Bus DAMRI dari Kota Padang ke Minangkabau International Airport

Kusantap dengan lahap otentiknya cita rasa tambusuolahan usus sapi dengan telur, tahu dan bumbu di dalamnya– sebagai santap malam terakhir dalam seminggu petualanganku di tanah Sumatera. Sedikit insiden kuliner mengganggu di pertengahan kunyahan. Benda kenyal itu kufikir menjadi kesatuan dari menu tambusu….Oh, ternyata…..Itu karet gelang.

Pemilik restoran : “Sepertinya Uda nih orang jauh?

Aku                              :     “Dari Jakarta, Da

Pemilik restoran     :     “Kerja Da di Padang

Aku                              :     “Oh, ndak Da. Saya sedang jalan-jalan saja

Pemilik restoran     :     “Ohh…Habis darimana saja, Da?

Aku                              :     “Beberapa hari lalu saya keliling Medan, Toba, Siantar, Pekanbaru dan Bukittinggi, Da. Padang yang terakhir, ini saya mau terbang ke Jakarta

Pemilik Restoran    :     “Wah, mantab nih, Uda. Totalitas jalan-jalannya

Percakapan ringan itu terhenti dengan datangnya Calya hitam yang akan mengantarkanku ke pool Bus DAMRI di Jalan Hasanuddin. Dalam hujan lebat, akhirnya aku membasahi jok depan taksi online itu. Beruntungnya si pemilik sangat ramah dan tak menghiraukannya, walaupun kendaraannya adalah mobil baru yang masih menebar kuat aroma pabrik.

Jalan Hasanuddin.

Tak seperti yang kubayangkan, ternyata kemegahan pool bus DAMRI dalam mindsetku hanya diwujudkan oleh ruangan tenda terbuka yang tak lebih baik dari shelter bus kota pada umumnya.

Pool Bus DAMRI Bandara.

Aku menunggu kedatangan Bus DAMRI yang akan memindahkanku dari pusat kota Padang menuju ke Minangkabau International Airport yang jaraknya sekitar 25 kilometer dan memerlukan waktu tempuh sekitar 40 menit. Itu semua bisa ditebus dengan harga Rp. 23.500.

Sembari menunggu kedatangan bus DAMRI, aku terus mengamati permainan sepak bola ala kampung oleh anak-anak belasan tahun yang berhambur memenuhi lapangan Imam Bonjol Square untuk berpesta hujan sembari memainkan si kulit bundar.

Imam Bonjol Square.

Kondektur Bus DAMRI tiba-tiba memanggilku, “Da, ayo segera naik, kita akan berangkat!”. Aku bahkan tak menyadari bahwa bus DAMRI itu telah merapat sedari tadi.

Itu dia Bus DAMRI Bandara.

Kondisi koridor bus DAMRI yang basah menunjukkan bahwa Minangkabau International Airport pun tak luput dari guyuran hujan. Ini memberi sinyal bahwa aku tak akan leluasa mencari bahan untuk menulis konten tentang Minangkabau International Airport. Wah….Alamat, aku bisa terlewat satu konten penting.

Sepi penumpang.

AC bus DAMRI yang sangat dingin membuatku menggigil karena T-shirtku sendiri sudah terlalu lembab. Sedikitnya penumpang sore itu, membuatku tak malu untuk memutuskan untuk berganti t-shirt di atas bus. Duduk di bangku terbelakang dan tak ada yang memperhatikanku ketika bertelanjang dada….Hahaha.

Mungkin karena hujan deras, sehingga banyak orang yang enggan berada di jalanan dan lebih memilih menunda sementara hajat mereka masing-masing. Karenanyalah jalanan tampak lengang dan membuatku cepat tiba di Minangkabau International Airport.

Minangkabau International Airport.

Saatnya pulang ke Jakarta menunggang Boeing 737 MAX 8 milik maskapai “Singa Merah”.

Kisah Selanjutnya—->

DAMRI Bus from Padang to Minangkabau International Airport

I ate its authentic taste of tambusuprocessed cow intestines with egg, tofu and spices in it – as the last dinner in a week of my adventure in Sumatra land. a culinary incident bothered me in mid-chewing. I thought that a chewy thing was a part of tambusu menu….Oh….it was a rubber band.

Restaurant owner : “Looks like Uda come from far away.”

Me                               :     “From Jakarta, Uda.

Restaurant owner     :     “Do you work in Padang, Uda?”

Me                              :     “Oh, no Uda. I’m just traveling.”

Restaurant owner     :     “Ohh….Where have you been, Uda?

Me                              :     “A few days ago I toured to Medan, Toba, Siantar, Pekanbaru and Bukittinggi, Uda. The last one is Padang….Now, I want to fly back to Jakarta.”

Restaurant owner    :     “Wow, this is great, Uda. The totality in traveling.

Light conversation was interrupted by Black Calya (Calya is Toyota brand in Indonesia) arrival who would take me to DAMRI Bus shelter in Hasanuddin Street. In pouring rain, I finally wet online taxi front seat. Luckily the owner was very friendly and ignored it, even though it was a new car which still had a strong factory scent.

Hasanuddin Street.

Unlike what I imagined, it turned out that the splendor of DAMRI bus shelter in my mindset was only realized by a open tent space which wasn’t better than a city bus shelter in general.

DAMRI Airport Bus shelter.

I was waiting for DAMRI bus arrival which would transfer me from Padang downtown to Minangkabau International Airport which was about 25 kilometers away and took about 40 minutes. All can be redeemed for USD 1.8.

While waiting for DAMRI bus to arrived, I continued to observe a soccer game which playing by teenagers who scattered to fill Imam Bonjol Square field for rain party while playing “the round leather“.

Imam Bonjol Square.

DAMRI bus conductor suddenly called me, “Uda, come on, get on, we’re going!” I didn’t even realize that DAMRI bus had arrived earlier.

That’s DAMRI Airport Bus.

Wet condition of DAMRI bus corridor showed that Minangkabau International Airport wasn’t spared from rain. This was a signal that I wouldn’t be free to search for material to writing a content about Minangkabau International Airport. Ahhh….I could miss an important content.

Only a few passengers

Air conditioner on DAMRI bus was so cold that it made me shiver because my T-shirt itself was too damp. A few passengers that afternoon made me not embarrassed in deciding to change my t-shirt on bus. Sitting at backseat and no one noticed me while shirtless….Hahaha.

Maybe because of heavy rain, so many people were reluctant to be on streets and prefered to temporarily postpone their own needs. Because of that, Streets were empty and made me quickly arrived at Minangkabau International Airport.

Minangkabau International Airport.

It was time to going back to Jakarta with Boeing 737 MAX 8 which is owned by Lion Air.