Malam Terakhir di Kochi

<—-Kisah Sebelumnya

Aku bergegas menuruni anak tangga di Stasiun Aluva demi mengejar airport bus yang akan melewati Service Road yang berada di bawah stasiun. Karena Stasiun Aluva adalah stasiun layang yang berada di atas jalan itu.

Menepi di salah satu sisi, aku melihat kedatangan bus berwarna oranye dari sisi kanan. Aksara India yang berada di kaca depan berhasil memunculkan ragu. Untuk memastikan bahwa bus itu menuju bandara, aku memberanikan diri bertanya kepada wanita muda yang kebetulan akan melintas di trotoar dimana aku menunggu. Dilihat dari penampilannya, aku menebak bahwa wanita muda penuh gaya itu pastinya seorang karyawati kantoran. Dilihat dari blazer hitamnya yang rapi dan sepatu kerjanya yang mengkilat.

Yes, Sir. That bus goes to airport”, dia menjawab pertanyaanku sembari melemparkan senyum.

Mengucapkan terimakasih kepadanya, aku segera menaiki bus itu yang beberapa saat sebelumnya berhenti di depan halte.

Bus itu tampak penuh, tetapi si kondektur laki-laki bertubuh kurus itu menunjukkan satu kursi paling belakang yang masih kosong. Aku mengangguk dan bergegas mengakuisisi bangku itu.

Satu kejadian yang membekas hingga saat ini adalah ketika si kondektur itu menagih ongkos 42 Rupee kepadaku. Karena tak ada uang bernominal kecil, menjadikanku tak bisa membayar tarif tersebut. Bersyukur seorang pria muda yang duduk di sebelah kiri berbaik hati menukar uangku dengan pecahan kecil sehingga aku bisa membayar ongkos bus tersebut.

Thank you, Sir for your kindness

Welcome…”, dia menggeleng-gelengkan kepala sambil tersenyum menjawabnya.

Semakin mendekati bandara, tatapanku tertuju dengan pemandangan di sisi kanan jendela bus. Mencoba mengamati dengan seksama, aku baru tersadar bahwa yang kulihat adalah ladang panel surya yang teramat luas. Aku masih belum faham untuk apa panel surya diinstalasi di ladang seluas itu.

Pertanyaan itu akhirnya terjawab ketika aku iseng melakukan browsing di sebuah penginapan di Dubai. Maklum selama di India aku tidak berhasil mendapatkan jaringan internet untuk melakukan browsing.

Halte bus dekat Stasiun Aluva.
Airport bus yang kunaiki.
Ladang panel surya dekat bandara.

Jawabannya adalah Cochin International Airport ternyata menggunakan energi listrik tenaga surya untuk pengoperasiannya.

Mengikuti rute airport bus yang kunaiki, mau tak mau, aku harus turun di dalam area bandara. Tetapi setelahnya, untuk menuju penginapan tentu tak susah karena Hotel Royal Wings yang kuinapi hanya berjarak  satu setengah kilometer dari bandara.

Dalam dua puluh menit melangkah akhirnya aku tiba….

Di meja resepsionis, aku segera mengambil backpack yang sedari pagi kutitipkan, setelahnya seorang staff hotel tanpa seragam mengantarkanku menuju lantai dua.

Memasuki kamar, aku segera membongkar semua isi backpack dan menumpahkannya di atas kasur. Sudah menjadi kebiasaanku untuk mengecek ulang keberadaan perlengkapan-perlengkapan penting dalam perjalanan. Usai memastikan semuanya lengkap, aku segera memutuskan untuk mencari makan malam.

Tetapi baru saja melangkah keluar kamar, staff hotel yang tadi mengantarkanku datang kembali.

You are in the wrong room, I’m sorry, can I switch to other room, Sir?” dia menyampaikan informasi.

Oh, Okay….No problem”, aku menjawab.

Aku pun memasuki kamar kembali dan bermaksud mengepack kembali semua perlangkapan yang sudah berantakan di atas kasur.

Rupanya staff ini melongok sebentar dari pintu. Setelah mengetahui bahwa kamar yang kumasuki sudah berantakan maka dia mengurungkan niat untuk memindahkanku.

Sir, I’,m sorry, I think it will be busy if you switch your room. So better, you are still here”, dia sepertinya menyerah menungguku yang sedang melakukan packing.

Akhirnya aku pun tetap akan menginap di kamar yang sama.

Usai mendapatkan kepastian nomor kamar maka segera melakukan rutinitas lain.

Aku menuruni tangga dan duduk di lobby. Aku berfikir keras karena SIM Card yang tak kunjung berfungsi semenjak kubeli pagi sebelumnya telah memblokade diriku dari informasi apapun. Sebetulnya aku hanya ingin mengecek penerbangan esok pagi, apakah ada perubahan jadwal atau tidak. Oleh karenanya, demi memastikan, aku harus mengecek email. Karena setahuku, runway Cochin International Airport sedang direnovasi yang menyebabkan banyak penerbangan terkena delay tadi pagi.

Aku terpaksa meminta password untuk bisa mengakses WiFi penginapan kepada si pemilik yang sedang duduk di meja resepsionis.

“This is the password…Don’t use it to access video, Okay !”, dia berpesesan dengan muka serius.

“Oh Okay, Sir. I just want to check my flight information for tomorrow. Just it, no more”,

“Okay…Okay”, dia menggeleng-gelengkan kepalanya.

Hmmhhh…Baru kali ini menginap di hotel yang pemakaian WiFinya dibatasi….Aneh bin ajaib memang India.

Aku lega, karena tidak ada informasi lanjutan apapun mengenai penerbanganku esok pagi.

Maka langkah selanjutnya yang kulakukan adalah mencari money changer untuk menukarkan Rupee tersisa ke Dollar Amerika. Di beberapa money changer dekat penginapan, aku mendapatkan penolakan karena jumlah Rupee yang akan kutukarkan menurut mereka jumlahnya sangat kecil.

Aku tentu tak menyerah begitu saja. Sekecil apapun Rupee tersisa yang kupegang tentu sangat berharga dalam perjalanan berikutnya.

Bersyukur aku menemukan money changer rumahan di sekitar hotel, money changer kecil itu dengan sigap menerima sisa Rupee yang kupunya. Akhirnya aku mendapat tambahan 7 Dollar Amerika untuk perjalanan berikutnya.

Menggenapkan aktivitas di malam terakhirku di Kochi maka kuputuskan untuk segera berburu makan malam. Tak susah mencari makanan halal hingga pada akhirnya aku memilih duduk di salah satu kursi Al Madheenaa Restaurant.

Memesan seporsi butter rice dan segelas chai, aku menikmati makan malam terahirku di Kochi. Aku benar-benar menikmati menu terenakku selama di berpetualang di Kochi.

Di akhir sesi makan malam, aku membayar 120 Rupee dan bergegas meninggalkan restoran tersebut dan masih membawa sedikit Rupee tersisa yang cukup kugunakan untuk membeli sarapan esok pagi.

Restoran dekat penginapan. Dijamin halal.
Hmmhh….Alhamdulillah, menu begitu aja sudah paling nikmat.

Aku terburu langkah kembali ke penginapan….

Malam itu aku harus mencuci t-shirt dan celana panjang yang telah kukenakan seharian. Tanpa pikir panjang, setiba di kamar aku dengan cekatan mencucuinya lalu mengangin-anginkannya di bawah kipas kamar. Aku berharap esok pagi sudah bisa melipatnya dalam kondisi kering.

Saatnya untuk bersantai dan beristirahat. Hotel itu memang tampak super sederhana. Bagaimana tidak, televisi tabung model lama yang tersedia hanya menampilkan tak lebih dari lima channel sehingga rencana untuk meghibur diri menjadi gagal total.  

Oleh karenanya, aku lebih memilih untuk mengemas perlengkapan ke dalam backpack dan segera beristirahat supaya esok hari badan kembali segar.

—-****—-

Pukul lima pagi aku terbangun….

Mengguyur badan dengan air hangat, bermunajat kepada Allah dalam Shalat Subuh dan memastikan semua perlengkapan tak tertinggal maka aku memutuskan untuk segera melakukan check-out.

Aku check-out menjelang pukul enam pagi, lalu bergegas menuju kedai jajanan di dekat penginapan untuk menyantap sarapan secara sederhana saja. Tiga potong jajanan lokal kusantap dengan lahap lalu kulengkapi dengan menyeruput secangkir chai panas untuk menghangatkan badan di tengah dinginnya udara pagi kota Kochi.

Can this change be exchanged for any food?”, aku menyerahkan semua uang recehku kepada si pemilik kedai. Dengan sigap dia memasukkan beberapa potong jajanan ke dalam kantong plastik.

Dengan penuh senyum aku menerimanya lalu menyelipkannya ke dalam folding bag. Sekantong plastik jajanan itu bisa kugunakan untuk makan siang nanti ketika transit di Colombo.

Kulanjutkan langkah menuju bandara. Tetapi gundah kembali menggelayuti. Mungkin aku kekurangan literasi dalam persiapan berpetualang sehingga menjadikanku khawatir akan Dubai yang konon sangat ketat dalam aturan mambawa obat-obatan.

Menurut sumber yang aku baca, harus ada permohononan izin secara resmi yang bisa diajukan secara online kepada otoritas Uni Emirat Arab jika ingin membawa obat-obatan. Dan aku tak sempat menyiapkannya.

Oleh karena itulah, aku harus mengambil keputusan gegabah ini. Aku yang tak mau ambil pusing akhirnya membuang sekantong obat yang kubawa di sebuah tong sampah di dekat kedai. Hal bodoh yang mungkin pernah kulakukan. Semenjak detik itu pula, aku sudah melakukan perjudian besar, yaitu mengeksplorasi kawasan Timur Tengah tanpa obat-obatan sama sekali.

Oh, Donny….Si cowboy backpacker….

Kisah Selanjutnya—->

Hotel Royal Wings: Mencicip Appam, Elai Adai dan Samosa

<—-Kisah Sebelumnya

Gelap masih menaungi langit Kochi ketika penanda waktu menunjuk angka enam. Membuat nyali ciut demi melangkah menuju penginapan yang sesungguhnya hanya berjarak satu setengah kilometer. Aku memutuskan untuk tetap duduk di ruang tunggu arrival hall Cochin International Airport Terminal 3.

Tapi ternyata….

Saking kantuknya, aku malah duduk terlelap memeluk backpack….

Sedikit melebihi pukul delapan, aku tersentak bangun. Cahaya terang telah menembus dinding kaca bandara. Aku melangkah pergi melewati seorang tentara bersenjata laras panjang yang dari dini hari tadi setia menjaga exit door bandara.

Aku berjalan memotong drop-off zone, melewati tepian car parking zone, melintasi kesibukan di Chili Restaurant lalu tiba di gerbang utama Cochin International Airport yang cantik berhiaskan surya yang membulat di ufuk timur.

Selepas melewati gerbang eksotik itu, aku berdiri di sebuah bundaran jalan yang sangat sibuk oleh kendaraan yang keluar masuk dari dan ke bandar udara utama di Negara Bagian Kerala tersebut. Berdiri di salah satu sisinya, aku sanggup menatap jelas keberadaan deret bangunan modern di sebuah sisi jalan.

Tak salah lagi, penginapanku pastinya ada di sana”, aku membatin.

Dekat sekali ternyata”, aku tersenyum senang.

Kini, aku sudah berada tepat di sisi selatan jalur lurus dan bersiap menyeberang menuju kompleks bangunan modern itu. Ramainya kendaraan pagi itu membuatku susah menyeberang. Berada di jalanan negara orang memang selalu menjadi hal yang selalu kuperhatikan, aku tak mau berbuat kekonyolan dan membahayakan diri, karena alur perjalananku setengahnya pun belum usai.

Susah payah aku menyeberangi Airport Road untuk tiba di sisi utara jalan dan kemudian mulai mencari keberadaan penginapan yang telah kupesan melalui e-commerce perjalanan terkemuka dengan harga 800 Rupee.

Yiiaaiiyy, aku menemukannya….

Aku sudah keluar dari gerbang utama Cochin International Airport.
Bundaran di sisi barat gerbang utama Cochin International Airport.
Deret bangunan modern di sisi utara Airport Road.
Ini dia Hotel Royal Wings, tempatku menginap malam nanti.

Kembali lagi di jauh hari sebelum keberangkatan, begitu sulit menimbang-nimbang lokasi penginapan yang akan kupilih. Hasratku begitu kuat untuk menginap di sekitar pantai yang tentu akan memberikan banyak peluang untuk menikmati eksotiknya pesisir barat Kerala lebih lama.

Hanya saja, penerbangan pagiku di esok hari menuju Dubai menjadi sebuah batasan untuk jangan terlalu jauh dari bandara ketika memilih penginapan. Akhirnya aku memutuskan menginap di Hotel Royal Wings dan memutuskan untuk seharian ini saja menikmati suasana di kawasan Fort Kochi.

Hello, Sir, Can I put my backpack here?”….Aku bertanya pada seorang petugas resepsionis laki-laki.

I have booked a room in this hotel. This is the e-confirmation”, aku menambahkan informasi.

Menerima selembar surat konfirmasi itu, dia mulai berselancar di desktopnya dan menggecek keberadaan order penginapan tersebut.

Ok, Sir. I have checked your order. You can put your backpack here and you can check-in on 1pm…Come!”, dia mulai mengarahkanku ke sebuah ruangan kecil di belakang meja resepsionis. Rupanya ruangan itu memang digunakan khusus untuk menyimpan barang-barang para penginap.

Separuh beban punggungku sudah tertitip di penginapan, kini aku akan melangkah pergi untuk memulai eksplorasi.

Tetapi sebelum melangkah lebih jauh, aku memutuskan untuk mencari sarapan di sekitar hotel.

Mencium bau harum dari sebuah cafe, aku tergelitik untuk mendekatinya, melihat menu sarapan ala India yang menggoda, aku memutuskan untuk masuk dan mengambil tempat duduk.

Cafe Sulaimani…”, aku membaca nama cafe itu di sebuah dinding.

Aku memutuskan membeli sarapan sederhana seperti yang dilakukan oleh para warga lokal di dalam cafe itu. Ini dia menu sarapanku pagi itu.

Appam, Elai Adai, dan Samosa dan segelas Chai seharga 55 Rupee….Hhmmhhh, lezat juga rupanya.

Selepas sarapan, aku bergegas menuju bundaran di dekat gerbang utama Cochin International Airport untuk berburu bus menuju Fort Kochi….Nanti akan kuceritakan bagaimana aku menuju kesana.

Masih mengenai Hotel Royal Wings….

Aku sendiri baru bisa memasuki hotel selepas mengeksplorasi Fort Kochi.

Aku tiba kembali di hotel dengan menumpang airport bus dari Stasiun Aluva. Menjelang pukul enam sore, aku langsung saja meminta kunci kepada si empunya hotel yang sedang berada di meja resepsionis.

Seusai mendapatkan kunci, aku diantar oleh seorang room boy, aku menenteng backpack menuju kamar di lantai atas untuk segera membersihkan badan. Alamak, aku terakhir kali mandi adalah 30 jam yang lalu.

Mau tahu kan bagaimana hotel yang kuinapi, ini dia:

Reception desk.
Lobby.
Double bed.
Bathroom.
Lihat TV jadoelnya….Hahaha.

Aksesibiltas

Mengingat lokasi Hotel Royal Wings yang dekat dengan airport, tentu hotel ini sangat dekat dengan berbagai fasilitas umum yang memudahkan para penginapnya.

Setidaknya aku bisa berangkat dengan mudah menuju Fort Kochi menggunakan KURTC bus yang berangkat dari bandara. Selain itu aku juga mudah mendapatkan restoran halal, tempat penukaran uang dan minimarket di sekitar hotel.

Jaraknya yang bisa ditempuh dalam lima belas menit dari dan ke bandara, memudahkanku untuk mengejar penerbangan esok pagi dengan tepat waktu daripada ketika aku harus memilih penginapan di sekitar Fort Kochi.

Restoran dengan harga terjangkau di sekitar hotel.
Kerala Urban Road Transport Corporation (KURTC) bus menuju Fort Kochi yang melewati Airport Road di depan hotel.

Pada akhirnya, berkunjung ke India selalu saja menyenangkan karena negara ini memiliki fasilitas hotel dan kekayaan kuliner dengan harga yang sangat terjangkau bagi seorang backpacker.

Oleh karenanya, jangan pernah ragu untuk melancong ke Negara Anak Benua itu.

Yuk, berkunjung ke India.

Kisah Selanjutnya—->

Melawan Gelisah di Cochin International Airport

<—-Kisah Sebelumnya

Sebuah kekhawatiran hadir seiring dengan kesigapan cabin crew Air Asia AK 39 yang sibuk memeriksa segenap penumpang sebagai pertanda bahwa selongsong terbang merah akan segera merapat di runway Cochin International Airport.

Enam roda Air Asia genap menyentuh landasan menjelang pukul satu dini hari, sementara isi kepalaku masih dijejali banyak tanya.

“Apakah di dalam bandara nanti ada ruang tunggu penumpang setelah konter imigrasi?”

Jika tak ada fasilitas itu, apakah benar aku harus menunggu di luar bangunan bandara hingga matahari bangun menerangi Kerala?

Ataukah aku harus menjalankan Plan B dimana aku akan tidur sembari duduk di sebuah restoran di luar bangunan terminal bandara?”….Ya, itu rencana terakhirku apabila tak ada ruang tunggu di dalam bandara pasca menyelesaikan urusan imigrasi.

Sudahlah, aku sudah bersiap diri atas semua kemungkinan….

Pramugari berparas cantik khas India itu tersenyum sembari memberi tanda bahwa penumpang sudah aman untuk meninggalkan kabin. Aku pun melangkah di sepanjang lorong kabin dengan penuh percaya diri.

Melongok Arrival Hall

Menyusuri aerobridge berbahan non-kaca membuatku tak bisa menikmati suasana di sekitar apron. Karena biasanya aku akan berdiri di salah satu sisi aerobridge dan mengambil beberapa gambar aktivitas unloading di sekitar pesawat. Tetapi aku toh masih beruntung karana diarahkan melalui koridor arrival hall berdinding kaca, kufikir kaca-kaca itu cukup lebar dan membuatku bisa menikmati penampakan bandara yang menghadap ke arah landas pacu.

Koridor awal Cochin International Airport Terminal 3.
Area Duty Free sebelum konter imigrasi.
Area baggage conveyor belt.
Yuk, intip toiletnya….Bersih loh…

Aku menatap arrival card delapan isian yang diberikan pramugari beberapa saat sebelum mendarat sembari terus bergegas menyusuri lantai tanpa karpet hingga tiba di konter imigrasi.

Bodoh….”, aku menyumpahi diri sendiri yang ternyata telah kehilangan pena satu-satunya untuk mengisi kartu kedatangan tersebut. Di meja-meja tempat penumpang asing mengisi lembaran itu pun tak terlihat satu pun pena yang bisa digunakan.

Alhasil, aku harus kesana kemari meminjam pena ke penumpang yang telah selesai mengisi arrival card. Tak segan, beberapa penumpang tampak mengacuhkanku dan memilih menolak dengan alasan karena terburu-buru.

Tetapi sebuah kejadian tak disangka pun hadir….Penumpang pria yang duduk di sebelahku pada sepanjang penerbangan tadi datang menghampiri….

For you….Just keep it”, dengan aksen India dia tersenyum sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.

Thank you, Sir…”, aku berujar….Dan entah, kepalaku pun ikut fasih menggeleng-geleng khas gelengen India.

Happy traveling….”, dia tersenyum dan melangkah pergi meninggalkanku untuk segera bergabung dengan rombongan jama’ah dari Kuil Sabarimala Ayyappa yang tampak mulai merangsek menuju meja imigrasi.

Meja?

Yups, inilah konter imigrasi terunik yang pernah kudapati.

Di Cochin International Airport, konter imigrasi bukanlah berbentuk konter-konter berdiri, melainkan konter yang secara setting mirip sekali dengan meja wawancara. Setiap pendatang asing akan didudukkan di depan opsir imigrasi dan diinterogasi dengan beberapa pertanyaan. Menegangkan tetapi bagiku lebih menonjol sisi keseruannya.

Aku mengeluarkan passport, eVisa dan Hotel eBooking Confirmation ketika menunggu seorang perempuan Eropa diinterogasi di meja imigrasi. Seusainya, maka aku dipersilahkan untuk duduk dan mulai diinterogasi oleh petugas.

Dua petugas bersiap menanyaiku di konter, satu duduk menghadap laptop dan satu lagi berdiri.

Begitu menyerahkan dokumen, seorang petugas yang duduk menghadap laptop segera berseluncur mencari informasi mengenaiku di database imigrasi mereka.

Petugas imigrasi: “Mr. Donny Suryanto?. If yes, you’ve visited India once, haven’t you?

Aku: “Yes, Sir. New Delhi and Agra. Beautiful cities in your country”.

Petugas Imigrasi: “How long will you visit Kochi?

Aku: “Two days”.

Petugas imigrasi: “Oh, just two days. Why?

Aku: “This is just transit trip to get a cheap flight to Dubai, Sir. Cause I’m a backpacker, Sir

Petugas imigrasi: “Clever…No matter for a very short vacation. Happy traveling, Mr Donny

Aku: “Thank you, Sir”.

Aku sangat cepat dan mudah melewati tahapan interogasi di konter imigrasi Cochin International Airport tersebut. Kini aku bergegas dan melenggang melewati pemeriksaan customs dan dengan mudah tiba di exit door.

Begitu riang hati ketika di hadapan sana terlihat satu blok kecil tempat duduk.

Yeaaa….Aku akan menunggu pagi di deretan kursi itu”, kekhawatiranku sirna sudah.

Ini dia kursi tunggunya.
Di sisi kanan itulah tempatku menukar Dollar.

Tetapi sebelum benar-benar duduk, aku mulai berburu mata uang Rupee untuk keperluan selama mengeksplorasi Kochi. Aku merapat ke konter penukaran mata uang asing milik Thomas Cook Change Currency.

Aku: “What is the minimum Dollar which can be exchanged here, Sir?

Petugas konter: “100 Dollar, Sir

Aku: “Oh, I’m sorry, I just need to change a few dollars into Rupees

Petugas konter: “No Problem, Sir

Aku meninggalkan konter itu untuk menuju konter lain yang bisa melayani penukaran di bawah 100 Dollar Amerika. Akhirnya aku bisa menukarkan 5 Dollar Amerika dan 5 Ringgit Malaysia untuk mendaptkan 320 Rupee di Weizmann Forex Money Exchange. Rupee sebanyak itu bahkan akan bersisa untuk dua hari petualanganku di Kochi nanti. Murah banget kannnn?…..

Sementara untuk akses komunikasi aku memutuskan menggunakan SIM card keluaran Airtel 4G. Karena aku membelinya seusai menukarkan Dollar Amerika, maka aku membeli SIM card berkuota 3GB tersebut menggunakan selembar 5 Dollar Amerika.

It need four hours to activate your card”, begitu ucap si penjual kepadaku begitu aku meninggalkan konter telekomunikasi itu.

Walau pada akhirnya, nantinya SIM card yang kubeli itu tak akan pernah bisa kuaktifkan sepanjang petualangan mengeksplorasi Kochi….Sial.

Sejumlah Rupee sudah di tangan dan akses komunikasi sudah di genggaman, kini aku bisa duduk di deretan bangku yang kosong di ujung terakhir arrival hall. India memang terkenal dengan udara dinginnya di bulan Januari, jadi aku merasa bersyukur bisa menunggu datangnya pagi di dalam ruangan bandara.

Masih setengah tiga pagi ketika aku terduduk di salah satu bangku…..

Selama lima jam lebih waktu tunggu, aku hanya bisa menyaksikan kedisiplinan seorang tentara yang menjaga entrance gate menuju area di dalam bandara. Petugas itu tak pernah lelah mengkombinasikan gerakan duduk dan berdiri berjam-jam untuk memerikasa lalu lalang staff bandara, ground staff maskapai dan petugas-petugas lainnya ketika keluar-masuk dari dan ke area dalam bangunan bandara.

Atau menyaksikan ritual khas ketika beberapa penjemput  menempelkan telapak tangan ke kaki orang yang dijemput sebagai bentuk penghormatan. Selebihnya aku tak pernah bisa sempurna memejamkan mata dalam kursi tunggu itu.

Begitu seterusnya, hingga tepat pukul delapan pagi, aku memutuskan keluar meninggalkan ruang tunggu demi menuju Hotel Royal Wings yang berlokasi 1,3 Kilometer di barat bandara.

Seperti biasa, sebelum aku benar-banar meninggalkan area bandara, kusempatkan diri untuk mengeksplorasi segenap sisi di luar bangunan bandara. Berikut beberapa spot di Cochin International Airport yang bisa kuperlihatkan kepada kalian.

Cloak Room di sebelah barat exit door Terminal 3.
Drop-off zone.
Selasar kedatangan
Jika tak ada kursi tunggu di dalam bangunan bandara, rencananya aku akan menunggu di Chili Restaurant itu yang buka 24 jam.
Car parking area.
Keanggunan Cochin International Airport yang terletak di Aerotropolis Nedumbassery..
Solar panels ground yang merupakan sumber energi utama untuk Cochin International Airport.
Cochin International Airport gate.

Mau tahu Departure Hall Cochin International Airport?….Nanti ya kuperlihatkan….Sabar.

Yuk, eksplore !….

Ada apakah di Kochi?….

Kisah Selanjutnya—->