Kembali ke Zain East Hotel dari Palm Jumeirah

<—-Kisah Sebelumnya

Sangkala menuju setengah enam sore….

Aku telah memutuskan untuk menghentikan eksplorasi karena sebentar lagi hari akan berganti gelap. Kembali menuju pintu belakang Nakheel Mall yang menjadi akses terakhir yang kugunakan demi menuju area residensial Palm Jumeirah, akhirnya aku berhasil menggapai bagian dalam mall tesebut. Usai menunaikan shalat jamak takhir di salah satu mushola di dalam mall, kini perhatianku tertuju pada pintu bagian depan mall yang bisa mengarahkanku menuju Al Ittihad Park.

Aku mencapai pintu depan mall itu dengan mudah, untuk selanjutnya bergegas melahap jengkal demi jengkal jogging track di Al Ittihad Park. Suasana taman lebih ramai sore itu dibandingkan dengan suasana pada saat ketibaanku pertama kali di taman tersebut beberapa jam sebelumnya. Sudah tentu, penduduk Palm Jumeirah sedang menikmati waktu bersantainya bersama keluarga setelah seharian penat beraktivitas. Aku hanya menikmati sekelebat saja suasana itu karena aku sedang berlomba dengan gelap demi menuju ke penginapan yang jaraknya tak kurang dari dua puluh kilometer.

Tepat pukul enam sore….

Aku tiba di Al Ittihad Park Station. Walaupun di Nakheel Mall terdapat stasiun monorail, tetapi aku tidak bisa menaikinya dari sana, karena pada siang sebelumnya aku membeli kartu akses monorail seharga 15 Dirham untuk berangkat pergi dan pulang dari Al Ittihad Station.

Aku tak terlalu khawatir karena monorail datang tepat waktu dan sewaktu kemudian aku telah berjejal di salah satu gerbongnya dengan penumpang lain yang mayoritas baru saja usai berwisata di ujung pulau, apalagi kalau bukan dari Aquaventure.

Dalam sepuluh menit aku tiba kembali di The Palm Gateway Station yang terintegrasi dengan Lantai 3 Palm Jumeira Gateway Towers, sebuah apartemen di pangkal pulau reklamasi Palm Jumeirah.

Kembali menyeberangi King Salman Bin Abdulaziz Al Saud Street melalui Palm Jumeirah Monorail Footbridge, aku dengan cepat berusaha mencapai Palm Jumeirah Station yang menjadi akses Dubai Tram terdekat untuk kugapai.

King Salman Bin Abdulaziz Al Saud Street.

Memasuki stasiun dengan akses Nol Card yang kumiliki, aku pun berdiri menunggu kedatangan tram. Tak sampai lima menit, tram itu pun tiba dan aku segera masuk ke gerbong tengahnya, kembali berjejal dengan penduduk setempat.

Tram meluncur ke arah selatan, sasaranku kemudian adalah Dubai Marina Station yang merupakan stasiun tram yang terintegrasi dengan jalur Dubai Metro. Titik integrasi itu terletak DAMAC Properties Station.

Hampir pukul tujuh malam….

Dengan biaya perjalanan sebesar 3 Dirham, akhirnya tiba juga diriku di Dubai Marina Station untuk kemudian naik melalui skywalk yang akan mengarahkanku menuju DAMAC Properties Station. Tak terasa aku telah tiba di jaringan Mass Rapid Transit (MRT) kota Dubai kembali.

Di DAMAC Properties, sembari menunggu kedatangan kereta, mataku terus menatap sebuah sisi platform yang ditandai dengan signboard emas bertajuk “GOLD CLASS”, itulah kelas utama dengan tarif lebih mahal yang difasilitasi oleh Dubai Metro bagi penumpang berdompet tebal.

Kereta tiba, karena keisenganku yang ingin melihat kondisi gerbong GOLD CLASS maka aku memasuki gerbong tersebut, menyusuri jengkal demi jengkal GOLD CLASS, merasakan kemewahannya dan kemudian bergegas keluar di sambungan gerbong untuk menuju ke gerbong reguler….Aku tak bisa menahan senyum atas kejahilanku sendiri itu.

DAMAC Properties Station….Di ujung sana itu adalah akses masuk ke gerbong GOLD CLASS.

Selanjutnya aku mengikuti arus Dubai Metro Green Line untuk kemudian bertukar ke Red Line di UNION Station. Dari stasiun tersebut aku dengan cepat mendapatkan kereta menuju ke Baniyas Square Station, sebuah stasiun yang memamerkan deretan sister citynya kota Dubai. Setelah kusebutkan lima diantaranya di beberapa artikel sebelumnya, maka kini akan kutambahkan lagi lima sister city berikutnya yang dimiliki Kota Dubai yaitu Casablanca (Maroko), Busan (Korea), Barcelona (Spanyol), Geneva (Swiss) dan Gold Coast (Australia).

Pukul setengah delapan malam….

Dengan biaya Dubai Metro sebesar 4,5 Dirham, aku tiba di Baniyas Square Station dan kemudian aku keluar menuju permukaan tanah. Benar saja seperti dugaanku….Suasana telah berganti gelap. Malam telah tiba di Dubai. Tetapi aku tak perlu khawatir, penginapanku tidak jauh lagi, hanya berkisar satu kilometer lagi.

Mengabadikan suasana malam Baniyas Square sejenak dengan kamera maka untuk kemudian aku melanjutkan berjalan kaki melalui Al Musalla Street. Suasana jalanan sangat ramai dan macet, pertokoan masih bergeliat dengan transaksi mereka masing-masing. Mungkin malam itu adalah keramaian paling padat yang pernah aku rasakan selama berada di Dubai.

Tiba juga di Baniyas Square Station.
Suasana di Baniyas Square saat malam.
Suasana Al Musalla Street di malam hari.
Macetnya Al Musalla Street.

Aku berbelok menuju Naif Street di Naif Park untuk kemudian melangkah menuju kedai khas India langgananku selama menginap di Distrik Deira. Adalah New Golden Star Restaurant dengan pemiliknya yang sering kupanggil dengan sebutan Uncle Neval yang berkarakter ramah nan murah hati.

Aku mencicipi dual lembar Paratha beserta sepotong chicken fry andalan kedai itu. Uncle Neval selalu menawariku untuk menambah Paratha jika merasa kurang.

“My dinner portion isn’t much, Uncle” , jawabku sekenanya yang membuat dia dan pelayannya terkekeh demi mendengarkan jawabanku itu.

Pukul setengah sembilan…..

Aku telah menyelesaikan segenap aktivitasku hari itu. Segenap badanku terasa lengket dengan sisa keringat sesiangan. Aku berpamitan kepada Uncle Neval untuk kembali ke penginapan sembari berjanji bahwa esok pagi aku akan bersarapan di kedainya kembali.

Usai menikmati tegukan terakhir dari cangkir Chai yang tersaji, maka aku membayar segenap pesananku seharga 7 Dirham.

Bersama Uncle. Neval di New Golden Star Restaurant.
Tiba si Zain East Hotel.

Aku memutuskan kembali ke Zain East Hotel untuk beristirahat.

Sampai bertemu lagi esok hari….

Kisah Selanjutnya—->

Leave a Reply