Akhirnya aku menginjakkan kaki juga di “Kota Dosa Asia”….Ya, dikenal demikian memang. Mengingat Macau adalah surganya judi di Asia. Casino berteberan dimana-mana bahkan untuk memudahkan aksesnya, casino-casino ini diintegrasikan dengan pusat perbelanjaan dan hotel….Penasaran kan?.
Pagi itu, 08:55, TurboJet ferry yang kutumpangi melambatkan lajunya ketika melintas dibawah jembatan raksasa yang merupakan akses antar pulau di Macau, yaitu Macau-Taipa Bridge.

Dalam hitungan menit, ferry cepat berwarna merah itu pun berlabuh. Tak sabar menginjakkan kaki di Macau, aku sedikit bergegas keluar dari ferry itu untuk segera menuju konter imigrasi.

Mendekat konter imigrasi, aku mengamati dengan seksama para petugas imigrasi yang mayoritas menggunakan sarung tangan berwarna putih. Sama ketika masuk ke Hong Kong, sangat cepat dan mudah. Mereka hanya memberiku selembar kertas imigrasi untuk memasuki Macau. Jadi aku tak pernah mendapatkan koleksi stempel imigrasi dari Wilayah Administrasi Khusus Macau.
Dinginnya kabin ferry yang kunaiki selama 55 menit membuat kemih tak bisa kompromi. Sedikit menahan rasa pipis hingga toilet menjadi satu-satunya yang ada dalam pikiranku begitu lolos dari konter imigrasi.



Menenteng passport “hijau” membuatku mudah diamati oleh para pemburu turis…yess, gue diincar oleh seorang penyedia jasa transportasi untuk turis.
Dia : “Mas dari Indonesia ya?”. Beuh bisa Bahasa Indonesia….Doi terus menempelku disisi kiri.
Aku: (pertanyaan skala biasa buat PDKT), “Iya pak”.
Dia: “Loh suaranya medok….Jawane ngendi mas?”
Aku: (Wah keren nih Macau, ada Bahasa Jawa disonoh, njirrr), “Sragen, mas”.
Dia: “Oh Jawa Tengah yo mas. Meh nang endi, mas?….Opo makai mobilku ae?”.
Aku: (Geblek, Gua bisa senyum nyengir terus nih saking denger bahasa Jawa di Macau), “Walah pak, iki bekpekeran eee….Pas-pasan duitku….Meh numpak bis ae lah pak….Sepurane ae yo pak.”
Dia: “Oooo…..Hotelmu nang endi mas?”
Aku: “Villa Ka Meng Hotel, pak. Numpak bis nomer piro yo mas? Mudun ngendi?”.
Dia: “Tenanan ki ra nyilih mobilku ae mas?”.
Aku: “Sumprit ora pak”.
Dia: “Yowes mas….numpak bis no 10A ae yo….mudun Ponte Cais No. 16”. (Ponte 16 adalah casino di jalan Rua do Visconde Paco D’Arcos)
Aku: “Oh matur suwun yo pak. Pernah urip ning Jowo to pak?”.
Dia: “Ora pernah ee mas….cuman kancaku wong Jowo akeh”.
Dia pun mencari calon customernya yang lain karena tak berhasil menangkapku.
Untuk memudahkan menjelajah maka seperti biasa, aku berburu brosur dan informasi pariwisata Macau lainnya.


Tergenggam sudah peta bus kota Macau. Membuatku semakin percaya diri meninggalkan pelabuhan.


Macau memang memanjakan para pengunjungnya. Hal itu terlihat dari keberadaan minibus-minibus gratis penjemput yang disediakan oleh beberapa hotel terkemuka di dataran Macau.

Para tampang backpacker tak perlu risau karena bus itu bisa juga mengangkutmu walau kamu tidak menginap di hotel asal bus tersebut. Kamu hanya perlu berani bilang ke sopirnya bahwa kamu akan bermain judi di hotel asal bus. Pasti kamu akan diberikan bangku di bus tersebut. Sampai hotel, kamu tinggal memasuki casino sebentar lalu keluar lagi dan carilah dormitory yang kamu inapi. Makanya kalau ke Macau cari dormitory di dekat hotel-hotel ternama ya….hahaha.

Gue lebih baik menggunakan bus kota biasa dengan membayar Rp. 5.500 karena hotelku berada di dekat Senado Square yang lumayan jauh dari hotel-hotel pemilik bus gratis itu.
Kesan pertama ketika tiba di Macau….Hebat lah Macau.