Kembali ke Terminal 3 Soetta: Sepotong Ayam yang Berharga

Merunut kembali sejarah diri, akhirnya aku tersadar bahwa terakhir kali melakukan perjalanan ke luar negeri dengan cara bertolak dari kantor tempatku bekerja adalah ketika melanglang buana ke Yangoon, ibu kota Myanmar pada medio 2015.

Maka aku akan mengulangi cara tersebut pada kisah perjalanan ini.

Perjalanan kali ini dimulai dari kesibukan diriku menjalani aktivitas kantor. Karenanya aku terlihat bak pribadi penuh keanehan ketika memanggul backpack berukuran 45 Liter, menaiki honda beat pop warna hitam untuk membelah jalanan ibu kota demi menuju kantor yang berjarak 35 kilometer dari kediaman.

Dilanjutkan tiba di kantor dengan berpakaian kantoran lengkap, yaitu kemeja lengan panjang, berdasi rapi, bercelana panjang bahan warna hitam serta mengenakan sepatu pantofel hitam,

Sontak….Teman-teman sekantor serentak tertawa terpingkal ketika aku memasuki ruangan kerja.

Jika menggambarkan kondisiku pada hari itu, aku bisa menceritakan bahwa semenjak pagi aku tak sabar lagi untuk segera melakukan penerbangan ke Kuala Lumpur. Suasana tak sabaran semakin menjadi dan rasa itu terbawa hingga saat empat jam lamanya pada saat aku harus mengisi sesi training untuk karyawan baru di kantor tempatku bekerja. Sesekali satu angkatan karyawan baru itu menggoda, “Pak, trainingnya dipercepat aja, daripada bapak ketinggalan pesawat”.

Gerrrrr….”, suasana training menjadi hangat seketika.

Akhirnya waktu itu tiba juga….

Usai training aku bergegas segera turun ke lantai dua, kembali melakukan bongkar muat untuk mengakali berat backpack yang setelah kutimbang masih melebihi delapan kilogram. Itu artinya aku harus menurunkan lebih dari satu kilo beban bawaanku.

Menyingkirkan beberapa perlengkapan yang kemungkinan akan jarang kugunakan, maka aku mendapatkan bobot backpack 6,8 kilogram.

Beres dengan barang bawaan, aku pun meninggalkan satu stel pakaian kerja karena sepulang dari perjalananku ke Asia Tengah dan Eropa kali ini, aku akan langsung menuju kantor untuk bekerja….Rencana yang Uedan sodara-sodara (yang ini, nanti saja ya ceritaya).

Aku memutuskan memesan transportasi daring demi menuju Sokarno Hatta International Airport Terminal 3. Dengan mudah aku mendapatkannya dan tepat tiga jam sebelum waktu terbang, transportasi daring yang kupesan memulai putaran rodanya menuju bandara.

Di dalam perjalanan, aku sedikit menyimpan rasa khawatir karena saat itu adalah perjalanan pertamaku ke luar negeri usai dunia dihantam badai Corona Virus tiga tahun lamanya. Aku seakan kehilangan intuisi.

Satu jawaban dari pengemudi taksi daring pada saat aku bercakap dengannya pun semakin membuat mukaku memucat, “Beberapa minggu terakhir jarang banget saya mengantar orang untuk pergi ke luar negeri, kebanyakan dari mereka hanya melakukan perjalanan dalam negeri, Pak”. Membuatku menelan ludah seketika.

Aku tiba di bandara dan pengemudi itu meninggalkanku usai aku menyerahkan ongkos senilai Rp. 90.000.

Aku pun bergegas menuju screening gate pertama untuk memasuki bangunan Terminal 3. Melewatinya dengan mudah, aku mencari keberadaan check-in desk melalui FIDS (Flight Information Display System) raksasa yang berada di bagian tengah bangunan terminal.

D-12”, aku akhirnya menemukan check-in desk itu.

Buru-buru menuju FIDS di depanku.
Aku akan check-in di row D.
Mendadak makan malam.

Menuju ke tempat yang dimaskud, ternyata check-in desk tersebut sedang digunakan untuk penerbangan Air Asia tujuan Singapura. Aku yang belum mendapatkan giliran, akhirnya memutuskan untuk mencari makan malam.

Niat itu mengantarkanku masuk ke gerai A&W di sisi timur bangunan terminal. Tanpa basa-basi aku menanyakan menu terhemat malam itu. Pelayan wanita yang bertugas akhirnya menyarankanku untuk mengambil paket nasi dan ayam seharga Rp. 78.000.

Aku mendapatkan menu yang dimaksud dan mulai menyantapnya perlahan. Entah apa yang terbesit, naluri backpackerku mulai muncul kembali. Aku secara spontan meminta seorang pelayan untuk membungkus sepotong dari dua potong ayam yang tersaji di depanku. “Lumayan buat sarapan esok hari di Kuala Lumpur”, batinku terkekeh.

Mendapatkan bungkusan yang kumau, aku tersenyum simpul meninggalkan gerai itu menuju ke check-in desk untuk mendapatkan boarding pass.

Kisah Selanjutnya—->

Menuju Terminal 2D Soetta

Sehari sebelum keberangkatan….

Matahari mulai lengser dari titik tertingginya, aku sedang berada di daerah Bintaro untuk bertemu salah seorang klien perusahaan. Pada saat itulah, aku mampir sejenak mengunjungi sebuah perusahaan farmasi ternama untuk melakukan tes antigen. Was-was berharap, akhirnya aku mendapatkan hasilnya setengah jam kemudian melalui pesan whatsapp sembari menyeruput arabica di sebuah kedai kopi.

“Yes….Negatif”, hatiku berseru, kedua tanganku mengepal pertanda sebuah keberhasilan. “Welcome, Palembang”, aku pun segera menyeruput habis kopiku.

—-****—-

Keesokan paginya….

Aku terbangun oleh dering alarm tepat pukul empat pagi, untuk kemudian berbasuh, lalu berlanjut dengan memasak telur mata sapi untuk menjadi menu sarapanku. Aku bisa sedikit bersantai karena telah melakukan packing pada malam hari sebelum terlelap.

Akhirnya hantaran ojek online membuatku tiba di Shelter Bus DAMRI Kampung Rambutan tepat waktu.

Tepat setengah jam sebelum keberangkatan bus di pukul enam pagi, aku segera beranjak ke dalam kabin bus, mengambil tempat duduk di bagian tengah, lalu berfokus untuk mencari penginapan melalui sebuah aplikasi e-commerce penginapan langgananku. Setelah menelusuri secara online beberapa penginapan di Palembang, akhirnya aku memilih untuk menginap di daerah Siring Agung. Bersyukur aku mendapatkan penginapan dengan harga sangat terjangkau, cukup membayar dengan kartu kredit sebesar Rp. 105.000/malam saja untuk petualangan 3D2N ku di “Bumi Sriwijaya”.

Pening karena menatap smartphone selama hampir setengah jam di dalam bus yang sedang melaju di jalan bebas hambatan, maka aku memaksa diri untuk memejamkan mata. Sementara bus DAMRI yang kunaiki secara konsisten melahap Tol Lingkar Luar Barat menuju bandara.

Dan mataku kembali terbuka ketika bus berhenti di depan Hotel Ibis Budget Jakarta Airport. Seperti biasa, seorang checker dan timer menaiki bus dan menghitung jumlah penumpangnya. Selesai dengan urusan pengecekan, bus pun berlanjut bergerak demi menuju Terminal 3 Ultimate untuk menurunkan penumpang.

Seusainya, bus perlahan memasuki Terminal 1 dan berlanjut menuju ke Terminal 2. Maka turunlah aku di Terminal 2D, menyesuaikan penerbangan Super Air Jet IU 872 yang akan diterbangkan dari Gate D7.

Hampir pukul tujuh….

Aku tiba di depan Domestic Departures Hall 3. Mengingat penerbanganku masih berada di masa pandemi, maka aku pun bergegas menuju ke dalam bangunan bandara. Ada prosedur pemeriksaan kelayakan penerbangan yang harus kulakukan dan terkadang pemeriksaan itu harus melewati antrian super panjang. Tentu aku tak mau terlambat dalam mengejar boarding time penerbanganku yang pagi itu tinggal berjarak satu setengah jam saja.

Aku mengantri di area mesin validasi yang memiliki empat lajur antrian. Mengambil lajur antrian paling kiri, maka aku harus bersabar hingga menunggu giliranku untuk melakukan validasi tiba.

Bus DAMRI Kampung Rambutan-Soetta
Bersiap untuk berpetualang.
Tiba di Terminal 2D.
Mengantri untuk mendapatkan validasi kelayakan terbang,
yuk berburu boarding pass!

Dalam sepuluh menit, akhirnya waktu itu tiba. Aku memasukkan Nama dan Nomor NIK pada mesin validasi dan akhirnya aku mendapatkan validasi layak terbang. Aku hanya perlu memfoto validasi itu dengan smartpohone yang nantinya akan kutunjukkan kepada ground staff saat melakukan check-in.

Okay….

Saatnya menuju check-in desk…..

Kisah Selanjutnya—->

Malaysia Airlines MH 724 from Jakarta (CGK) to Kuala Lumpur (KUL)

<—-Previous Story

MH 724 flight path (source: flightaware.com).

After checking at immigration counter, I went down one floor and then walked west along travelator at Departure Hall Terminal 3 Ultimate.

Within fifteen minutes I arrived at Terminal 3 Existing. Meanwhile, a dark hue began to appear from the airport window. Only one thing which crossed my mind…..Doing a Maghrib and Isha’ Jama’ prayers. I have memorized Terminal 3 Existing since 2013, so I know where the prayer room was, which wasn’t far from the final bend of Terminal 3 Ultimate in west side.

After praying, I sat down to enjoy oatmeal which I poured in mini foldable lunch box, fortunately there was a free water station which provided warm water to brew that powdered food. That was the first dinner in my adventure to explore Kuala Terengganu, India and Middle East.

After eating a simple dinner, I rushed to gate 4 to prepare myself for boarding. Just a few minutes sitting in waiting room, announcements filled the airport ceiling….. Yup, delayed.

The predicted delay time for a hour made me have to do other activities to avoid boredom. I decided to recharge my smartphone which had run out of power. Meanwhile, I threw my eyes out of the airport building to watch busy loading activities carried out at the feet of giant Boeing 747 belonging to Japan Airlines, Airbus 330 belonging to Turkish Airlines and Korean Air in the east side of Terminal 3 Existing.

Another fun thing I did to get rid of the boredom was eavesdropping on the conversation of a beautiful Indonesian woman who was solemnly making a video call with her lover who was in Europe….Hhmmhhh, I was naughty.

I also took the time to talk to a native Chinese who opened a restaurant in Cikarang Industrial area. According to him, he would temporarily return to China after almost a year of not going home. The difficulty in speaking Indonesian and English made us struggle to converse with the addition of sign language and our own body language….Hmmmmhhh, he was a Chinese businessman.

Yuhuu….That was my plane.
Look at that sweet Malay face……Hmmmhh.

Finally, on 20:15 hours, boarding time arrived……

I immediately entered the queue column in right side for passport and boarding pass checking by ground staffs. After the inspection, I walked down the aerobridge to enter the cabin of Malaysia Airlines plane which was a member of the world’s largest aviation alliance “Oneworld”….Yes, I found my seat in the middle cabin, right on the left side window seat numbered 26F.

Malaysian Airline MH 724 was a 1 hour 34 minute flight using a Boeing 737-800 aircraft and covered a distance of 1,216 km. And that was the second time I enjoyed to flying with Malaysia Airlines. One and a half years earlier I had tried the morning flight Malaysia Airlines MH 726 with same destination.

I was very lucky to be able to catch this premium flight from my neighboring country in a promo which lasted ten months before the flight. And the main destination wasn’t Kuala Lumpur, but Kuala Terengganu.

After carrying out the boarding process and a demonstration of flight safety procedures by cabin crew, the plane was prepared at the end of runway to take-off. Not long after, after getting permission from Air Traffic Controller (ATC), the plane took off and nearing nine o’clock in the evening, the plane was airborne.

When the plane had entered the cruising stage, flight attendants began to distribute in-flight meals. The Low Lactose Meal (NLML) which I ordered long time before the flight arrived.

Low Lactose Meal (NLML) which contained potatoes, carrots and boiled chicken….nyammmm.
Let’s read the magazine…

Since it was a short flight, after dinner I tried to take advantage of the time by exploring the neighboring country through Malaysia Airlines’ inflight magazine, “Going Places” and occasionally flipping through Temptations e-cataloque for a little peek at the prices of souvenirs belonging to Malaysia Airlines….Hmmh, of course I wouldn’t buy it.

I ran out of ideas so in the rest of flight I tried to close my eyes for a moment because tonight I definitely won’t be sleeping well at Kuala Lumpur International Airport to wait for the morning. I didn’t really sleep well for the rest of flight, until finally the pilot announced that the plane would be landing soon while informing me that the weather was good in Kuala Lumpur.

Malaysia Airlines MH 724 was preparing to land, took a straight position towards the runway and slowly lowered its big wheels to tread the runway and helped the pilot to stop the plane.

The beauty of Kuala Lumpur.

Welcome to KLIA….Welcome Malaysia.

To get flight tickets from Jakarta to Kuala Lumpur, you can search for them at 12go Asia with the following link:  https://12go.asia/?z=3283832

Next Story—->

The Middle East Aroma in Terminal 3 Ultimate Soekarno Hatta International Airport

DAMRI Bus Terminal Kampung Rambutan – Soekarno Hatta International Airport.

Saturday afternoon was very sunny. The impatience that had enveloped my heart since morning had already collapsed. A faint smile continued to hang in the corners of my lips after I got off city transportation and stepped onto DAMRI shelter, which was part of JA Connexion’s mode of transportation.

On 15:30 hours, after confirming that the fleet in front me was the fastest bus which would depart to Soekarno Hatta International Airport, I jumped into it through its front door and sat behind the driver in left seat coloumn.

After all the passengers entered, an officer of Kampung Rambutan Terminal entered and withdrew a retribution of a thousand Rupiah to all passengers. “How come the retribution isn’t just included in the ticket price,” I asked myself.

Shortly after, the bus departed….Slowly speeding out of terminal, briefly passing through a side of toll road and then entering the toll gate a few meters ahead.

At the beginning of journey in toll road, the congestion began to be felt, but I wasn’t really worried about that situation because I was on 4 hours 20 minutes before my flight. I also enjoyed the 50 km journey very comfortably.

An hour and a few minutes, I arrived at the drop off zone of Terminal 3 Ultimate Soekarno Hatta International Airport. Through Departure Hall Gate 3, I started looking for Malaysia Airline MH 724 flight status.

The flight number which had not been listed in the Flight Information Display System (FIDS), made me dare to ask a female officer at the information center desk and finally I got information that check-in desk C would be used to process administration of Malaysia Airlines flight MH 724.

Waiting seats at Departure Hall Terminal 3 Ultimate

Knowing this information, I decided to wait in the nearest seat with check-in desk C. While waiting for the check-in desk to open, I was stunned by the busyness of a pair of tour guides who were busy organizing their group, which I didn’t know where would they go? The two of them gathered the group and loudly conducted a briefing so that their voices could be heard by anyone around the corner waiting for Terminal 3 Ultimate.

An hour of waiting, finally the check-in desk opened and I immediately queued at C24 queue column to get my boarding pass to Kuala Lumpur. That time Kuala Lumpur would only be a stopover, because I would explore Kuala Terengganu, a city located 450 km north of Kuala Lumpur.

Check-in desk C Terminal 3 Ultimate

Kuala Terengganu would be the fifth city in Malaysia which I would enjoy after Kuala Lumpur, Johor Bahru, Ipoh and Penang….. Ahhhh, that afternoon I couldn’t wait to arrive in Kuala Terengganu.

A visit to Kuala Terengganu was the intention which emerged after I met Mariya, a solo-traveler from Malaysia in Seoul. The charm of Kuala Terengganu told by Mariya had hypnotized my subconscious to visit it. It took three years to realize that dream.

But again, Kuala Terengganu was also not the only destination in my trip that time, because my target points were certainly in places which were further away, i.e countries in the Middle East region.

Back to Terminal 3 Ultimate…..

Now I was heading to the immigration counter to hunt for a departure stamp. In front of immigration area, I tried to complete immigration check process through immigration autogate but there was an officer who held me back and forbade me to pass through that route. I was directed to the immigration counter with an officer ready to check. Facing an immigration officer, I handed over my passport and boarding pass.

Immigration staff: “Return ticket, Sir?”

Me: “Here, Sir”, I handed over a print out of Philippine Airlines flight ticket with Doha-Jakarta route and transit in Manila.

Immigration staff: “Alone, Sir?. On what occasion?”

Me: “Solo-Backpacking, Sir”

The immigration staff was finally busy researching page by page details on my passport.

Immigration staff: “Where will you go, Sir?”

Me: “Kuala Terengganu-Kochi-Dubai-Oman-Bahrain-Qatar, Sir”

Immigration staff: “May I see the visas, Sir?”, his face was still cold and serious.

Me: “Just a minute, Sir”, I opened my zipper bag and took out India Visa, United Arab Emirates Visa, Oman Visa and Bahrain Visa, “Here, Sir”

The immigration staff checked that visas I was given one by one.

Immigration staff: “Ok. Be careful, Sir.”

My ticket….Yuuuuuuu.

I came out of the immigration counter with a sigh of relief and immediately put all my documents back in zipper bag. Now I would head to Terminal 3 Existing to prepare to fly with Malaysia Airlines.

Next Story—->

Terminal 2D Soetta: Mengembalikan Insting yang Lama Pudar

Semenjak terakhir pulang dari Qatar di permulaan 2020, boleh dikata, aku tak pernah lagi berpetualang dalam jarak yang jauh. Terhitung selama hampir dua tahun, aku hanya mengunjungi destinasi yang lokasinya berdekatan dengan ibukota, sebut saja Ujung Genteng, Gunung Pancar, Curug Leuwi Hejo, Dataran Tinggi Dieng, Anyer dan Puncak.

Tapi kini hati tetiba berujung galau ketika cuti lima hari disetujui oleh pimpinan tempatku bekerja. Ditambah dua hari weekend menjadikan liburanku genap satu pekan.

Ketika esok hari hitungan cuti bermula, pikiranku pergi membayang ke segala tempat. Adalah Bali, Lombok dan Labuan Bajo yang ada di pikiran pagi itu.

Tapi aku harus segera melakukan sesuatu sebelum berpikir lebih jauh.

Di hari pertama cuti, aku memutuskan untuk berangkat menuju sebuah rumah sakit kenamaan di bilangan Cibubur yang terkoneksi dengan Program PeduliLindungi untuk melakukan PCR dengan hasil keluar sameday. Aku telah menetapkan niat, apabila hasil PCR negatif maka aku akan memberanikan diri untuk terbang.

Ya, kemanapun….Yang penting naik pesawat”, niat di hati terdalam.

Aku telah merindukan sebuah petualangan panjang. Tentu petualangan yang jauh dari rumah. Aku sudah bersiap diri melakukan perjalanan dengan protokol pandemi.

Aku bersemangat datang ke rumah sakit dan tiba pada pukul setengah sembilan. Menunggang Beat Pop hitam kesayangan, aku tiba di depan para perawat yang bersiap mengambil sample PCR (Polymerase Chain Reaction) dengan mekanisme drive thru.

Sehari sebelumnya, aku telah melakukan pendaftaran online senilai Rp. 275.000. Inilah pertama kalinya aku menjalankan tes PCR. Tes yang membuatku bersin-bersin hebat bukan kepalang.

Selepas tes, aku pulang dan berdebar menunggu hasil. Dan pada akhirnya, hati diselimuti rasa bahagia ketika aku mendapatkan kabar lewat WhatsApp pada pukul lima sore bahwa PCRku menunjukkan hasil negatif dan hasil itu juga tercantum otomatis di aplikasi PeduliLindungi.

Sempurnanya hasil PCR mengantarkanku menuju tahap berikutnya yaitu berburu tiket.

Aku terjun berselancar di aplikasi e-commerce perjalanan terkenal di Indonesia. Akan tetapi, hasil perselancaran itu akhirnya mengubur dalam-dalam niatku yang sangat berhasrat melawat ke Labuan Bajo ataupun Lombok. Harga tiket pesawat yang terlalu melangitlah yang membuatnya demikian. Alternatif lain menuju Bali pun akhirnya berpotensi menjadi perjalanan tanggung karena sesungguhnya aku pernah menginjakkan kaki di Pulau Dewata.

—-****—-

Malam itu juga, aku mulai mempacking segenap perlengkapan hingga larut malam. Tak lupa, aku mempersiapkan obat-obatan beserta vitamin dengan lebih serius. Bahkan aku memutuskan membawa tablet antivirus sebagai antisipasi jika terjadi hal-hal diluar perkiraan di daerah tujuan.

Online check-in penerbangan pun baru kuselesaikan lewat tengah malam. Mendapatkan posisi duduk di window seat membuatku bersemangat dalam mengisi eHAC (electronic-Health Alert Card). Kuberharap suksesnya online check-in dan terbitnya eHAC akan membuat proses menuju boarding menjadi lebih cepat di keesokan harinya.

Usai memastikan segenap tahap persiapan tuntas, aku memutuskan tidur.

Akan tetapi, aku hanya bisa tertidur ayam tanpa kenyenyakan hingga setengah empat pagi….Seperti biasa, kekhawatiran tertinggal penerbangan menjadi penyebabnya.

Kuputuskan bangun lebih cepat dan melakukan shalat tahajud demi  memohon kepada Sang Kuasa atas keselamatan selama berpetualang. Seusainya, aku segera berbasuh dengan air hangat, bersarapan sekedarnya dan bergegas berburu ojek online untuk mengantarkanku menuju shelter DAMRI Terminal Kampung Rambutan.

Lewat sedikit dari setengah lima pagi, aku tiba di sana. Setelah menyiapkan sebotol air mineral dari sebuah kedai, aku bergegas naik. Bus berangkat tepat pukul lima dan setiap sisi deret bangku hanya boleh diisi oleh satu penumpang. Inilah yang membuat tarifnya melonjak dua kali lipat….Menjadi Rp. 85.000.

Akhirnya naik DAMRI bandara lagi.
Tiba di Terminal 2D Domestik.

Bus melaju cepat membelah jalanan kosong di jalan bebas hambatan. Satu jam kemudian, aku terbangun ketika bus perlahan merapat di Terminal 3-Ultimate. Dengan cekatan aku merogoh lembaran e-ticket dari backpack untuk memastikan terminal tujuan.

Terminal 2D Domestik…”, aku yakin membatin.

Akhirnya aku tiba….

Melompat turun di drop-off zone. Kini aku melangkah ke dalam bangunan bandara. Tentu aku merasakan atmosfer yang berbeda ketika memasukinya. Kondisi bandara sudah tak seperti dulu lagi ketika masa bepergian masih menjadi hal yang tidak berbahaya serta tanpa prosedur kesehatan yang ketat.

Begitu memasuki departure hall, Aku langsung dihadapkan pada antrian panjang calon penumpang yang berburu konfirmasi layak terbang pada sebuah layar LCD. Melihat panjangnya antrian, aku memberanikan diri untuk bertanya pada seorang petugas yang berjaga.

Pak, saya sudah memiliki hasil PCR negatif di dalam aplikasi….Apakah saya bisa mengindahkan antrian itu?”, aku menunjukkan barcode di aplikasi PeduliLindungi.

Terbang jam berapa, pak?”, dia mengangguk-angguk melihat barcode yang kutunjukkan.

Jam delapan, pak

Oh, silahkan bapak langsung saja menuju konter check-in, nanti tunjukkan hasil tes dalam aplikasi ya, pak!

“Baik, pak”

Aku melangkah mantap menuju screening gate pertama dan bisa melewatinya dengan mudah.

Kini aku bergegas menuju konter check-in. Begitu tiba di area konter, aku tetiba merinding karena keramaian calon penumpang yang rapat tak berjarak.

Aku berhenti sejenak dan mengamati dari kejauhan. Aku mencoba mengembalikan insting backpacker yang sudah lama tak terasah. Sepuluh menit aku hanya berdiri menatap ruangan penuh manusia itu. Aku terus mencoba berfikir.

“Seingatku, selalu ada antrian pendek yang disitu berjajar calon penumpang tanpa bagasi”, aku terus berfikir keras.

Pak, ada antrian konter tanpa bagasi?”, aku memberanikan diri bertanya pada seorang ground staff yang kebetulan melintas.

Oh, di ujung sana pak, konter nomor 46”, dia mengarahkan telunjuknya ke sebuah arah.

Terimakasih pak

Aku bergegas menujunya dan benar saja, aku hanya menemukan antrian lima calon penumpang di depan konter itu. Akhirnya, aku tak perlu mengantri lama dan berhasil menjauhi kerumunan.

Usai mengantongi boarding pass. Aku menuju ke Gate D1 dengan melewati screening gate kedua yang tentunya pemeriksaan berjalan lebih ketat. Aku berhasil melewatinya dengan mudah dan akhirnya bisa duduk di waiting room Gate D1 tepat satu jam sebelum boarding.

Lihat antrian panjang nan rapat itu!
Konter check-in tanpa bagasi. Lebih pendek dan cepat.
Menuju gate.
Gate areas setelah screening gate.
Di depan sana adalah waiting room Gate D1.
Pemandangan apron dari Gate D1.

Kini aku bersiap terbang menuju provinsi ke-12 di dalam petualanganku menaklukkan tanah air.

PONTIANAK….Ya aku bersiap mendarat di Kota Khatulistiwa tersebut.

Kisah Selanjutnya—->

Malaysia Airlines MH 724 dari Jakarta (CGK) ke Kuala Lumpur (KUL)

<—-Kisah Sebelumnya

Jalur penerbangan MH 724 (sumber: flightaware.com).

Selepas pemeriksaan di konter imigrasi, aku turun satu lantai untuk kemudian melangkah ke arah barat menyusuri panjangnya travelator di Departure Hall Terminal 3 Ultimate.

Dalam lima belas menit aku tiba di Terminal 3 Existing. Sementara rona gelap mulai tampak dari kaca bandara. Hanya satu yang terbesit dalam fikiranku…..Shalat Jama’ Maghrib dan Isya’. Aku sudah hafal Terminal 3 Existing sejak 2013, jadi aku tahu dimana letak mushollanya, yaitu tak jauh dari tikungan akhir Terminal 3 Ultimate sisi barat.

Usai menjalankan shalat, aku sempat mendudukkan diri untuk menikmati serbuk oatmel yang kutuang di mini foldable lunch box, beruntung ada free water station yang menyediakan air hangat untuk menyeduh makanan serbuk itu. Itulah makan malam pertama dalam petualanganku menyisir Kuala Terengganu, India dan Timur Tengah.

Usai menyantap dinner sederhana itu, aku bergegas menuju gate 4 demi mempersiapkan diri menjelang boarding. Baru beberapa menit duduk di waiting room, pengumuman memenuhi langit-langit bandara…..Yupz, delay.

Waktu delay yang diprediksi berlangsung selama satu jam membuatku harus melakukan aktifitas lain demi menghindari kejenuhan. Aku memutuskan untuk mencharge ulang smartphoneku yang sudah kehabisan daya. Sementara pandangan mata kulempar jauh keluar bangunan bandara untuk menyaksikan aktifitas loading yang sibuk dilakukan di kaki-kaki raksasa Boeing 747 milik Japan Airlines, Airbus 330 milik Turkish Airlines dan Korean Air di sisi timur Terminal 3 Existing.

Keisengan lain yang kulakukan untuk mengusir kejenuhan itu adalah menguping percakapan wanita cantik Indonesia yang sedang khusyu’melakukan video WhatsApp call dengan kekasih bulenya yang berada di Eropa….Hhmmhhh, kekasih bule….Duhhh.

Aku juga menyempatkan bercakap dengan warga asli Tiongkok yang membuka restoran di area Industri Cikarang. Menurut tuturnya, dia untuk sementara akan kembali ke Tiongkok setelah hampir setahun tak mudik. Kesulitan berbahasa Indonesia maupun Inggris membuat kami berjibaku dalam bercakap dengan imbuhan bahasa isyarat dan bahasa tubuh kami masing-masing….Hmmmmhhh, pengusaha asli Tiongkok.

Yuhuuu….Itu pesawatku.
Lihat wajah manis Melayu ituh……Hmmmhh.

Akhirnya, pukul 20:15, boarding time pun tiba……

Aku segera memasuki kolom antrian sisi kanan untuk pemeriksaan paspor dan boarding pass oleh ground staff. Usai pemeriksaan aku pun menyusuri aerobridge untuk memasuki kabin pesawat Malaysia Airlines yang merupakan anggota dari aliansi penerbangan besar dunia “Oneworld”….Yes, aku menemukan bangkuku di kabin tengah, tepat di window seat sisi kiri bernomor 26F.

Malaysian Airline MH 724 merupakan penerbangan selama 1 jam 34 menit menggunakan pesawat Boeing 737-800  dan menempuh jarak sejauh 1.216 km. Dan ini adalah kali kedua aku menikmati penerbangan bersama Malaysia Airlines. Satu setengah tahun sebelumnya aku pernah mencicipi penerbangan pagi Malaysia Airlines MH 726 dengan tujuan yang sama.

Aku beruntung sekali bisa menangkap penerbangan premium Negeri Jiran ini pada promo yang berlangsung sepuluh bulan sebelum penerbangan. Dan tujuan utamanya bukanlah Kuala Lumpur, tetapi Kuala Terengganu.

Usai melakukan proses boarding dan demo prosedur keselamatan penerbangan oleh para awak kabin, pesawaat pun bersiap di ujung runway untuk melakukan take-off. Tak lama kemudian, setelah mendapatkan izin dari Air Traffic Controller (ATC) pesawat pun melakukan take-off dan mendekati pukul sembilan malam, pesawat pun airborne.

Ketika pesawat telah memasuki tahap cruising, para pramugari mulai membagikan inflight meal. Sajian Low Lactose Meal (NLML) yang kupesan jauh-jauh hari sebelum penerbangan pun tiba.

Low Lactose Meal (NLML) yang berisi kentang, wortel dan ayam rebusan….nyammmm.
Baca majalah yukkkk….

Karena ini penerbangan pendek, usai makan malam aku berusaha untuk memanfaatkan waktu dengan menjelah wisata Negeri Jiran melalui inflight magazine milik Malaysia Airlines yaitu “Going Places” dan sesekali membolak balik Temptations e-cataloque untuk sedikit mengintip harga souvenir souvenir milik Malaysia Airlines….Hmmh, tentu aku tak akan membelinya.

Kehabisan ide maka di sisa penerbangan aku berusaha untuk memejamkan mata sejenak karena malam ini pasti aku tak akan nyenyak tidur di Kuala Lumpur International Airport demi menunggu pagi. Tak benar-benar lelap aku tertidur di sisa penerbangan, hingga akhirnya pilot mengumumkan bahwa pesawat akan segera mendarat sembari menginformasikan cuaca yang bagus di Kuala Lumpur.

Malaysia Airlines MH 724 pun bersiap mendarat, mengambil posisi lurus menuju runway dan perlahan menurunkan roda-roda besarnya untuk menapaki landasan dan membantu pilot untuk menghentikan laju pesawat.

Indahnya Kuala Lumpur.

Selamat datang KLIA….Selamat datang Malaysia.

Untuk mendapatkan tiket penerbangan dari Jakarta ke Kuala Lumpur, Kamu bisa mencarinya di 12go Asia dengan link sebagai berikut:  https://12go.asia/?z=3283832

Kisah Selanjutnya—->

Aroma Timur Tengah di Terminal 3 Ultimate Soekarno Hatta International Airport

Bus DAMRI Terminal Kampung Rambutan – Soekarno Hatta International Airport

Sabtu sore itu sangat cerah. Ketidaksabaran yang menyelimuti hati sedari pagi runtuh sudah. Semburat tipis senyuman terus menggantung di ujung bibir usai aku turun dari angkutan kota dan menapaki shelter DAMRI yang merupakan moda transportasi bagian dari JA Connexion.

Menjelang pukul 15:30, usai memastikan armada di hadapan adalah bus yang akan berangkat tercepat ke Soekarno Hatta International Airport, aku melompat masuk ke dalamnya melalui pintu depan dan duduk di belakang pengemudi sisi kiri.

Setelah semua penumpang masuk, seorang petugas Terminal Kampung Rambutan masuk dan menarik uang retribusi sebesar seribu rupiah kepada para penumpang. “Kok retribusi ngga dimasukkan ke dalam harga tiket saja”, aku bertanya dalam hati.

Tak lama kemudian, bus pun berangkat….Perlahan melaju keluar dari terminal, sebentar saja melalui sisi tol dan kemudian memasuki gerbang tol beberapa meter di depan.

Di permulaan perjalanan dalam tol, kepadatan mulai terasa, tetapi aku tak begitu mengkhawatirkan keadaan karena aku berangkat 4 jam 20 menit sebelum penerbangan. Aku pun menikmati perjalanan sejauh 50 km itu dengan sangat nyaman.

Satu jam lebih beberapa menit, aku tiba drop off zone Terminal 3 Ultimate Soekarno Hatta International Airport. Melaui Departure Hall Gate 3, aku mulai mencari status penerbangan Malaysia Airline MH 724.

Nomor penerbangan yang belum tertera di Flight Information Display System (FIDS), membuatku berani bertanya kepada seorang petugas wanita di information centre desk dan akhirnya aku mendapatkan informasi bahwa check-in desk C akan digunakan untuk mengurus administrasi penerbangan Malaysia Airlines MH 724.

Kursi tunggu di Departure Hall Terminal 3 Ultimate

Mengetahui informasi itu, maka kuputuskan untuk menunggu di bangku terdekat dengan check-in desk C. Selama menunggu check-in desk dibuka, aku tertegun pada kesibukan sepasang tour guide yang sibuk mengatur rombongannya yang entah akan menuju kemana?. Mereka berdua mengumpulkan rombongan dan dengan lantang melakukan briefing sehingga suara mereka bisa didengar oleh siapapun di sekitar pojok tunggu Terminal  3 Ultimate.

Satu jam menunggu, akhirnya check-in desk dibuka dan aku segera mengantri  di kolom antrian C24 untuk mendapatkan boarding pass menuju Kuala Lumpur. Kali ini Kuala Lumpur hanya akan menjadi persinggahan, karena aku akan mengeksplore Kuala Terengganu, sebuah kota yang terletak 450 km di utara Kuala Lumpur.

Check-in desk C Terminal 3 Ultimate

Kuala Terengganu akan menjadi kota di Malaysia kelima yang akan kunikmati setelah Kuala Lumpur, Johor Bahru, Ipoh dan Penang…..Ahhhh, sore itu aku tak sabar ingin segera tiba di Kuala Terengganu.

Melawat ke Kuala Terengganu adalah niatan yang muncul usai aku bertemu dengan Mariya, seorang solo-traveler asal Malaysia di Seoul. Pesona Kuala Terengganu yang diceritakan oleh Mariya telah menghipnotis alam bawah sadarku untuk mengunjunginya. Butuh waktu tiga tahun untuk mewujudkan mimpi itu.

Tapi sekali lagi, Kuala Terengganu juga bukan menjadi satu-satunya tujuan dalam perjalananku kali ini, karena titik sasarku tentu berada di tempat-tempat yang lebih jauh, yaitu negara-negara di kawasan Timur Tengah.

Kembali ke Terminal 3 Ultimate…..

Kini aku menuju ke konter imigrasi untuk berburu departure stamp. Di depan area imigrasi, aku berusaha  menyelesaikan proses pemeriksaan imigrasi melalui autogate immigration tetapi ada seorang petugas yang menahan langkah dan melarangku melewati jalur itu. Aku diarahkan menuju ke konter imigrasi dengan petugas yang siap memeriksa. Menghadap seorang petugas imigrasi, aku menyerahkan passport dan boarding pass.

Staff imigrasi: “Tiket pulang, Mas?

Aku: “Ini, Pak”, aku menyerahkan print out tiket penerbangan Philippine Airlines dengan rute Doha-Jakarta dan transit di Manila

Staff imigrasi: “Sendirian, mas?. Dalam rangka apa?

Aku: “Solo-Backpacking, Pak

Staff imigrasi itu akhirnya sibuk meneliti dengan detail halaman demi halaman pada pasporku.

Staff imigrasi: “Mampir kemana saja, Mas?

Aku: “Kuala Terengganu-Kochi-Dubai-Oman-Bahrain-Qatar, Pak

Staff imigrasi: “Boleh lihat visanya, Mas?”, wajahnya masih saja dingin dan serius.

Aku: “Sebentar, Pak”, aku membuka zipper bag dan mengeluarkan Visa India, Visa Uni Emirat Arab, Visa Oman dan Visa Bahrain, “Ini, Pak

Staff imigrasi itu memeriksa satu persatu visa yang kuberikan.

Staff imigrasi: “Ok. Hati-hati, Mas”.

Tiket akyuuu….Yuhuuuuu.

Aku keluar dari konter imigrasi dengan nafas lega dan segera memasukkan segenap file ke zipper bag kembali. Kini aku akan menuju ke Terminal 3 Existing untuk mempersiapkan diri terbang bersama Malaysia Airlines.

Kisah Selanjutnya—->