Usai mengambil foto terakhir Museum Sultan Mahmud Badaruddin II dari pelatarannya, aku memutuskan pergi. Tetapi aku mengambil jalan lain untuk keluar dari area museum, hal ini dikarenakan jalur utama untuk memasuki museum sedang ditutup karena aktivitas renovasi.
Dengan terpaksa aku harus melakukan perbuatan tak sopan, aku harus menginjak rumput untuk keluar dari sisi samping. Melompati saluran drainase maka tibalah aku di sisi selatan Jalan Dr. AK Gani. Nama jalan ini merujuk pada Dr. Adnan Kapau Gani, seorang tokoh Pahlawan Nasional Indonesia yang pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri pada tahun 1947.
Jalan itu menampilkan bentangan tembok setebal dua meter layaknya dinding pertahanan. Tertarik dengan nuansa klasiknya maka aku menyusuri sekeliling tembok tua tersebut ke arah selatan. Hingga tiba di ujung jalan, aku memindahkan langkah menuju barat, masih menyusuri jalur di sepanjang dinding. Jalur tersebut tak lain lagi adalah Jalan Sultan Mahmud Badaruddin, yang merupakan jalan utama selebar empat meter yang melintas di sisi depan Benteng Kuto Besak.
Benteng Kuto Besak sendiri adalah benteng berusia hampir dua setengah abad dengan luasan tak kurang dari lima hektar. Benteng ini pada masa keemasannya adalah bangunan Keraton Kesultanan Palembang Darussalam. Hanya saja, saat ini Benteng Kuto Besak digunakan sebagai markas Komando Daerah Militer (KODAM) II Sriwijaya.
Tiba di titik utama, maka aku tertegun dengan sebuah gerbang besar berjuluk Lawang Koeta Besak yang merupakan pintu utama untuk memasuki area benteng. Hanya karena telah menjadi bangunan markas militer, maka di pintu gerbang utama itu terdapat pos penjagaan militer yang dijaga beberapa serdadu bersenjata.

Sepenuhnya aku paham bahwa tak sembarangan orang bisa memasuki area dalam Benteng Kuto Besak dengan mudah. Tetapi aku yang diselimuti rasa penasaran mendalam, berusaha untuk mendekati salah satu serdadu yang sedang berjaga.
“Selamat siang, pak. Saya Donny, wisatawan dari Jakarta. Apakah saya bisa masuk ke dalam Benteng Kuto Besak untuk melihat-lihat?”, aku memberanikan diri untuk memulai bertanya.
“Oh, maaf pak. Ini kantor militer, setiap orang tidak boleh sembarangan masuk demi keamanan”, dia menjawab tegas sembari memegang senapan laras panjang di tangan kanannya.
“Oh, baik pak jika demikian. Terimakasih ya, pak”, aku menjawab tegas dan singkat tanpa memunculkan opsi bertanya kembali.
Aku pun pergi meninggalkan gerbang utama Benteng Kuto Besak. Aku lebih memilih untuk menepi di salah satu titik Jalan Sultan Mahmud Badaruddin. Aku memutuskan untuk mengambil beberapa gambar menarik dari luar benteng.

Aku yang termangu menikmati kegagahan Benteng Kuto Besak pun masuk ke dalam imajinasi masa lalu. Membayangkan bagaimana pada masa kemakmuran Kesultanan Palembang Darussalam. Memperkirakan bagaimana bentuk aktivitas anggota kerajaan di dalam Benteng Kuto Besak dan aktivitas perdagangan rakyatnya di sekitaran Sungai Musi yang membentang memanjang di depan benteng.
Aktivitas masa lalu yang klasik dan luar biasa tentunya…….
2 thoughts on “Benteng Kuto Besak: Imajinasi Indah Masa Lalu”