<—-Kisah Sebelumnya

Meninggalkan Kotabumi.

Lazim seperti biasanya….Sifat normal manusia….”Diam dikala kenyang”…..Bahasa halusnya…..”Habis makan bego”….Itulah kondisi singkat yang bisa digambarkan setelah bersarapan bubur ayam.

Aku menginjak pelan pedal gas menelusuri Jalan Soekarno-Hatta yang mulai padat. Waktu masih menunjukkan pukul sembilan pagi. Mobil yang kukendarai mulai meninggalkan Kotabumi Selatan, melewati jalanan dua arah dengan satu ruas di setiap arahnya. Membelah hamparan ladang milik penduduk dan rumah-rumah warga yang berjarak satu sama lain, membuatku mampu melupakan sejenak suasana hiruk pikuk ibukota.

Satu jam perjalanan berlalu….

Aku tiba di keramaian Pasar Bukit Kemuning. Lalu dihadapkan pada Pertigaan Mekah yang apabila berbelok ke kanan maka arus kendaraan akan diarahkan ke Way Kanan. Karena hendak menuju Liwa maka aku harus membelokkan arah kendaraan ke kiri.

Pasar Bukit Kemuning

Kini aku memasuki ruas jalan baru, yaitu Jalan Lintas Liwa….Menuju Barat Daya….Ya, tujuan utamaku hari itu adalah Liwa.

Sementara itu, pemandangan Gunung Pesagi membuat perjalanan menelusuri Jalan Lintas Liwa menjadi tidak membosankan. Gunung Pesagi sendiri terletak di daeran Balalau, Lampung Barat. Gunung itu nampak indah walaupun jaraknya hampir seratus kilometer dari tempatku melihat.

Beberapa menit kemudian, aku melintasi area Perkebunan Kopi Tanjung Baru yang ditandai dengan lintasan jalan yang berkelok-kelok. Aku tahu bahwa di sebalik perkebunan itu tersimpan keindahan Air Terjun Beringin, tapi tentu aku tak bisa mengunjunginya karena keterbatasan waktu.

Jalan Lintas Liwa

Beberapa saat kemudian aku meninggalkan daerah Bukit Kemuning untuk kemudian memasuki kawasan Sumber Jaya melalui Monumen Soekarno. Ketika aku bertanya kepada Kak Yusril yang menemani perjalananku siang itu tentang kenapa patung Ir. Soekarno dibangun di Pekon Sukapura, maka Kak Yusril hanya menjawab singkat…..”Ya, karena Pak Soekarno pernah datang ke daerah ini pada satu dekade awal kemerdekaan”.

Demikianlah kenyataannya bahwa Sang Presiden pernah memberikan perintah melalui Badan Rekonstruksi Nasional untuk menjalankan program transmigrasi bagi para veteran pejuang demi menata ulang kehidupan mereka setelah perang kemerdekaan.

Perjalanan terus berlanjut…..

Kini aku melewati tengara besar yang terletak di ketinggian. Adalah Tugu Bumi Sekala Bekhak yang dipugar di kawasan puncaknya Lampung Barat. Bumi Sekala Bekhak itu sendiri merupakan sebutan lain untuk Kabupaten Lampung Barat. Di masa lalu, Sekala Bekhak adalah nama sebuah Kerajaan lokal yang masyarakatnya menjadi nenek moyang warga Lampung.

Kak Deni, teman kedua yang menemaniku dalam perjalanan ini menawarkan untuk mampir di tugu tersebut, tetapi aku menolaknya karena kurasa tujuan utama perjalanan ini adalah Liwa dan waktu yang kami miliki sangatlah terbatas. Akhirnya kami memutuskan untuk terus saja melanjutkan perjalanan.

Perjalanan selanjutnya menjadi sangat menyenangkan, karena kendaraan yang kunaiki benar-benar menjelajah ketinggian. Pemandangan Sumber Jaya terlihat sangat elok dinikmati.

Namun tetiba Kak Yusril menyampaikan sebuah tawaran yang tak bisa kutolak. “Bagaimana kalau kita mampir ke Sekolah Kopi?”, demikian ucapnya.

Wah, kalau masalah kopi, aku tak akan pernah menolak Kak Yus?”, aku menjawab cepat. “Ngomong-ngomong apa itu Sekolah Kopi, Kak Yus?”, aku menambahkan pertanyaan.

Itu kedai kopi yang dimiliki oleh Pemda Lampung Barat,Kak. Tetapi uniknya pengunjung bisa langsung mengunjungi kebun kopi dan belajar bagaimana membuat secangkir kopi dari biji kopi yang dipetik di kebun”, begitu penjelasan singkat Kak Yusril.

Ah, tanpa pikir panjang, aku mengiyakan ajakan itu. Maka meluncurlah mobil sewaan menuju Sekolah Kopi.

Tak susah untuk menemukan Sekolah Kopi. Aku melihatnya di sebelah kanan jalan, sedikti terletak di ketinggian. Maka mobil sewaan pun harus menanjak demi mencapainya.

Aku pun tiba…..

Menghentikan mobil di tempat parkir, maka selain melihat bangunan coffee shop, aku juga melihat keberadaan food court yang cukup luas. Tetapi aku melihatnya masih sepi. Kulihat jam tanganku masih menunjukkan pukul sebelas siang. Aku pun tergelitik dan akhirnya memberanikan diri bertanya kepada seorang petugas parkir.

Daerah Sumber Jaya dilihat dari Sekolah Kopi.
Sekolah Kopi mengandalkan biji kopi yang ditanam sendiri.
Sekolah Kopi.

Pak, coffee shopnya sudah buka?

Oh, belum Mas. Nanti buka jam satu siang

Oalah belum buka ya, Pak?….Tutupnya jam berapa, Pak?

Jam delapan malam, Mas

Wah, Saya mau ke Liwa pak.  Mungkin saya ke sini nanti saja ya pak, saat balik dari Liwa

Nah begitu juga bisa mas. Mendingan ke Liwa dulu sebelum kesorean sampai sana”.

Baik, makasih, Pak

Sama-sama, Mas

Maka aku memutuskan untuk pergi meninggalkan Sekolah Kopi.

Tanpa pikir panjang aku segera bergegas untuk mencapi Liwa secepat mungkin.

Posted in , , ,

Leave a comment