Usai sukses menunaikan perjalanan singkat dalam satu hari ke Pantai Ujung Genteng pada akhir tahun perdana pandemi, aku mulai berani melakukan perjalanan lebih jauh pasca menerima dosis vaksin Sinovac kedua.
Kali ini tujuanku adalah Negeri di Atas Awan….yakz, Dieng.
Dieng mulai menyelinap ke dalam bucket list ketika aku banyak menguping dari cerita para pecandu tari yang berkumpul di lereng Gunung Merapi, tepatnya di Desa Tutup Ngisor pada perhelatan Festival Lima Gunung ke-18 di Kabupaten Magelang.
Dan perjalanan menuju Dieng terwujud dalam rentang waktu lebih dari dua tahun setelah festival itu rampung.
Masih mengikuti tema utama, yaitu Pandemi COVID-19 maka untuk menghindari paparan virus ganas itu selama perjalanan, maka aku memilih berpetualang bermodakan mobil.
Walaupun di hari Seninnya menjadi hari kejepit nasional karena tersematnya perayaan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW di lembar kalender nasional, toh aku tetap tak memanfaatkan hari itu untuk meng-extend libur. Aku memilih berlibur kilat saja….Cukup Sabtu dan Minggu saja aku akan mengeksekusinya.
Karena singkatnya waktu, tentu aku memulai perjalanan pada Sabtu dini hari dengan harapan tiba di Dieng pada kepagin harinya.
Memulai perjalanan dari Kawasan timur ibu kota, aku memilih ruas tol lingkar luar barat dengan sasaran keluar di gerbang tol Batang/Subah/Kandeman.
Perjalanan berlangsung lancar hingga aku tiba di atas jalan Tol MBZ Sheikh Mohammed Bin Zayed. Tetapi aku kemudian tersadar bahwa jarum indikator bahan bakar telah merapat di garis merah dan aku sepenuhnya faham bahwa aku belum mengisi e-toll untuk perjalanan ini.
Oleh karenanya aku memutuskan berhenti di Km 57 untuk menyelesaikan problema ini. Perasaan tetiba berubah resah karena padatnya kendaraan yang memasuki rest area. “Sepertinya memang banyak khalayak yang memanfaatkan libur panjang ini untuk keluar ibu kota”, aku mengambil kesimpulan.
Lepas dengan kepayahan memarkirkan mobil, aku pun mulai mencari minimarket untuk mengisi e-toll. Perasaan menjadi tak enak ketika beberapa minimarket yang kumasuki mengalami masalah jaringan dalam proses top-up e-toll. Dan benar adanya, aku tak mendapatkan kesempatan sama sekali untuk mengisi ulang e-toll yang kupunya.


“Apa boleh buat aku harus lewat jalur pantura”, aku memutuskan cepat daripada eksplorasi menemui kegagalan. Karena memutuskan hendak menyusuri jalur pantura maka kuputuskan untuk mengisi bahan bakar di luar tol saja.
Well guys, perjalanan Panjang melalui jalur reguler pun dimulai….
Dengan cepat aku berhasil mendapatkan bahan bakar di daerah Cikampek. Setelah selesai berurusan dengan bahan bakar maka aku berfokus untuk melahap tahap-demi tahap jalanan pantura. Tentu perjalanan di pantura tak sepadat seperti dahulu ketika tol trans jawa belum tuntas dibangun.
Bernostalgia melewati jalur pantura seperti dahulu di saat melakukan ritual mudik menjadi bumbu perjalanan malam itu.
Pagi hari, hampir pukul lima, aku menyentuh pinggiran timur Cirebon dan berinisiatif melakukan break untuk menuaikan Shalat Subuh di sebuah stasiun pengisian bahan bakar. Aku juga memutuskan berburu sarapan di sekitarnya.
Tak lupa memenuhi kembali tangki bahan bakar maka perjalan kembali kutempuh secara non-stop hingga aku tiba di sebuah pertigaan kecil di Desa Tulis, Kabupaten Batang. Hampir pukul sebelas siang maka perjalanan berganti suasana. Aku mulai menginjak pedal gas di sepanjang Jalan Sendang-Tulis di etape terakhir sebelum mencapai Dataran Tinggi Dieng.
Kali ini keberuntungan memihak kepadaku. Di Jalan Raya Sampar, aku menemukan sebuah minimarket untuk mengisi ulang e-toll sehingga membuka harapan bagiku untuk pulang melalui tol trans jawa di keesokan harinya.
Beberapa kali menemukan jalanan sempit, aku berhasil bergantian jalan dengan beberapa mobil dari lawan arah. “Hmmhh, ini mah jalur buat satu mobil”, aku membatin kecut.
Keadaan berikutnya menjadi sedikit mengkhawatirkan karena mesin mobil terasa lebih panas. Dan pada sebuah tikungan terdapat sebuah papan petunjuk yang memberi setiap pengendara sebuah nasehat untuk berhenti sejenak sebelum menaklukkan tanjakan tercuram nan berbahaya. Maka demi keselamatan, aku pun menuruti petunjuk itu dan berhenti selama lebih dari setengah jam di tepi jalan….”Oh, ini toh tanjakan Krakalan yang dimaksud”, aku menatap tajam ke arah atas tanjakan.
Hingga suhu mesin menurun, aku pun mulai menanjak dan berhasil melewati tanjakan setelah dibantu dengan aba-aba oleh Crew Krakalan di tanjakan itu. Pada saat memadamkan mesin mobil di bawah tanjakan, dua orang Crew Krakalan menghampiri dan menawari jasa pengawalan menuju Dieng. Sudah pasti aku menolaknya, tentu menjadi kurang menantang jika perjalanan ini harus dikawal.
Aku cukup lega bisa menaklukkan tanjakan terhebat Desa Deles itu dengan selamat.
Terus memacu kendaraan tanpa henti, akhirnya aku tiba di area dengan pemandangan paling menakjubkan, Adalah Tol Kahyangan di Desa Pranten yang menyuguhkan hamparan pertanian kentang di lereng perbukitan yang indah berselimut kabut.








Beberapa kendaraan wisatawan tampak berhenti demi menikmati suasana dan berfoto ria. Tetapi aku memutuskan untuk terus melanjutkan perjalanan saja karena tak mau kehilangan waktu lebih banyak. Aku masih ada waktu untuk singgah di Tol Kahyangan saat pulang nanti saja
Tak lama kemudian aku memasuki kawasan Dataran Tinggi Dieng. Tentu aku takjub dengan pemandangan pegununungan yang dihiasi kabut. Tampak kepulan asap dari gas panas bumi muncul di beberapa titik. Pipa-pipa gas yang mengalirkan gas dari panas bumi tampak dominan di beberapa titik. Sedangkan lahan pertanian kentang dan sayuran juga menjadikan pemandangan menjadi lebih hijau nan indah.
Pukul setengah satu siang akhirnya aku benar-benar tiba di tujuan. Aih-alih langsung menuju penginapan, aku memilih opsi lain untuk langsung menuju ke destinasi pertama di Dataran Tinggi Dieng….Yupz, Telaga Warna.
enak jika ada tempat istirahat di sela-sela perjalanan, dan Tempat itu tepat pada tempat yang dapat melihat pemandangan yang Indah.
Benar sekali Mas Bondan….Itulah bonus perjalanan yang kadang harus kita nikmati di sepanjang perjalanan.
Belum pernah ke Dieng lewat jalur ini, naik motor trail sepertinya lebih menantang 🙂
Nah itu, seumur hidup ga pernah naik motor trail aku nih mas…kurang Gaol sih akunya 😂