Turi Singkawang

<—-Kisah Sebelumnya

Selain taman kota, ada satu cara efektif untuk bisa secara langsung membaur dengan aktfitas warga lokal di sebuah daerah yang baru kita kenal. Cara tersebut adalah dengan mengunjungi pasar tradisional dimana mereka beraktifitas.

Malam perdanaku di Singkawang telah lewat, aku kembali dihadapkan pada sebuah pagi nan cerah. Usai berbasuh, aku dengan cepat menyiapkan setiap peralatan yang kubutuhkan untuk eksplorasi pada hari keduaku di “Kota Seribu Lampion”.

Sembari menyiapkan kamera, baterai cadangan, obat-obatan ringan yang kesemuanya aku masukkan ke dalam folding bag, aku terus berfikir.

“Hotel ini kan terletak di Jalan Pasar Turi….Lalu dimanakah letak Pasar Turi itu?”, aku bertanya kepada diriku sendiri yang pastinya belum tahu jawabannya.

Tepat pukul setengah tujuh, aku mulai membuka pintu kamar dan melangkah cepat keluar dari gerbang hotel. Langkahku kembali menapak tilas jalur semalam, aku akan melangkah hingga ujung Jalan Pasar Turi dengan harapan menemukan pasar yang kumaksud.

Pagi itu adalah hari terakhir weekday minggu pertama November. Di sebuah pertigaan kecil, aku melihat serobongan anak-anak sekolah datang silih berganti memasuki gerbang. Tampak jelas, semua anak menggunakan masker yang diperiksa dengan ketat oleh tiga orang guru di pintu gerbang. Aku mencoba mencari tahu nama sekolah itu, oleh karenanya aku mendekatkan diri ke salah satu sisi pagarnya.

“Sekolah Kasih Yobel…”, aku jelas sekali membacanya.

“Ternyata selain pemeluk Tri Dharma, warga Tionghoa di sini ada yang memeluk agama Nasrani”, aku membatin ringan.

Sekolah Kristen di daerah Pasar Turi.

Ketika sedang asyik menikmati suasana sekolah tetiba aku tersadar bahwa aktivitasku diperhatikan oleh seorang guru wanita dari pojok halaman.

Kontan aku menyapanya “Selamat pagi, Ibu. Maaf tadi mengambil beberapa gambar sekolah. Buat kenang-kenangan, Ibu. Maklum saya dari Jakarta dan baru pertama kali berkunjung ke Singkawang, Bu”.

“Oh dari jauh ya, Dek. Gapapa kok, silahkan…..”, bersyukur dia menjawab sapaku dengan senyum yang menunjukkan bahwa aktivitas yang kulakukan baru saja tidaklah menjadi masalah.

Usai percakapan singkat itu, aku kembali melanjutkan langkah.

Selang sebentar, aku kembali melewati Vihara Setya Bumi Raya yang hening, aku hanya menolehnya sekejap sambil terus melangkah.

Usai keluar dari sebuah tikungan pendek, jauh di ujung jalan aku mendapati keramaian.

“Tak salah lagi, itu pasti Pasar Turi”, aku mulai membuat konklusi.

Aku semakin bersemangat, langkah kakiku semakin cepat demi menggapai keramaian itu sesegera mungkin. Dan aku pun tiba dan tanpa ragu mulai bergabung dengan keramaian.

Satu hal utama yang menjadi kekagumanku pada pasar Turi ini adalah hampir semua warga yang terlibat dalam kegiatan jual beli serta kegiatan derivate lainnya adalah warga keturunan Tionghoa. Hal ini membuatku menahan senyum dalam hati.

“Serasa belanja di Tiongkok, euy….”, aku tersenyum penuh bahagia karena mendapatkan pengalaman berharga ini.

Aku mulai melihat aktivitas warga lokal lebih dekat. Langkah pertamaku di Pasar Turi adalah merapat ke sebuah kios ikan laut dan mengamati aktivitas tawar menawar warga. Setelahnya aku beranjak dan berpindah-pindah ke kios lain dengan sangat hati-hati, karena gang pasar yang sempit itu digunakan secara bersamaan untuk jalur pengunjung pasar yang berjalan kaki, bersepeda motor, bersepeda ontel ataupun dengan becak. Jalur itu tentu semakin sempit karena tak sedikit lapak-lapak pedagang yang mengambil beberapa bagian sisi jalan.

Satu persatu aku mengunjungi kios bumbu dapur, rempah-rempah, sayuran, daging, buah-buahan ataupun kios jajanan pasar. Lokasi pasar itu tampak memanjang di Jalan Pasar Turi dan Jalan Kurau hingga bantaran Sungai Singkawang.

Sementara di sebelah timur pasar tampak berdiri bangunan milik Badan Pemadam Kebakaran Swasta yang memiliki beberapa mobil pemadam berwarna kuning.

Senang rasanya bisa berbaur dengan warga lokal di Pasar Turi.

Sungguh pagi yang membahagiakan pada eksplorasi hari keduaku di Singkawang.

Kisah Selanjutnya—->

One thought on “Terkesima di Pasar Turi Singkawang

Leave a Reply