
Jika Jakarta memilihi Gelora Bung Karno sebagai kawasan olahraga kebanggaan warga ibukota, maka Solo memiliki area olahraga kenamaan, yaitu Stadion Manahan. Dan kali ini, aku berkesempatan secara langsung untuk mensurveynya untuk keperluan acara Marketing Conference yang akan beralangsung dua bulan setelah survey ini.
Kedatanganku di Stadion Manahan dimulai dari usainya diriku menikmati santap malam di wisata kuliner GALABO (Gladag Langen Bogan), yang berada di daerah Kedung Lumbu. Setelah memastikan perut kenyang dengan seporsi Soto Kwali bersambung dengan menghangatkan tubuh dengan seporsi Wedang Ronde, aku beranjak meninggalkan GALABO yang sedang menuju puncak keramaian. Aku menikmati lagu terakhirku di tempat itu sembari menunggu kedatangan taksi online yang telah kupesan.
Entah kenapa, musik yang tadinya ngebeat, tetapi menjelang usai mengunjungi GALABO berubah menjadi melankolis. Lagu “Sewu Kutho” milik almarhum Didi Kempot itu mengiringi langkahku meninggalkan GALABO hingga iramanya menjadi senyap ketika aku memasuki taksi online.
“Stadion Manahan, Pak”.
“Jalan utama menuju ke sana sedang direnovasi, Mas. Ada pembangunan jalan layang. Saya boleh ambil rute lain ya, Mas. Sedikit lebih lama untuk sampai di tujuan”
“Baik, tidak apa-apa. Saya juga tidak sedang buru-buru. Santai saja, Pak”.
“Siap, Mas”.
Aku tak memahami rute mana yang diambil oleh pengemudi setengah baya itu Aku hanya menikmati saja setiap injakan pedal gas menelusuri jalanan malam Kota Solo. Suasana kota masih tampak ramai walaupun waktu sudah lewat pukul delapan malam.
Aku tiba di tujuan lebih lama 10 menit dari waktu yang terjadwal. Aku diturunkan di sisi selatan stadion, tepat di depan Patung Ir. Soekarno. Patung perunggu Presiden pertama RI itu terlihat duduk membaca buku. Sementara di bagian dasar patung, lampu-lampu LED memainkan perannya dalam menghasilkan gradasi warna yang memikat para pengunjung. Dan dalam siraman cahaya lampu aneka warna itu, air mancur pun bergantian meluncur memperindah area kolam oval.

“Tidak bisa masuk ke dalam ya, Pak”, tanyaku kepada seorang security penjaga gerbang stadion.
“Maaf, Mas. Sudah tutup dari jam empat sore. Jadi kami sudah tidak bisa menerima pengunjung masuk ke dalam”.
“Oh baik pak. Buka jam berapa ya pak setiap harinya?”.
“Jam delapan pagi sudah buka, Mas. Jadi saya sarankan besok saja mas datang kesini lagi”.
“Oh baik, Pak”.
Aku balik badan lalu mendudukkan diri di tepian Air Mancur Menari Manahan.
Kriiingggg….. Kriiingggg. Gawai pintarku berdering.
“Halo Donny. Gimana Solo? OK kan?. Oh ya Donny, kamu harus publish teaser pertama Marketing Conference malam mini ya, karena hari ini tepat dua bulan sebelum waktu penyelenggaraan!”, CEO perusahaan memberiku perintah.
“Baik, Ibu”.
Jadilah malam itu, aku sibuk mendesain teaser pertama Marketing Conference. Aku segera menghubungi staff Divisi Design perusahaan di Jakarta, Tommi namanya. Lalu menceritakan konsep yang kuinginkan kepadanya. Aku terus memandu detail konsep dan dia cepat sekali mengeksekusi beberapa revisi hingga design teaser bisa selesai dalam satu jam pengerjaan. Karena kesibukan itu, praktis aku tak bisa menilik beberapa sudut lain di luar Stadion Manahan.
Setelah selesai mengirimkan informasi kepada setiap calon peserta Marketing Conference, aku segera bergegas meninggalkan Stadion Manahan. Waktu sudah semakin larut dan aku harus terus bergerak…..