Bermula di Masjid Raya Singkawang dan Ditutup di Rumah Keluarga Tjhia

<—-Kisah Sebelumnya

Usai bersarapan, maka kondisi badan menjadi lebih tenang. Aku melipir di belakang Vihara Tri Dharma Bumi Raya untuk menembus Jalan Niaga sisi utara.

Bertemu jalan yang kumaksud, aku berbelok menuju utara. Jalan Merdeka menyambutku beberapa menit kemudian. Maksud diri menyusuri jalanan ini adalah untuk mengunjungi masjid utama kota bercorak hijau-putih. Ya benar, masjid yang aku kunjungi ini berjuluk Masjid Raya Singkawang.

Masjid yang indah bukan ?

Aku menemukannya dengan mudah. Tetapi entah kenapa gerbang masjid tertutup sangat rapat. Menjadikan niatan hati untuk menjalankan shalat Dhuha terurungkan.

Berdiri tepat di sebelah gerbang membuatku begitu tak leluasa menikmati keindahan masjid ini. Hal ini dikarenakan, lokasi masjid yang secara langsung diapit oleh tiga jalan raya sekaligus, yaitu Jalan Merdeka di sisi timur, Jalan Jenderal Ahmad Yani di sisi selatan dan Jalan Mesjid di sisi utara. Ketiga jalan itu saling bertemu dan membentuk lokasi segitiga yang secara keseluruhan ditempati oleh Masjid Raya Singkawang.

Posisi yang kurang nikmat untuk menikmati keindahan masjid membuatku menyeberang jalan dan mengambil satu posisi di sisi tertimur Jalan Merdeka sehingga aku bisa mengambil gambar dengan lebih baik.

Aku terduduk menikmati suasana di sekitar masjid pada sebuah bangku kosong milik kedai makanan bertenda yang tampak tutup. Mungkin ini adalah kedai makanan yang akan beroperasi di malam hari.

Setelah merasa cukup puas menikmati keindahan masjid, maka aku kembali melangkahkan kaki melintasi sebuah jembatan yang mengangkangi Sungai Singkawang di sebuah ruas Jalan Budi Utomo.

Melangkah di sepanjang Jalan Budi Utomo aku cukup terkesima dengan keotentikan bangunan-bangunan tua disepanjangnya yang tampak sangat hidup karena termanfaatkan secara maksimal untuk kegiatan bisnis.

Tujuanku kali ini adalah mengunjungi Rumah Keluarga Tjhia yang berada di daerah Condong. Sampai di pertengahan ruas Jalan Budi Utomo, tepat di sebelah Toko Hari Hari, aku melihat keberadaan gerbang pada sebuah gang berwarna merah terkombinasi kuning.

Tak salah lagi, itu adalah gang masuk menuju ke Rumah Keluarga Tjhia. Aku pun dengan percaya diri memasuki gang tersebut. Membaca plang nama, aku baru tahu bahwa gang itu bernama Gang Tradisional dan di ujung gang terdapat gapura bertajuk “Kawasan Tradisional” yang tepat berada di bantaran Sungai Singkawang.

Tampak beberapa tukang batu sedang khusyu’ bekerja memperbaiki jalur pejalan kaki di sisi sungai. Sedangkan sebuah peta Singkawang Heritage ditampilkan dalam papan informasi pada pekarangan di luar gerbang Rumah Keluarga Tjhia. Pekarangan bagian luar itu juga menyediakan tempat duduk berbahan besi yang bisa dipergunakan untuk sekedar menikmati suasana tradisional kawasan ini.

Aku mulai memasuki pekarangan bagian dalam. Sungguh arsitektur Tionghoa sangat melekat pada rumah ini ketika aku memasukinya untuk pertama kali. Masih mempertahankan kayu ulin sebagai bahan utama konstruksi, menjadikanku tak heran jika rumah ini telah bertahan selama lebih dari satu abad lamanya.

Bangunan utama Rumah Keluarga Tjhia terletak di bagian dalam, yaitu berupa kelenteng yang bisa digunakan oleh masyarakat umum untuk beribadah. Sedangkan bangunan terdepan dalam kompleks Rumah Keluarga Thjia ini dahulu adalah bekas kantor dagang yang dimiliki oleh si empunya rumah yang kini telah berubah menjadi sebuah aula umum.

San Kheu Jong Kopitiam….Salah satu resto di Jalan Budi Utomo.
Gerbang masuk Rumah Keluarga Tjhia.
Salah satu bangunan yang terletak paling depan.
Exs kantor dagang….Sekarang difungsikan sebagai aula.
Altar abu di bagian belakang.

Rumah Keluarga Tjhia adalah sebuah cagar budaya yang menunjukkan peran serta warga keturunan Tionghoa dalam membangun perekonomian bangsa, terutama perekonomian Singkawang pada masa keemasan Chia Siu Si yang merupakan perantau asal Xiamen dan sukses merintis perkebunannya di Singkawang.

Satu keunggulan lagi dari rumah ini adalah Choi Pan Tho Ce nya yang memiliki masakan Choi Pan yang sangat enak.

Dan pada akhirnya, Rumah Keluarga Tjhia adalah destinasi terakhirku di Singkawang, karena tengah hari nanti aku harus segera kembali ke Pontianak.

Saatnya bebenah dan kembali ke penginapan.   

Kisah Selanjutnya—->