Candi Gatotkaca, Candi Bima dan Candi Arjuna : Adopsi Nama Pandawa

Jalanan menjadi tersendat ketika aku menginjak pedal meninggalkan Batu Pandang Ratapan Angin. Dalam kemacetan itu aku masih terus mengutuk diri karena datang ke Dieng pada saat seluruh destinasi wisata di Kabupaten Banjarnegara ditutup sebagai imbas dari penerapan PPKM Level 3. Praktis semenjak pukul sebelas siang, aku hanya bisa mengunjungi dua destinasi wisata Dieng milik Kabupaten Wonosobo.

Waktu masih menunjukkan pukul empat sore dan hari sedang mempersiapkan dirinya untuk menyambut gulita. Aku sendiri masih enggan untuk menghabiskan waktu di hotel karena memang itu bukan sifatku ketika sedang berkelana.

Tetiba tercetus ide iseng untuk mengunjungi tiga candi di wilayah Kabupaten Banjarnegara sebelum beristirahat di hotel. Aku faham bahwa ketiga candi itu memang sedang menutup diri dari pengunjung karena protokol pandemi, tetapi setelah dipikir, aku masih bisa menikmati ketiganya tanpa harus memasuki area dalam candi.

Maka tujuan terdekat dari Batu Pandang Ratapan Angin menjadi milik Candi Bima. Hanya berjarak satu kilometer dan tepatnya terletak di Jalan Arjuna Selatan.

Ketika tiba, aku memarkirkan mobil di sisi jalan karena area parkir tertutup penghalang tali tambang. Tetapi penghalang itu menyisakan sedikit bukaan yang membuatku bisa memasuki jalur yang terdiri dari tiga puluh anak tangga menuju candi. Dan pada akhirnya, dengan leluasa aku bisa mendekati gerbang candi yang tertutup rapat.

Rencanaku berhasil, aku masih bisa menikmati candi itu dari luar gerbang. Bahkan aku nekat menaiki  pondasi pada tembok di sebelah kanan gerbang demi menatap Candi Bima lebih dekat. Dan ternyata bukan aku saja yang berbuat demikian, tetapi ada pelancong lain melakukan hal yang sama, berusaha mendekati Candi Bima dengan segala cara.

Keindahan candi terbesar dan tertinggi di Dataran Tinggi Dieng ini tercermin pada relief-relief yang tersemat hingga ke puncak candi. Selain itu jika diperhatikan dengan seksama, candi ini berbntuk layaknya cangkir terbalik. Dalam arsitektur candi maka bentuk Candi Bima ini mengikuti bentuk Shikhara yang mengedapankan bentuk menara menjulang khas arsitektur candi di India Utara. Tanpa adanya candi perwara menjadikan Candi Bima sebagai candi tunggal diatas sebidang tanah yang berbentuk bujur sangkar.

Harus menaiki anak tangga itu untuk sampai ke Candi Bima.
Candi Bima.
Candi Gatotkaca.
Reruntuhan Candi Nakula dan Candi Sadewa.
Apakah kalian bisa melihat Candi Arjuna di balik pohon itu?

Keberadaanku untuk mengamati detail relief di Candi Bima harus kuakhiri karena semakin banyak wisatawan yang memenuhi area di depan pagar Candi Bima.

Aku kembali menuju mobil yang kuparkirkan di sisi Jalan Arjuna Selatan, kuinjak pedal menuju candi lain yang lokasinya tak jauh dari Candi Bima, yaitu Candi Gatotkaca.

Berjarak tak lebih dari satu kilometer, aku bisa mencapainya dalam lima menit dan kemudian kuparkirkan mobil di salah satu sisi Jalan Arjuna Barat.

Kali ini aku menikmati arsitektur candi dari pinggir jalan. Hal ini mungkin sekali dilakukan karena letak candi yang berada di bawah badan Jalan Arjuna Barat.

Candi yang dibangun pada masa Kerajaan Mataram Kuno ini menunjukkan jejak penyebaran Hindu di Dataran Tinggi Dieng. Berbentuk bujur sangkar, candi Gatotkaca tak menunjukkan adanya relief-relief khas seperti yang tertampil di Candi Bima. Hanya ada sedikit relief di bilik penampil yang bisa menggambarkan relief asli candi ini di masa lalu. Sedangkan di sisi selatan candi tampak batu-batu asli penyusun Candi Nakula dan Candi Sadewa yang konon pada zaman kolonialisme Belanda masih berdiri gagah.

Beberapa arca pengisi relung-relung candi ini sebetulnya masih ada, hanya saja usahaku untuk melihatnya di Museum Kailasa pupus karena tutupnya museum tersebut akbat kebijakan PPKM Level 3.

Inilah candi pemujaan Dewa Syiwa yang menjadikan penutup kunjungan wisataku di Dataran Tinggi Dieng pada hari pertama. Karena usahaku untuk mengintip keindahan Candi Arjuna gagal karena begitu luasnya kompleks Candi Arjuna sehingga pagar pembatas area candi berada pada jarak yang cukup jauh dari candi utama.

Usai gagal mengunjungi Candi Arjuna, walaupun demi menatapnya aku rela berjalan kaki menyusuri salah satu sisi lapangan rumput di  timur Jalan Arjuna Barat maka kuputuskan untuk kembali ke hotel dan beristirahat sejenak setelah semalaman aku mengemudikan mobil dari ibu kota menuju Dataran Tinggi Dieng tanpa pengemudi pengganti.

Leave a Reply