Terhimpit di Hotel Gunung Mas Dieng

Menjelang pukul dua siang….

Titik air sesekali jatuh dari langit, menengadahkan muka ke atas maka aku cukup yakin bahwa hujan belum akan turun dalam waktu dekat. Aku memang berharap demikian karena masih berharap bisa mengeksplorasi Dieng hingga gelap nanti.

Aku bergegas dengan langkah cepat menuju area parkir, menyalakan mesin kendaraan dan meninggalkan area Wisata Telaga Warna setelah menyerahkan biaya parkir sebesar Rp. 5.000 di gerbang keluar yang sekaligus berfungsi sebagai gerbang masuk ke area parkir kendaraan.

Aku menginjak pedal menuju ke utara sejauh dua setengah kilometer demi menyelesaikan proses check-in di Hotel Gunung Mas. Hotel itu telah kupesan melalui e-commerce penginapan ternama pada dini hari sebelum keberangkatan dari ibu kota. Tak mahal, aku hanya mengeluarkan budget sebesar Rp. 190.000 untuk satu malam menginap.

Dalam lima belas menit aku tiba. Sempitnya area parkir hotel yang persis berada di tepian Jalan Dieng, memaksaku untuk memilih tempat parkir di dalam. Hotel ini memang berbentuk Letter-O dan menyisakan lahan di bagian tengah sebagai tempat parkir.

“Ini kuncinya. Besok pagi dapat sarapan ya, Mas Donny”, begitulah resepsionis pria setengah baya menjelaskan ketika aku check-in.

Menyelesaikan administrasi di lobby akhirnya aku mendapatkan kamar untuk menaruh segenap perlengkapan.

Aku mendapatkan kamar yang cukup sederhana. Ranjang kayu nan lebar dengan sebuah almari kecil setinggi pinggang beserta sebuah jemuran berbahan alumunium di dalamnya. Sedangkan kamar mandi menyediakan bak berukuran sedang. Sebenarnya tersedia air hangat untuk keperluan mandi di hotel tetapi mungkin karena suhu udara yang dingin membuatku tak mampu merasakan hangatnya air yang mengalir ke dalam bak. Sementara di luar kamar tersedia kursi dan meja untuk bersantai. Tentu kamar ini tidak memiliki pendingin ruangan mengingat udara Dieng yang super dingin.

Terletak di jalan utama menjadikan hotel ini sangat stratagis sehingga sangat mudah bagiku untuk menemukan resto, minimarket, gerai kuliner dan beberapa toko cendera mata.

Hanya saja aku tak menyadari dengan area parkir hotel yang sungguh terbatas dan tak sebanding dengan jumlah kamar yang disediakan. Satu hal yang membuatku tertawa sendiri adalah kejadian menjelang tidur. Aku memperhatikan mobilku terhimpit di pojokan area parkir oleh keberadaan mobil lain. Padahal pada esok dini hari, aku berencana berangkat menuju Puncak Sikunir demi menyaksikan pertunjukan alam yaitu terbitnya matahari di langit Dieng.

Bagian depan hotel beserta lobby dan area parkir.
Area parkir bagian dalam.
Koridor menuju kamar.
Nah ini nih kamarnya.
Air anget…Oh, air anget.

“Wah, Masnya ga bilang ke saya kalau besok pagi mau ke Sikunir. Tahu begitu tadi parkirnya di depan hotel saja, Mas. Aman kok parkir di luar”, resepsionis itu pun sudah tak sanggup membantu untuk mengeluarkan mobilku pada esok dini hari.

Hahaha….Ndak mungkin juga aku harus mbangunin tamu seisi hotel untuk memindahkan mobil mereka yang sudah terparkir manis di area parkir bagian dalam”, aku tersenyum lebar sembari menggeleng-gelengkan kepala ketika melihat padatnya kendaraan di area parkir.

Walaupun pada akhirnya masalah itu terselesaikan dengan sangat mudah. Resepsionis setengah baya itu rela mencarikan ojek yang bisa mengantarkanku esok dini hari ke Puncak Sikunir.

Kembali pada momen setelah check-in….

Masih jam setengah tiga sore, tak berlama-lama menaruh perlengkapan di kamar hotel, aku akhirnya kembali menginjak pedal menuju destinasi berikutnya.