
Aku mulai melangkahkan kaki ke utara, menuju Alun-Alun Lor Keraton Surakarta Hadiningrat. Jaraknya tak sampai setengah kilometer dari pelataran keraton. Aku tiba dalam lima menit. Sejauh mata memandang, Alun-Alun Lor ini cukup terawat, dengan luas hampir tujuh hektar. Beralaskan rerumputan hijau yang tak sempurna menutupi seluruh alun-alun, jalur aspal menyilang dari utara ke selatan dan dari barat ke timur serta di setiap sisi taman dikelilingi pohon-pohon besar (pohon beringin diantaranya). Sementara untuk membatasi jalan raya yang mengelilingi taman, dibangunlah pagar besi setinggi dada yang berjajar di batas dalam trotoar.
Aku sepertinya malas untuk menuju ke tengah alun-alun, hanya terus berjalan mengelilinginya dan berniat menuju bagian timur alun-alun untuk membunuh rasa penasaranku terhadap pusat perbelanjaan tekstil terbesar di Kota Solo yaitu Pasar Klewer. Ibarat Tanah Abang di Jakarta, maka Pasar Klewer adalah nadi ekonomi kota dengan putaran cashflow yang sangat mumpuni. Aku tepat tiba di depan gerbang pasar yang masih sunyi. Beberapa pedagang sudah mulai datang membawa berkoli-koli tekstil ke lantai atas. Sementara beberapa kios tampak mulai membuka diri untuk bersiap menghadapi perniagaan pagi itu. Aku mencoba menaiki lantai pertama dan berkeliling untuk memperhatikan setiap sisi. Melihat keadaan sekitar, terbayang bahwa pasar ini akan sangat sibuk jika semua kiosnya sudah dibuka.
Kiranya aku tak akan menunggu hingga Pasar Klewer benar-benar dibuka, aku segera turun dan menuju ke utara pasar. Kali ini aku akan menyambangi Masjid Agung Keraton Surakarta yang masih merupakan bagian dari Keraton Surakarta Hadiningrat. Masjid dengan atap tiga susun ini tampak sedang khusyu’ menjadi saksi bisu atas pernikahan sepasang sejoli yang sepertinya adalah orang penting, karena kulihat terdapat papan bunga ucapan dari Presiden Joko Widodo berserta keluarga. Acara itulah yang kemudian mengurungkan niatku untuk memasuki masjid.


Masjid berhiaskan tiang-tiang lampu klasik di halaman, semakin elok dengan minaret tunggalnya yang anggun berdiri di utara pelataran. Masjid berusia 232 tahun ini masih cukup gagah dan anggun berdiri di sisi timur ALun-Alun Lor berdampingan dengan Pasar Klewer.
Kiranya aku sudah berada di bagian terakhir dari kompleks Keraton Surakarta Hadiningrat. Aku mulai meninggalkan area keraton dengan melewati pangkal timur Jalan Slamet Riyadi yang ditandai dengan patung Brigjend Slamet Riyadi yang tampak gagah mengacungkan pistol ke udara. Slamet Riyadi sendiri adalah tokoh pahlawan Kota Solo yang meninggal di Ambon dalam menjalankan tugas negara dalam menumpas pemberontakan Republik Maluku Selatan.
Kini niatku beralih menuju ke destinasi pertama ketika aku melakukan survey sehari lalu. Bukan Es Dawet Telasih yang kucari, melainkan satu kuliner tradisional yang cukup ternama di Kota Solo.