Menuju Pantai Ujung Genteng: Berbagai Panorama Menanti

Hampir genap dua belas bulan semenjak perjalanan terakhir ke Kawasan Timur Tengah, passionku hampir saja membeku karena terpaan pandemi COVID-19 yang merambah ke seluruh dunia.

Praktis, aktivitasku sebagian besar kuhabiskan di dalam rumah saja. Bahkan masa lebaran pun dengan khidmat kurayakan jauh dari kampung halaman. Hingga rasa jenuh mendalam di akhir tahun berbisik ke dalam hati untuk memberanikan diri keluar rumah.

Dalam rasa setengah tertantang dan khawatir, tetiba pikiranku teringat akan sebuah destinasi yang sejak lama belum juga terkunjungi.

Sekiranya aku telah mengkhatamkan beberapa kawasan pesisir tanah Sunda bagian barat seperti deretan pantai di Pelabuhan Ratu, Pantai Sawarna, Pantai Anyer, Pantai Carita dan pantai di Tanjung Lesung. Tetapi ternyata belum dengan Pantai Ujung Genteng.

Mungkin inilah saatnya mencairkan kebekuan karena sebelas bulan masa pandemi hanya berada di dalam rumah saja. Walaupun belum tersentuh vaksinasi sama sekali, akhirnya aku memutuskan untuk berangkat menuju Pantai Ujung Genteng.

Karena jaraknya yang mencapai dua ratus kilometer dari kediamanku di Jakarta Timur, aku memutuskan untuk berangkat pada dini hari dengan harapan bisa tiba di Pantai Ujung Genteng saat pagi hari dan aku bisa kembali lagi ke Jakarta di kesorean harinya.

Menyempatkan lelap lebih awal, aku terbangun pada pukul dua pagi, untuk kemudian menginjak pedal menyusuri Jalan Tol Jagorawi.

Sedikit menyisakan rasa kantuk, aku.sesekali meyeruput kopi panas dari tumbler ukuran sedang yang kuletakkan di pintu kanan. Sebelum berangkat, aku memang menyempatkan diri menggerus biji kopi robusta untuk kemudian kuseduh di dalam tumbler.

Memenuhi isi tangki bahan bakar di Rest Area Cibubur, perjalanan kembali berlanjut di ruas tol Bocimi dengan arus yang sangat lancar. Keluar di tol gate Cigombong, aku melanjutkan perjalanan melewati jalur reguler dengan menyusuri daerah Cicurug, Parung Kuda dan berhenti sejenak di Cibadak untuk menunaikan shalat Subuh di dalam mobil.

Isi bahan bakar dahulu….

Kembali melanjutkan perjalanan maka pukul enam pagi aku sudah berhasil menggapai Desa Citarik dengan tengara utama Jembatan Cimandiri. Semenjak itu, jalanan menampilkan pedesaan yang asri, area hutan dan hamparan panorama pegunungan di satu titik dan panorama lautan di titik lain.

Pada satu titik di Desa Kertajaya aku bisa menikmari nuansa pegunungan yang membiru. Sedangkan di beberapa titik, pegunungan itu dihiasi oleh penaorama lautan yang menyelinap diantara sisi-sisi gunung.

Lepas dari perjalanan di Desa Kertajaya, pemandangan berubah menjadi perkebunan teh, Perkebunan Teh Surangga namanya. Perkebunan teh yang rapi itu menjadikan suasana jalanan menjadi lebih elok karena di sejauh mata memandang hamparan tanaman teh dengan tinggi seragam menjadikan lahan di kiri kanan jalan layaknya karpet alami yang meliak-liuk mengikuti kontur tanah sekitar.

Jembatan Cimandiri.
Pemandangan dari Desa Kertajaya.
Indah banget kan….?
Memasuki area Perkebunan Teh Surangga.

Pemandangan elok tak berhenti di situ, tepat di daerah Waluran, suasana berubah menjadi hutan berkabut yang membuat jarak pandang menjadi sangat pendek. Justru proses perjalanan yang penuh kehati-hatian itulah yang akhirmya mengekspos dengan jelas kontur hutan dikiri kanan jalan untuk dinikmati.

Lewat sedikit dari pukul delapan pagi, perjalananku memasuki segmen akhir ketika aku melintas di perkebunan di Jalan Surade-Ujung Genteng.

Kabut di daerah Waluran.
Nah udah kelihatan kan pantainya?….Tuh.

Sebentar lagi aku sampai…..

Leave a Reply