Pagi itu hasratku menuju pusat kota begitu terburu. Aku sudah tak sabar untuk melihat Doha lebih dekat. Tetapi keterburuanku tertahan sejenak, aku terus menghitung dengan detail budget transportasi yang kubutuhkan selama lima hari di Qatar. Supaya aku tak begitu banyak meninggalkan sisa saldo sia-sia di Karwa Smartcard nanti.

Perhitunganku memutuskan untuk menyuntikkan dana sebesar Rp. 118.000 untuk seluruh perjalanan yang mayoritas akan menggunakan bus kota. Besaran itu belum termasuk harga kartu Karwa Smartcard sebesar Rp. 39.000.


Avsec: “Hi, No No No….Sir, Sorry, you can’t capture the building”, petugas berwajah Asia Selatan mendekat dan melarangku ketika mengarahkan kamera ke salah satu sisi Hamad International Airport dari platform airport bus.
Aku: “Oh, I’m sorry Sir….I don’t capture yet, I’m sorry”, aku segera memasukkan Canon EOS M10 ke folding bag.
Avsec: “Nice….Nice”, tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. “Where will you go?”
Aku: “I’m waiting for bus no. 727 to Nuaija. Do you know, When it will come?”
Avsec: “Oh, you better ask to Karwa Officer….Him (dia menunjuk ke petugas tambun yang sibuk dengan clip boardnya)”.
Aku beranjak menujunya dan menanyakan status Karwa Bus No 727, lalu dia memintaku untuk menunggu sekitar sepuluh menit.

Nervous, pertama kalinya aku menaiki bus kota Qatar. Jika Dubai, Bahrain dan Oman lebih memilih warna merah untuk bus kotanya, maka Qatar memutuskan menggunakan warna hijau untuk itu.
Akulah penumpang pertama pada bus yang baru saja terparkir itu. Beberapa menit kemudian, satu persatu pekerja Hamad International Airport memasuki bus yang sama.

Walau aku dilarang mengabadikan salah satu sisi bandara oleh aviation security tadi….Namun pada akhirnya, aku tetap mencuri gambarnya dari dalam bus….Dasar backpacker ngeyel….Hahaha.

Selama menaikinya, Karwa Bus berjalan pelan nan santai saat membelah jalanan kota. Layaknya moda transportasi umum di kota-kota beradab lainnya yang memastikan setiap penumpang merasa aman.
Pembayaran dilakukan dengan men-tap Karwa Smartcard di tap machine sebelah sopir. Perlu kamu ketahui bahwa kemudi kendaraan di Qatar ditempatkan di sisi kiri. Sedangkan selama di sana, aku memasuki dan menuruni bus selalu dari pintu depan. Tentu sebelum menuruni bus, aku wajib mengecek saldo Karwa Smartcard yang tersisa di tap machine yang sama.
Menunggang bus selama tiga puluh menit, mataku terus lekat memandangi segala cetak arsitektur kota yang terlalui, juga dengan beragam aktivitas warga yang teramati.

Begitu turun dari bus, angin meniup tubuhku dengan kencangnya, membawa partikel-partikel lembut pasir bersamanya. “Inikah rasa angin gurun? “, hati bergumam seketika. Mata telanjangku terpaksa terkorbankan untuk berkali-kali diterjang pasir-pasir lembut itu. Aku tak sanggup lagi mencari kacamata rayban yang entah kutaruh di sebelah mana dalam backpack. Suhu dua belas derajat celcius memaksaku untuk segera mencapai Casper Hotel, tempatku menginap.


Setelah berjalan sejauh satu setengah kilometer dan dalam waktu dua puluh menit, akhirnya aku tiba di hotel yang tampak sebagai hasil menyulap kompleks perumahan menjadi sebuah penginapan sederhana.

Nanti kuceritakan bagaimana nyamannya dormitory sederhana itu….
Negara di padang gurun tapi suhu udara adem ya, 12 derajat. Berasa di lereng gunung Sumbing 😀
Kenapa sebagian airport mengharamkan untuk difoto ya? Apakah dirimu punya tampang teroris, oom? 😛
Emang aneh, matahari gagah banget, tapi suhune adem…..mboh, iklim opo iki.
Wah SOP ne rodo ketat koyoke….mungkin tampangku aja yg mencurigakan…hahaha😁
Edyaan… Bener-bener sepi. Kalau kayak gini enak sih jalan kaki, Mas. Tapi jarak deket bakal terasa jauh banget. Hahaha. 😀
Puoll sepine…bis ra pernah penuh, apalagi MRT ne…..bingung aku kenapa mereka bikin MRT, sing numpak.ra ono….kakean duit kayaknya Qatar mas.