Masjid hijau dominan putih itu terlihat jelas dari gerbang istana. Itu adalah masjid berumur 111 tahun yang menjadi kenangan kebesaran Kesultanan Deli. Menurut cerita, Sang Sultan berkehendak membangun masjid lebih elok daripada istana yang beliau tinggali sebagai bakti buat agama. Jadi istana dan masjid adalah satu paket arsitektur karya Sultan Deli yang harus kalian kunjungi ketika berada di Medan.
Langkah tak sabar membuatku terengah penuh keringat dan punggung yang semakin pegal karena terbeban oleh backpack bahkan telah kupanggul selama 4 jam semenjak keluar dari Kualanamu.
“Satu, dua, tiga, empat, lima, enem, tujuh, delapan….Oh delapan segi”, gumam hati ketika aku mengelilingi setiap bidang luar masjid tertua di Medan itu. Kubah utamanya yang berwarna gelap di kelilingi oleh tiga kubah kembar. Bentuk yang unik dan jarang kutemukan di masjid manapun.

Adzan Dzuhur menegurku untuk segera mematikan kamera dan mensucikan diri di sebuah bangunan terpisah di timur masjid.

Usai menitipkan sepatu aku melangkah di jalur beralas karet menuju ruangan ibadah masjid. Aku bak orang kampung yang celingukan kesana kemari memperhatikan interior masjid yang sangat menawan.

Delapan pilar penyangga yang dilapisi marmer yang konon didatangkan oleh Meneer Tingdeman dari Italia. Dipadukan dengan keelokan lampu gantung bak kue ulang tahun terbalik khas Perancis. Kemudian dinding di berbagai sisi di cipta mirip lengkungan pintu Spanyol dengan kaca patri besar buatan Tiongkok. Kemudian nuansa islam Taj Mahal direpresentasikan pada motif dinding dan ukiran mimbar….MENAKJUBKAN.

Selepas shalat, aku mengamati para rombongan mudi Aussie mengunjungi masjid dengan menggunakan jilbab yang disediakan masjid. Mereka tampak terpesona ketika memasuki pintu masjid.
Beberapa jamaat masjid terlihat menuju makam disisi barat untuk berziarah ke makam para Sultan. Masjid Al Mashun terlihat khusyu’ luar dalam.
Tahukah kamu makna kata “Al Mashun”….”Diperlihara” adalah makna namanya.

Aku mencoba mendekati sisi Jalan Sisingamangaraja untuk menikmati masjid dari kejauhan. Keindahan semakin menjadi ketika aku mengamatinya dari atas jembatan penyeberangan itu.

Begitulah petualanganku di destinasi kedua Medan….Yuk ikut aku lagi ke destinasi bagus lainnya!.
Sekilas arsitekturnya mirip Masjid Raya Baiturrahman ya, Mas? Pas lewat sana saya kira dulu diportal balik ke Banda Aceh. Hahaha… Tapi kubah hitam begini banyak diadopsi masjid-masjid komunitas Melayu. Masjid Kapitan Keling di Penang (juga Masjid Jamek di KL) kayaknya juga kubahnya warna hitam.
Oh iya ya…kepiten keling ite juga ya…ga inget padahal maghriban disana….kalau masjid jamek item juga ya…hahaha lupa.
Kayaknya sih Mas. Hehehe… Karakter desainnya juga sama sih. 😀
Iya pasti sama deh….sebangsa Melayu punya arsitektur sama