Melongok Percikan Syurgawi di Samosir.

<—-Kisah Sebelumnya

Mengatur kecepatan dan meliuk-liuk menghindari kerikil jalanan Samosir menjadi pelajaran yang harus kukuasai dengan cepat.  Jika tak lulus, niscaya kerikil itu akan menghempaskanku di jalanan.

Dua insiden senggolan mobil mewarnai hariku di sana. Fokusku tak pada insidennya, tetapi pada kelucuan mereka beradu mulut di tengah jalanan yang membuat jalanan mengular panjang karena mereka menomorduakan untuk meminggirkan mobil.

Apalagi yang kudapat,….

Para kerbau yang menyeberang mandiri di jalanan, lalu lalang sang babi hitam yang lebih besar dari seekor kambing  atau si anjing yang menjadikan aspal sebagai kasurnya adalah pemandangan berharga yang tak kusua di ibu kota.

Dipadu dengan bangunan sekolah yang tepat berada di bawah perbukitan Toba menjadikanku tak habis fikir, kenapa tak dari dulu Aku menikmati keindahan ini….bukannya liat “rumah sendiri” malah suka nyambangi “rumah orang”….#malingdonkguweh

“I love this island”, Doi bergumam….Ya iya lah say, Kamu kan di belakang bisa lihat sana-sini dengan leluasa disbanding Aku yang harus banyak melihat aspal. Go Pronya selalu on untuk mendokumentasikan Samosir dan dibawanya ke Aussie….but it’s OK, Aku masih punya memori di otak yang cukup untuk menyimpannya….#alasanbokektakbisabeligopro

Pelebaran jalan menjadikan beberapa bagian menjadi jalur lambat dan tumpahan tanah basah menjadikannya licin. Belum lagi banyaknya serangga kecil yang bisa menerjang mata telanjang, selalu pakailah kaca mata atau helm berkaca jika disana.

Jangan pernah mencari POM Bensin, Aku gagal menemukannya. Lebih baik isi penuh di warung bensin eceran begitu Kau melihatnya, sebelum Kau masuk ke area perbukitan yang minim warung.

Perjalanan 2 liter pertalite Kumulai untuk bersua dengan “Sang Efrata”, air terjun mungil di Kecamatan Harian. Keluar dari jalan utama melewati jalan berbatu perkampungan menjadikanku pengunjung pertama di tempat itu, jangankan pengunjung, penjaga tiket pun belum datang. Mayan lah…free venue. Kusembunyikan motor sewaan di balik kantor pengelola, karena akan kutinggal beberapa saat menuju air terjun dibalik bukit kecil.

Meninggalkannya, aku segera menuju ke waterfall terdekat yaitu “Sang Naisogop”. Menuju ke utara Aku memacu sepeda motor dengan leluasa karena jalanan begitu bagus walau meliuk tajam menaiki dan menuruni bukit. Sejauh mata memandang Kamu akan takjub dengan keindahan Toba dari atas.

Air terjun Naisogop ini letaknya berada diatas perbukitan. Pengemudi motor harus sedikit mahir dalam menanjak. Motor harus diletakkan jauh dari lokasi jadi harap dikunci ganda untuk keamanan.

Meninggalkan Naisogop, satu yang selalu kuingat adalah keramahan para warga dibawah air terjun. Setiap Kami lewat selalu ditawari kopi untuk sejenak beristirahat.

Aku memacu motor sewaanku menuju Aek Rangat, Pemandian tersohor di Samosir, Bau belerang mulai menusuk ketika roda motor mendekati area. Melewati papan nama Aek Rangat, Aku tak kunjung menemui sumbernya, malah Aku terlewat dari lokasi karena tak jelasnya letak sumber.

Penjelasan seorang ibu penjaga pos akhirnya menuntunku. Aku mulai curiga ketika perbukitan gundul putih itu tak ada aktivitas. Benar saja ketika mendekat, cekungan besar itu kering dan hanya ada hamparan pipa PVC yang kusut tersusun. Rupanya semenjak 2 tahun lalu, air hangat itu dialirkan kekolam-kolam milik warga untuk menjadikannya bisnis rumahan.

Niatku untuk mandi di kolam umum alami pun pupus dan tak lagi berniat mandi air panas dikolam milik warga walaupun hanya dihargai 10ribu sekali berendam. Menurut pemilik kolam, sebetulnya bisnis utamanya tak terletak pada kolamnya tetapi pada restonya. Tamu makan di resto lalu lanjut mandi di kolam.

Berniat hendak pulang, ditengah perjalanan hatiku tertelisik dengan wisata Pantai Pasir Putih Parbaba. “Do yu want to see Parbaba Beach?”. Doi bingung masa iya ada pantai di danau…..Ahai, menikung sebentar, ini lah yang kulihat gaes:

Aku mencoba menikmati pantainya walaupun sedikit cemburu karena doi sibuk meladeni foto dengan para pemuda bak artis…..#asemtenanwooiudahwooi.

Akhirnya waktu jua yang akhirnya memisahkan Kami, sore itu Aku harus mengejar Bus INTRA ku di Pematang Siantar yang kubooking sehari sebelumnya lewat telpon dan akan barangkat pukul 19:00. Kembali ke homestay dan meninggalkan Doi disana untuk berpisah dan kelak akan bersatu kembali….#ngarepdotcom.

Bye Bye Samosir, Bye Bye Toba.

Kisah Selanjutnya—->

Dibalik Hematnya Bagus Bay Homestay

<—-Kisah Sebelumnya

Aku melompat ke dalam melalui jendela setelah Mbak Resepsionis tak mampu membuka pintu kamar. Berhasil masuk dan “klik”, terbukalah pintu dengan sekali putaran. 

Memilih penginapan adalah masalah selera. Tapi buatku dormitory tetaplah nomor satu. Menjaga kantong demi langgengnya cita-cita….traveling…. #bokisbanget

Setelah sedormitory di Medan, Aku bertemu Eloise kembali disini. Kutunjukkan tarianku bersama Si Gale-Gale kepadanya. Cekikikan melihat polahku menari. Bercerita banyak tentang tripnya menuju Toba, Dia merasa kurang nyaman melihat banyak orang merokok di bus sementara terdapat anak-anak.

Kelelahan membuatku tertidur hingga jam 8 malam. Beruntung ada air hangat di kamar mandi bersama. Menuju lobby yang sekaligus resto, Aku menikmati malam dengan melihat live accouctic ditemani sebotol coca cola.

Kulihat Eloise dipojok dan bicara dengan staff sambil menunjuk peta. Kupikir Dia sedang mempersiapkan tripnya besok. Terlihat juga pria bule berambut panjang yang terus menambah botol bir nya. Tak kusangka Dia akan menjadi room mateku di sebuah dormitory di Bukittinggi 2 hari kemudian. Di Bukittinggi, Aku mengenalnya akrab sebagai Noah, insinyur pertambangan asal California.

Mengetahui keberadaanku, Eloise mendekat dan duduk didepanku, menanyakan rencanaku esok hari dan bagaimana mengeksekusinya. Kujelaskan sedetail mungkin dan sepertinya Dia tertarik dan diakhir pembicaraan Dia memutuskan untuk mengajak naik motor berboncengan membelah Samosir.

Seorang Vegan dan tidak mengkomsumsi alkohol. Wajar Dia tidur lebih cepat malam itu.

Saran staff homestay mengantarkanku menuju ke sebuah rumah di seberang Homestay untuk menyewa motor seharga 60 ribu buat perjalananku esok hari. Disuguhi teh hangat dan berbincang dengan Si Ibu setelah ketahuan rumahku ternyata dekat dengan rumah anaknya yang tinggal di Jakarta.

Morning Samosir……                                                                                               

Semua penginap belum bangun, Aku sudah berkeliling melihat kesibukan masyarakat. Siswa yang bercanda di perjalanan, para orang tua yang berjogging, beberapa warga memberi makan hewan peliharaan dan para anak muda yang membersihkan bar sisa pesta semalam .

Kutemukan jalanan tertinggi di Tuk Tuk untuk melihat sunrise dengan leluasa. Tepian danau yang sudah menjadi area perhotelan mengharuskanku menikmati sunrise dengan caraku sendiri.

Aku juga sempatkan berkeliling ke fasilitas umum homestay. Mengitari lapangan volley dan duduk dibangku taman.

Mengunyah onde-onde kering yang masih ada saja dari kemarin menjadikan sarapan gratis pagi itu.

Tepat jam 7, Aku mengambil motor sewa. Motor baru yang belum berplat nomor membuatku bersemangat tapi sedikit khawatir akan Polisi. Pemilik motor meyakinkan “kalau ditangkap Polisi bilang saja milik Homestay, Polisi akan tahu kalau Abang turis apalagi bawa bule”….Wokelah lanjut.

Yuk kita berangkat eksplor Samosir.

Kisah Selanjutnya—->