Membelakangi Klenteng Sam Poo Kong, pandanganku mengobrak-abrik area kantin. Berusaha menemukan Pak Muchlis sesegera mungkin. Aku harus menyeretnya ke Masjid Agung Jawa Tengah, bukan hanya untuk melakukan shalat jamak, tapi juga menggenapkan wisata religi sore itu setelah baru saja selesai mengitari klenteng.
Kutemukan dia di sebuah pojok, dia terlihat nikmat menghisap asap tembakau. Klepas-klepus tanpa dosa sembari bergilir mengguyur kerongkongannya dengan jus mangga….Hahaha.
“Ayo pak, ikut aku lagi!”, seruku kencang dari kejauhan.
“Loh, nyang endi?”, serunya sambil mematikan api tembakaunya
“Shalat”, kataku singkat sambil melangkah membelakanginya menuju pintu keluar klenteng.
Taksi pangkalan merangkap taksi online datang menjemput. Kini aku dihadapkan pada seorang pengemudi setengah tua yang terlanjur bangga dengan kekhilafan-kekhilafan manusiawinya. Katanya, dia pernah meminta ongkos lebih pada sepasang bule Belanda hanya karena punya alasan bahwa Belanda pernah menjajah bangsanya. Lantas kedua bule itu tak terima, dihentikannya taksi di depan sebuah kepolisian sektor, si sopir menjelaskan alasannya meminta ongkos lebih. Lantas polisi itu menjelaskan ke bule dengan cara yang lebih elegan, si bule pun entah kenapa mau membayarnya lebih…..Lucu, aneh bin ajaib.
Pernah juga dia tak mau menerima kembalian ongkos dari seorang Tionghoa, katanya dia punya harga diri untuk tak dikasihani….Cerita ini lebih ajaib lagi, pengen aku koprol salto saat mendengarnya.
Sudahlah….Aku lagi malas berdebat….Aku bertelepati dengan sedan putih itu untuk segera berlari lebih kencang dan segera sampai….Sedan antar jemput online itu tiba tepat di pelataran tujuan.
Yup….Masjid Agung Jawa Tengah…Sebut aja MAJT.
Pelataran itu lengang, parkir mobil tetapi penuh parkir motor, bercahaya syahdu dipadu gemericik air mancur di sepanjang kolam di tengah jalur trotoar. Di akhir pelataran, tersaji gerbang berpilar dua puluh lima, bergaya romawi, dengan kaligrafi khas Timur Tengah melingkar di lis atasnya…Selera Romawi tersemat jelas di halaman itu.
Aura Romawi di awal kunjungan.
Gimana?….Keren kan?.
Sisi kanan masjid didominasi Al Husna Tower setinggi 99 meter, diejawantahkan dalam 19 lantai. Kalau kamu mau, naiklah sesukamu, diatas menanti teropong pandang (lantai 19) yang mengiming-imingi kecantikan Kota Atlas versi ketinggian, lalu nikmatilah secangkir kopi di sebuah kafe lantai 18 (Kafe Muslim) yang bisa berputar satu lingkaran penuh….Wahhh.
Al Husna Tower.
Sedangkan sisi kiri masjid terakuisisi oleh bedug hijau raksasa berumahkan paviliun 3 lapis atap. Persembahan segenap santri dari Pesantren Al Falah Banyumas untuk MAJT.
Bedug raksasa itu bunyinya gimana ya?.
Sementara, pelataran masjid dihiasi oleh enam payung hidrolik raksaka yang layaknya paying yang sama di Masjid Nabawi, Madinah. Masjid agung ini tampak lega tak berujung, konon luasnya mencapai 10 hektar. Menjadikan masjid ini sebagai kebanggaan masyarakat Sambirejo. Masjid cantik yang kubahnya bergaris tengah 20 meter yang memuncaki atap limas khas arsitektur Jawa.
Lihat bentuk utuhnya…..Beuhh.
Tak begitu memperdulikan keramaian di halaman, aku bergegas turun ke lantai bawah, bersuci, lalu melakukan shalat jamak di lantai atas. Shalat dengan iringan khutbah seorang ustadz kepada jama’ah pengajian.
Interior masjid.
Lampu gantung di tengah ruangan masjid.
Aku sedikit berlama waktu dengan mengikuti siraman ruhani ini. Sebuah kebiasaan yang selalu kuulang-ulang ketika mengunjungi masjid-masjid ternama. Tak perlu khawatir karena waktuku mentraktir para kolega masih nanti. Bisa kukejar dengan taksi online dalam 15 menit saja.
Al Qur’an raksasa karya H. Hayatuddin, penulis kaligrafi dari Universitas Sains dan Ilmu Al-Qur’an, Wonosobo.
Selesai khutbah, aku mulai meninggalkan bangunan berusia 14 tahun itu, mengucap selamat tinggal pada pusat syiar islam itu setelah berwisata religi di dalamnya, serta mendoakan semoga MAJT menjadi pusat pendidikan agama yang makmur.
Perlu kamu ketahui bahwa masjid ini memiliki fungsi lain yaitu sebagai perpustakaan, auditorium, penginapan, ruang akad nikah dan museum perkembangan Islam.
Bagian kedua dari Msheireb Museum adalah Bin Jelmood House.
Siapakah sosok Bin Jelmood?….Dia adalah pedagang budak terkenal di Doha pada masa perbudakan masih berlangsung. Dia sering dikenal dengan sebutan “The Rock”, merujuk pada pendirian dan kekerasan hatinya kala itu.
Eh, edisi ini lebih serius dari edisi Company House, ya temans….Bersiaplah membaca lebih khusyu’.
Yuk, kita mulai masuk!….Panas di luar, tauk.
Di awal penjelajahan Bin Jelmood House, aku memasuki sebuah ruang audio visual yang menceritakan masa perdagangan budak dari Afrika ke Eropa.
Bentuk rumah Doha zaman dahulu, halaman berada di tengahnya.
Dikisahkan…Eropa di Abad Pertengahan dimana perbudakan didukung oleh sistem sosial yang disebut dengan SERFDOM.
Kala itu, para budak dipakaikan aksesoris khusus berupa gelang bernama Manilla dan fakta yang telah menjadi sejarah bahwa satu diantara empat warga Athena akan menjadi budak dan dipekerjakan di ladang zaitun. Di belahan dunia lain, Syria, terdapat kontrak perbudakan antara pembeli dan penjual budak.
Sesi “The Indian Ocean World”.
Peradaban di Afrika dan Asia khususnya India, Timur Tengah, dan Sriwijaya (Indonesia) berkembang melalui Samudera Hindia.
Dalam sejarah maritim Samudera Hindia, barang dan budak diperdagangkan antara negara-negara di Afrika dan wilayah Teluk. Sementara antara India dan Asia Timur, barang dan budak diperjualbelikan melalui Jalur Sutra (jalur ini memiliki dua rute, darat dan laut). Salah satu gambar di museum memperlihatkan ekspor oxen (lembu) dari Madagaskar ke Mauritius.
Kejadian di belahan timur dunia juga digambarkan dalam foto hitam putih, yaitu tentang kegiatan Hindia Belanda pada ekspor rempah-rempah di Pelabuhan Jakarta pada tahun 1682, sementara di India, kapal-kapal dagang membawa opium dari Calcutta menuju Tiongkok
Sesi “Slavery in The Indian Ocean World ”
Kisah para budak yang melegenda ada di sini.
Perbudakan sangat marak dilakukan pada masa sebelum Islam, dimana budak dari Mesir, Mediterania Timur dan Afrika dijual ke Mekah dan Baghdad yang merupakan pasar utama budak di Timur Tengah. Salah satu kisahnya adalah tentang budak terkenal bernama Antarah bin Shaddad Al-Absi yang dilahirkan oleh budak Ethiopia dengan bapak seorang pemimpin Bani Abas. Kemudian kisah Abdullah Ibn Abi Quhafa (Abu Bakar Ash-Shidiq) yang menjadi figur penting dalam sejarah pembebasan budak, salah satu budak terkenal yang dibebaskan olehnya adalah Bilal bin Rabah Al-Habashi. Lalu Islam turun di Timur Tengah dan melarang adanya perbudakan antar sesama manusia.
Beberapa metode perbudakan di sekitar Samudera Hindia adalah melalui perang, hukuman atas kejahatan, invasi, penculikan, penjualan anggota keluarga dan jeratan hutang.
Sesi “Slaves’Status in The Indian Ocean World”
Di kalangan kelas atas, perbudakan menunjukkan level pengaruh dan kesejahteraan sang tuan.
Di masa Kekaisaran Abassid (Abasiyah), dibentuklah Pasukan Mamluk (Mamluk Army) yang dibentuk dari kalangan budak Balkan, Kaukasus dan Eropa. Pasukan ini sangat terkenal semasa kekuasaan Dinasti Ayyubid di Mesir pada Abad ke-12. Terdapat juga Pasukan Janissaries yang dibentuk oleh Kekaisaran Utsmaniyah di Turki yang beranggotakan pemuda dari keluarga kristiani yang dilatih dengan kaidah agama dan militer.
Pada pertengahan Abad ke-19, perkebunan cengkeh sangat berkembang di Afrika Timur. Hal ini berdampak dengan diperbudaknya 1,6 juta orang disana. Di bagian ini, museum menampilkan sebuah pedang milik budak Zanzibar pada masa itu.
Dikisahkan juga seorang Tippu Ti (Hamed bin Muhammed Al-Murjebi), pemilik tujuh perkebunan cengkeh dan 10.000 budak. Pengusaha dari Swahili-Zanzibari Ivory ini menangkap dan menjual budak atas perintah Raja Leopold dari Belgia yang merupakan pemegang otoritas di Kongo.
Cerita menyayat hati lainnya adalah tentang Raja Persia, Bahram Gur yang menginjak budak perempuan kesayangannya yang bernama Azada dari atas kuda, hanya karena dia tidak menghargai kemampuan berburunya. Pada zaman dahulu budak hanya akan terjamin hidupnya jika dia dintegrasikan menjadi bagian dari keluarga sang majikan, hal ini bisa dilakukan jika si budak mampu berkomunikasi dengan bahasa tuannya serta mau memeluk agama tuannya.
Lima Ruangan yang Mendeskripsikan Perbudakan di Qatar.
Ilustrasi aktivitas budak di Bin Jelmood House tempo dulu.
Di awal Abad ke-20, penduduk Qatar hanya berjumlah 27.000 jiwa dan faktanya adalah satu dari enam warganya adalah seorang budak. Kepemilikan budak merupakan jaminan bagi para pebisnis ekspor mutiara dan juga para importir, supaya barang mereka tetap aman dalam perjalan gurun yang keras dan pelayaran laut yang berbahaya.
Qatar masih sepi ya kala itu.
Pada tahun 1868, Sheikh Mohammed bin Thani menandatangani perjanjian perlindungan dari Pemerintah Inggris. Sementara pada tahun 1872, Kekaisaran Utsmaniyah membentuk garnisun militer di Doha hingga akhir Perang Dunia I. Setelah kepergian mereka pada tahun 1916, Inggris mulai menanamkan pengaruh di Qatar melalui pangkalan mereka di Bahrain.
Pada Abad ke-18, Qatar terdampak positif dalam perkembangan ekonomi global. Terutama karena meningkatnya permintaan dunia akan mutiara. Untuk meningkatkan hasil tangkap mutiara inilah terjadilah perbudakan pekerja pada industri tangkap mutiara di Qatar.
Di awal Abad ke-19, sebanyak 2.000-3.000 budak dikirim ke Timur Tengah khususnya Oman untuk diperdagangkan.
Sedangkan pada akhir Abad ke-19, budak yang dipekerjakan di Qatar, diambil dari Afrika Timur dan Laut Merah, ribuan lagi didatangkan dari Zanzibar, para budak itu dibawa dengan Dhow Boat menyeberangi Samudera Hindia menuju Qatar. Pada awal Abad ke-20, karena terjadi penentangan perbudakan di Afrika Timur maka budak mulai diambil dari Baluchistan.
Populasi budak di Qatar terus dijaga para tuannya dengan cara menikahkan sesama budak yang tentu akan melahirkan anak sebagai budak juga.
Efek dari peningkatan penangkapan budak di Afrika ternyata mengganggu komunitas umum di wilayah tersebut. Hal inilah yang menyebabkan peperangan tiada henti di Afrika.
Pada masa penangkapan budak, budak akan dirantai dan berjalan dari Mozambik, Kongo, Malawi dan Zambia sejauh 1.000 mil menuju pantai Kilwa di Tanzania, terkadang sebelum sampai di pantai, mereka akan terbunuh oleh para perampok, kemudian budak yang selamat maka selama berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan akan berlayar untuk dijual ke Timur Tengah dan Yaman.
Ilustrasi penculikan budak di Afrika.
Di pasar budak Zanzibar, budak wanita akan dikenakan pakaian bagus dan perhiasan supaya harga jualnya mahal. Pembeli biasanya akan mengecek kesehatan fisik dan kecantikan sebelum membelinya. Bahkan budak akan diberikan nama baru seperti Faida (keuntungan), Baraka (berkat) dan Mubaroka (diberkati). Sebagai gambaran secara nominal, pada tahun 1926, seorang budak penyelam laki-laki berusia 24 tahun di Qatar bisa dibeli dengan harga 1.210 Rupee.
Budak di Doha dan Al Wakra, beberapa diantaranya hidup serumah bersama tuannya, memakan makanan yang sama dan memakai pakaian yang sama. Sebagian dari mereka tinggal terpisah di sebelah rumah yang disediakan sang majikan.
Dalam keseharian, budak perempuan akan bekerja menyiapkan makanan dan mengasuh anak-anak. Sedangkan para budak laki-laki setelah musim berburu kerang mutiara usai, akan bekerja mencari kayu bakar, memecah batu, mengangkut air, dan menjadi penjaga keamanan para pejabat kota.
Kemudian terjadilah akulturasi sosial, budak yang awalnya adalah mayoritas non-muslim menerima kehadiran Islam dalam kehidupannya, lalu mereka memeluknya. Begitu pula anak-anak budak secara otomatis akan menjadi muslim karena agama orang tuanya.
Ilustrasi budak dengan pekerjaan sehari-harinya.
Tetapi budaya asal mereka tetap melekat dan tak bisa ditinggalkan begitu saja. Para budak asal Afrika Barat, Ethiopia, Sudan, Somalia, Mesir, Tunisia dan Maroko sering mengadakan Ritual Zar pada saat tuannya sudah tertidur di malam hari. Ritual Zar ini dianggap bisa memberikan ruh dan semangat untuk mendapatkan kesehatan fisik dan mental.
Seiring berjalannya waktu, ternyata permintaan budak meningkat di seantero Qatar ketika industri mutiara menjadi booming dan dibutuhkan oleh dunia.
Pada prakteknya, budak penyelam mutiara akan bekerja dari fajar hingga tenggelamnya matahari. Keranjang kecil akan dikalungkan di leher untuk menyimpan 8-10 oyster yang diambilnya dari dasar laut. Mereka akan menyelam dengan rataan waktu 90 menit dan bisa melakukan penyelaman hingga 50 kali per hari.
Budak penyelam mutiara.
Tahun berganti tahun, ketidakjelasan ekonomi Qatar menyebabkan pengurangan jumlah penduduk dari 27.000 jiwa menjadi 16.000 jiwa dan hanya 4.000 jiwa diantaranya yang masih tertarik bekerja di industri mutiara. Para budak mulai dikirim ke ladang minyak untuk bekerja dan upahnya akan dibagi bersama tuannya.
Sesi “The Richness of Diversity”
Keberagaman di Qatar saat ini.
Perpindahan budak selama ratusan tahun di Qatar berkontribusi atas terbentuknya budaya Qatar dalam hal kuliner, musik dan bahasa. Masyarakat Qatar kemudian mengenal Indian Biryani, Levantine Mansaf, Spanish Paella, dan Balaleet. Budaya lain yang berkembang diantaranya adalah bermain Mancala dan menghias tubuh dengan Qatari Henna.
Qatar telah lama menjadi titik pertemuan dari perpindahan manusia yang membawa budayanya masing-masing karena terletak di persimpangan jalur perdagangan Samudera Hindia. Bahkan banyak orang yang awalnya hanya singgah akhirnya menetap di Qatar.
Sesi “Knowing Our Ancestors”
Dari studi fosil dan arkeologi, diketahui bahwa nenek moyang bangsa Qatar berasal Afrika.
Diselipkan di sesi ini adalah perihal DNA dan pewarisannya, anatomi yang diajarkan oleh Avicenna, genom manusia dan pembacaan susunan DNA yang bisa membantu manusia untuk mengobati sejumlah penyakit tertentu berdasarkan informasi tersebut.
Bahwa gen juga mempengaruhi tipe darah, rambut dan warna mata. Di beberapa studi mengatakan bahwa gen akan menjadikan manusia menjadikan super taster (mengecap sesuatu lebih pahit dari orang normal) dan non-taster (tidak peka rasa).
Kembali ke masalah perbudakan…..
Di akhir Abad ke-19, Inggris mulai memprakarsai pengurangan angka perbudakan di Timur Tengah. Mereka sering meyelamatkan kapal budak dan dibawa ke wilayah teritori Inggris.`Hal ini dikarenakan, sejak akhir Abad ke-18, masyarakat Eropa Barat melalui parlemennya melemparkan opini penghapusan perbudakan.
Masa-masa awal perjuangan menghapus perbudakan.
Ada momen yang tepat ketika terjadi penandatangan kesepakatan perlindungan Qatar oleh Inggris pada 3 November 1916. Hal ini dimanfaatkan Inggris untuk meminta Sheikh Abdullah Bin Jassim Al-Thani untuk menghentikan praktek perbudakan di Qatar sebagai syarat. Tetapi warga Qatar menolak penghapusan ini.
Keberhasilan penghapusan perbudakan baru efektif diterima saat Qatar berhasil mengekspor minyaknya ke luar negeri. Dengan keuntungan penjualan minyak, pemerintah Qatar bisa membayar uang kompensasi kepada para pemilik budak untuk membebaskan budaknya masing-masing. Dan akhirnya, pada April 1952, praktek perbudakan secara resmi dilarang di seluruh Qatar.
Setelah pelarangan itu, banyak budak yang diberi kewarganegaraan Qatar oleh Sang Emir dan banyak diantara mereka diterima bekerja dengan gaji penuh di perusahaan minyak Qatar.
Sesi “Qatar, a Pioneer in Personalized Healthcare”
Pencapaian bidang kesehatan di Qatar
Qatar adalah negara yang berkomitmen terhadap penelitian genetik dan menjadi negara pioneer dalam personalized medicine, yaitu suatu manajemen penanganan pasien di dunia kedokteran berdasarkan informasi genotype pasien, sehingga bisa dilakukan evaluasi untuk mengetahui penanganan yang cocok untuk jenis penyakit yang diidap.
Qatar membuat kemajuan dengan mendirikan Qatar Biobank yaitu tempat menyimpan informasi kesehatan dan sampel biologis dari warga negaranya. Biobank ini sangat membantu dalam Qatar Genome Programme yang diluncurkan oleh pemerintah. Program ini didanai oleh Qatar Foudation melalui Qatar National Research Fund dan juga didanai oleh Menteri Kesehatan.
Qatar juga menjadi tempat didirikannya pusat-pusat penelitian seperti Qatar Biomedical Research Institute di Hamad bin Khalifa University, Qatar University Biomedical Researc Center dan Weill Cornell Medicine.
Qatar juga memiliki National Diabetes Center, National Premarital Screeningand Counselling Programme, serta Qatar Newborn Screening Programme.
Sesi “Modern Slavery”
Contoh Modern Slavery.
Perlu kamu ketahui bahwa sekitar 27 juta manusia telah menjadi korban perbudakan modern di seluruh dunia. Perbudakan jenis ini diakibatkan oleh maraknya human trafficking.
Beberapa fakta mengejutkan diantaranya adalah:
2,5 juta orang adalah tenaga kerja paksa, termasuk eksploitasi sexual.
Human trafficking adalah kejahatan internasional paling banyak memberi keuntungan uang, bersama narkoba dan arms trafficking (perdagangan senjata).
Keuntungan dari human trafficking per tahun mencapai 31,6 milyar Dolar Amerika.
Mayoritas korban human trafficking berusia 18-24 tahun.
1,2 juta anak-anak diperdagangkan tiap tahun.
Dari 190 negara di dunia, 161 negara memiliki peran dalam perdagangan manusia ini. Baik sebagai sumber, tujuan atau sebagai negara transit.
Krisis politik dan kemanusiaan sering menempatkan golongan rentan (wanita dan anak-anak) dari wilayah-wilayah kurang berkembang pada resiko human trafficking (perdagangan manusia).
Banyak anak-anak pada era 1990-an dipekerjakan di pabrik-pabrik, kapal-kapal ikan, pertambangan, lahan pertanian dan wanita-wanita di bawah umur dipekerjakan di industri sexual. Mereka bekerja melebihi waktu normal, terkadang tanpa upah, hanya hidup dengan makanan seadanya dan tempat tinggal seadanya.
Sesi “Organizations”
Perjuangan Qatar menghapus perbudakan di era modern.
Kemudian banyak bermunculan organisasi di dunia yang bergerak untuk mengakhiri human trafficking, mereka melakukan pertemuan dengan pemerintah di negara-negara yang masih terdapat praktik perbudakan modern, mereka bertemu para agensi tenaga kerja di seluruh dunia untuk bersama-sama melawan praktek perbudakan modern.
Qatari House for Lodging and Human Care adalah salah satu dari sekian banyak organisasi yang melindungi para korban human trafficking. Organisasi ini memberikan pelayanan kesehatan, konsultasi psikiater, bantuan hukum, rehabilitasi, serta kursus memasak dan menjahit.
Qatar adalah pendana pertama dan terbesar untuk UN Global Action Plan to Combat Human Trafficking. Qatar juga mendanai The Arab Initiative for Capacity Building in Combating Human Trafficking yang merupakan kolaborasi antara UNODC dan Arab League.
Akhirnya….
Tak terasa aku sudah berada di akhir sesi di Bin Jelmood House ini. Aku menyempatkan diri memasuki toilet, mengambil gambar selasar dan halaman, kemudian mengucapkan terimakasih kepada segenap staff di reception desk ketika hendak meninggalkan museum.