Murnikan Fungsi TPA: Olah Sampah dari Hulu !

Apakah Anda tinggal di sekitar Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)?

Bersyukurlah jika rumah Anda jauh dari TPA. Karena pada umumnya, daya jangkau dari aroma tak sedap yang dihasilkan TPA bisa mencapai radius 8 hingga 10 Km. Bisa dibayangkan, betapa terganggunya aktivitas warga yang bertempat tinggal di sekitar TPA.

Bukan hanya pemukiman di sekitar TPA, bahkan tempat tinggal yang berlokasi di jalur truk sampah untuk menuju TPA juga mendapat imbas dari paparan aroma tak sedap akibat cairan sampah yang ditumpahkan oleh truk sampah tersebut di sepanjang perjalanan menuju TPA.

Bahkan ketika pembahasan dampak aroma tak sedap itu dipersempit, maka sampah di depan rumah kita lah yang pertama kali menyebarkan aroma itu selama masa tunggu untuk diangkut ke TPA.

Sampah tidak hanya membebani kesehatan air dan tanah tetapi juga kualitas udara yang kita hirup.

Apa dampak negatif lainnya dari sampah?

Kita harus faham bahwa ketika sampah terbentuk, maka proses penciptaan gas Metana (CH4) mulai dilakukan oleh bakteri metana secara anaerobik. Metana selain mengancam kesehatan juga akan merusak bumi karena Metana memiliki emisi gas rumah kaca 23 kali lebih merusak dibandingkan Karbondioksida (CO2). Dampak negatif Metana tidak hanya terjadi di area sekitar TPA, dampak itu justru dimulai pada area hulu (tempat terjadinya) sampah yaitu rumah tangga, pasar, pertokoan, perkantoran, dan unit pertama aktivitas ekonomi lainnya. Karena pada hakikatnya, unit-unit inilah yang menjadi mata rantai pertama pembentukan sampah.

Jadi solusi pemecahan masalah sampah akan menjadi salah kaprah jika dialamatkan kepada TPA. Karena pada dasarnya persentase terbesar penyusun sampah adalah sampah organik dan  pembusukan sampah jenis ini terjadi sangat cepat. Oleh karena itu, solusi paling tepat untuk mengurangi dampak negatif sampah adalah dengan mereduksi terjadinya Metana di tempat pertama terbentuknya sampah.

Selama ini masyarakat mengalami salah persepsi dengan menganggap TPA sebagai Tempat Pembuangan Akhir. Padahal dalam konsep pengelolaan sampah yang benar, TPA adalah Tempat Pemrosesan Akhir yang berarti TPA berfungsi untuk memroses jenis-jenis sampah yang tidak bisa dikomposkan dan tidak bisa didaur ulang.

Jadi untuk menyelamatkan bumi dan memurnikan kembali peran TPA maka kita harus berfokus pada pengelolaan sampah di bagian hulu.

Personal Waste Management

Berdasarkan data dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terungkap bahwa hanya dalam periode tiga bulan (April hingga Agustus 2019) berbagai perusahaan di Indonesia telah mengimpor 882 kontainer skrap plastik (remah plastik) dan kertas untuk kebutuhan bahan baku industri. Hal ini mendapat tanggapan dari Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya Beracun (PSLB3) KLHK bahwa impor sampah terjadi karena ketidakmampuan pemerintah daerah dalam menggerakkan masyarakat untuk memilah sampah dengan benar.

Berdasarkan Katadata Insight Center dapat diketahui bahwa 60,8% masyarakat Indonesia belum memilah sampah. Kebiasaan kurang baik ini tentu memunculkan dampak negatif, seperti menumpuknya sampah di TPA, memicu peningkatan kebutuhan impor sampah serta eksploitasi berlebihan terhadap energi dan sumber daya alam untuk kegiatan manufaktur.

Untuk mengurangi dampak negatif tersebut, maka pengelolaan sampah di bagian hulu harus dilakukan. Dan cara paling mudah dan paling sederhana yang bisa dilakukan adalah dengan cara memilah sampah. Dengan memilah maka semua sampah akan bisa dimanfaatkan sesuai jenisnya, kualitas sampah tersisa akan semakin berkualitas dan membantu industri daur ulang untuk terus berkembang. Ketersediaan bahan baku manufaktur dari aktivitas daur ulang akan mengurangi kebutuhan impor sampah dari luar negeri.

Memilah sampah secara sederhana berarti memisahkan sampah organik dan sampah anorganik. Baru kemudian dilanjutkan dengan memilah secara lebih detail sampah anorganik untuk keperluan daur ulang.

Sedangkan cara terbaik untuk mengolah sampah organik adalah adalah melalui composting. Pengomposan (composting) adalah proses penghancuran sampah organik oleh bakteri alami dengan bantuan udara dan suhu hangat. Composting bisa menjadi salah satu bentuk personal waste management sederhana yang  bisa dilakukan oleh siapapun dengan mudah. Hanya diperlukan kemauan dan konsistensi dalam melaksanakannya.

Mari berhitung dengan angka tentang seberapa besar dampak composting pada level sederhana, yaitu rumah tangga.

Berdasarkan pengalaman pribadi bahwa penulis menghasilkan sampah harian seberat 750 hingga 1.000 gram. Setelah dilakukan pemilahan maka dihasilkan sampah organik seberat 600 hingga 800 gram atau sekitar 80%.  Setiap harinya, sampah organik seberat itu bisa terkompos dengan baik dalam tiga lubang biopori dengan diameter 15 cm dan kedalaman 1,5 meter.  Pengomposan mandiri ini memberikan pengaruh positif dengan semakin jarangnya pengambilan sampah anorganik oleh tukang sampah. Selain itu, aroma tak sedap pun hilang dengan sendirinya. Bahkan dalam 3-4 bulan sekali, penulis bisa memanen kompos untuk meyuburkan tanaman di halaman depan rumah.

Lubang biopori (dokumen pribadi).

Pemilahan sampah merupakan bagian dari circular economy atau ekonomi melingkar yang bertujuan untuk menyimpan sumber daya dalam siklus tertutup. Dengan terbentuknya siklus material maka terbentuknya sampah di bagian akhir siklus bisa dihindari.

Kesuksesan pemilahan sampah ini sangat ditentukan oleh kerjasama antara pemerintah, penggiat lingkungan dan setiap elemen masyarakat yang ada. Sehingga dampak positif terhadap kelestarian energi dan sumber daya, penyelamatan lingkungan dan pertumbuhan ekonomi akan benar-benar terwujud di masa depan.

Membebaskan TPA dari beban berlebih

Kembali pada kesalahan persepsi terhadap makna TPA….

Jika masyarakat kita terus bersepsi bahwa TPA adalah Tempat Pembuangan Akhir, maka hal ini akan memberikan dampak negatif terhadap usia TPA karena masyarakat akan terus membuang seluruh sampahnya ke TPA. Hal ini tentu akan menyebabkan bertambahnya volume sampah secara eksponensial. Menumpuknya sampah inilah yang kemudian menjadikan umur TPA menjadi pendek.

Daftar TPA di Indonesia yang kapasitasnya hampir habis (sumber: Waste4Change).

Akan menjadi sebuah permasalahan lingkungan yang serius apabila sebuah kawasan tidak memiliki TPA yang sehat secara fungsi dan ideal secara kapasitas. Kebutuhan TPA yang ideal menjadi sebuah keharusan bagi kawasan urban yang menghasilkan sampah harian dalam skala besar. Oleh karenanya, untuk mejaga tingkat keidealan sebuah TPA maka kita harus mengirimkan sampah yang sudah dipilah saja menuju TPA demi memperpanjang umur TPA itu sendiri. Dengan begitu, kita bisa mengendalikan fungsi TPA secara berkelanjutan.

Tetapi mari kita lihat kondisi TPA sesuai dengan realita saat ini. Untuk melihat kemampuan sebuah TPA maka kita harus mengukur seberapa besar input sampah harian ke TPA.

Mari kita melihat kemampuan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang yang menjadi andalan Ibu Kota untuk memroses sampahnya. Berdasarkan data dari Dinas Lingkungan Hidup Jakarta bahwa sejak awal tahun 2019, dari 49 juta ton kapasitas maksimal TPST Bantar Gebang, saat ini hanya menyisakan 10 juta ton sebagai kapasitas tersisa. Jika volume sampah harian yang dibawa ke TPST berkisar 7.500 ton dan jika sampah dibuang tanpa pemilahan maka TPST Bantar Gebang akan penuh pada pertengahan tahun 2022. Mengerikan bukan?

Jika kita melihat data bahwa 39% dari keseluruhan sampah yang dibawa ke TPST Bantar Gebang merupakan sampah organik. Maka dapat diperkirakan, apabila pengomposan dilakukan di seantero kota, maka usia TPST Bantar Gebang bisa menjadi dua kali lebih lama. Tentu dengan menampung sampah anorganik yang tidak bisa didaur ulang saja, maka proses insenerasi dan pembetukan emisi Metana bisa ditekan dengan maksimal. Wah, keren bukan?

Sampah dalam angka (sumber: Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Provinsi DKI Jakarta).

Membangun Budaya

Membangun sikap peduli sampah memang membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Sebagai contoh, Jepang membutuhkan waktu lebih dari 20 tahun untuk membentuk pribadi warganya yang peduli akan sampah.

Seperti yang kita ketahui, chonaikai (gerakan masyarakat peduli lingkungan) mulai muncul pada pertengahan 1970-an dimana masyarakat Jepang mulai belajar memilah sampah dengan konsep 3R (Reduce, Reuse dan Recycle).

Adapun kunci sukses Jepang dalam mengelola sampah adalah

  1. Tingginya pemahaman masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah daur ulang.
  2. Tingginya tekanan sosial dari masyarakat apabila seseorang tidak membuang sampah pada tempat dan jenisnya. Sehingga tekanan sosial ini mampu menciptakan rasa malu pada siapapun yang melanggar. Rasa malu inilah yang kemudian menjadi kunci efektivitas dalam pengelolaan sampah di sana.
  3. Program edukasi yang masif perihal tata cara pengelolaan sampah sejak usia dini. Pendidikan pengelolaan sampah sudah diberikan sejak siswa duduk di bangku Sekolah Dasar.

Lalu, apakah suatu saat masyarakat kita bisa menyamai prestasi masyarakat Jepang dalam mengelola sampah?

Jawabannya adalah sangat bisa. Saat ini sudah banyak sekali gerakan masyarakat yang menaruh kepedulian pada sampah.  Beberapa Pemerintahan Daerah juga telah menaruh prioritasnya terhadap sampah dengan mengeluarkan peraturan daerah tentang pengelolaan sampah. Jika kita secara serempak mendukung semua perkembangan di atas dengan diiringi kesadaran diri dalam mengelola sampah yang kita hasilkan, maka tinggal menunggu waktu saja bagi masyarakat kita untuk bisa mensejajari prestasi Jepang dalam keberhasilan mengelola sampah.

Membangun sikap peduli sampah ibarat membangun sebuah budaya. Jika kita berhasil melakukannya maka di masa depan bangsa ini akan memiliki generasi yang peduli terhadap sampah.

Tingkat minimal yang harus dicapai atas budaya peduli sampah adalah kemampuan warga dalam mengolah sampahnya secara mandiri sehingga membantu mengurangi beban bumi.

Bisa dibayangkan, betapa bersihnya kota apabila pemilahan sampah menjadi aturan resmi bagi warga dan composting telah menjadi budaya penanganan sampah dari hulu. Kemudian dipadukan dengan aktivasi konsep Reduce, Recycle dan Reuse dalam pengelolaan sampah anorganik, maka kita tidak pelu membutuhkan TPA yang luas.

Selanjutnya gaya hidup less-waste ini harus kontinyu ditingkatkan untuk memastikan terjadinya keseimbangan lingkungan kawasan.

Kolaborasi Pengelolaan Sampah

Setelah membahas pemilahan sampah, apakah Anda ingin memaksimalkan pengelolaan sampah mandiri?

Baik sebelum menjawab pertanyaan tersebut, mari kita melihat beberapa fakta lain yang bisa digunakan sebagai rujukan untuk membahas pengelolaan sampah secara profesional.

Terdapat satu permasalahan utama lagi mengenai pengelolaan sampah di negeri ini. Berdasarkan data dari Asosiasi Pengusaha Sampah Indonesia (APSI) bahwa hingga saat ini, hanya 39% wilayah di Indonesia yang sampahnya tercover dengan baik. Sedangkan sisanya 61% adalah wilayah yang sampahnya belum tertangani dengan layak. Tentu rendahnya nilai kolektibilitas ini menunjukkan bahwa Indonesia masih membutuhkan keterlibatan pihak swasta untuk mengelola sampah yang berasal dari daerah yang sampahnya belum tercover.

Profil singkat Waste4Change (sumber: https://waste4change.com/).

Merujuk pada fakta tersebut, maka terdapat sebuah entitas lingkungan yang bisa kita jadikan tempat berkonsultasi yang tepat. Adalah Waste4Change yang merupakan salah satu entitas Waste Management Indonesia yang didirikan dengan tujuan menyelesaikan pengelolaan sampah dari hulu ke hilir melalui dukungan 4C yaitu:

  1. Consult yaitu menyediakan riset berbasis data serta masukan dari ahli-ahli persampahan dalam rangka mengoptimalkan solusi pengelolaan sampah.
  2. Campaign yaitu memfasilitasi program sosialisasi dan edukasi antar pemangku kepentingan untuk menciptakan perubahan ekosistem dalam rangka mewujudkan Ekonomi Sirkular.
  3. Collect yaitu memfasilitasi klien dengan pengangkutan sampah terpilah, tempat sampah terpilah, serta laporan mengenai alur sampah.
  4. Create yaitu memproses sampah yang terkumpul dengan cara bertanggung jawab untuk diubah menjadi material daur ulang.

Dalam konteks sampah rumah tangga maka Waste4Change berinisiatif menghadirkan Personal Waste Management Program untuk membantu siapa saja yang ingin memaksimalkan aktivitas pemilahan sampah dengan menghadirkan program pengelolaan sampah lanjutan demi memastikan bahwa sampah yang tersisa (anorganik) dapat di daur ulang dengan maksimal. Sehingga kita akan berkontribusi dalam mengkonversi masalah sampah ke dalam manfaat bagi lingkungan.

Salah satu program Personal Waste Managemet dari Waste4Change.

Apabila kita belum bisa bergabung dengan program Personal Waste Management di atas karena pihak Waste4Change sedang berfokus pada peningkatan kualitas layanan program tersebut, maka kita bisa  bisa mengikuti program Recycle With Us.

Program Recycle With Us sudah mampu menarik 3.200 pengguna layanan dan telah berhasil mendaur ulang sampah hingga 27.000 Kg. Program ini bertujuan untuk memudahkan pengguna layanan dalam mendaur ulang sampah anorganik secara bertanggung jawab sehingga sampah tersebut tidak berakhir di TPA ataupun di laut. Recycle With Us juga berkolaborasi dengan perusahaan atau brand yang sudah menerapkan konsep Extended Producer Responsibility dan berkomitmen mendaur ulang produk atau kemasannya.

Waste4Change menjadi penggiat Extended Producer Responsibility Indonesia dengan menjadikannya sebagai salah satu pelayanan yang memastikan pengelolaan sampah berlabel brand atau sampah produk kemasan kliennya diolah secara bertanggung jawab. Melalui layanan ini, Waste4Change juga akan memastikan bahwa kemasan bekas pakai produk klien mereka akan terkelola dengan baik dan tidak berakhir di TPA. Di lain sisi, program Extended Producer Responsibility juga akan menjaga brand kliennya dari penyalahgunaan produk kemasan yang tidak lagi terpakai. Dan program ini akan disempurnakan dengan pelaporan semua kemasan produk dari kliennya yang terkumpul dan di daur ulang sehingga data tersebut bisa dijadikan bahan pertimbangan untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan keberlangsungan bisnis setiap kliennya.

Selain berbagai manfaat dari program Extended Producer Responsibility, maka Recycle With Us juga menawarkan beberapa keuntungan lain secara personal, yaitu:

  1. Memastikan bahwa sampah yang disetorkan akan terdaur ulang secara bertanggung jawab.
  2. Proses daur ulang sampah anorganik yang dihasilkan dari rumah menjadi sebuah proses yang mudah, menyenangkan dan tidak merepotkan.
  3. Dan setiap sampah kemasan dari brand program yang disetorkan ke Waste4Change dapat ditukar dengan berbagai macam produk. Wahhh, asyikk kann?….

Nah, dari sekian banyak informasi tentang pengelolaan sampah di atas, Marilah kita mulai melakukan pemilahan sampah demi keberlangsungan bumi dan generasi.

“Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Menulis Blog Waste4Change Sebarkan Semangat Bijak Kelola Sampah 2021

Nama penulis: Donny Suryanto”

#BijakKelolaSampah

#HariPeduliSampahNasional

Beberapa sumber penulisan:

  1. https://waste4change.com/
  2. https://m.liputan6.com/
  3. https://m.cnnindonesia.com/
  4. https://diskominfotik.jakarta.go.id/
  5. https://www.indozone.id/
  6. https://web.facebook.com/Kesehatanlingkungan.id/

Leave a Reply