Hukum Syariah di Balik Rumah Singgah Tuan Kadi

<—-Kisah Sebelumnya

Aku mulai meninggalkan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Tunjuk Ajar Integritas dengan berjalan kaki. Menyusuri Jalan Wakaf, aku perlahan mendekati seorang polisi lalu lintas yang sedang mengatur sebuah perempatan. Tak canggung, aku memanggilnya ketika dia masih membunyikan peluit mengikuti kedipan lampu hijau yang otomatis menggerakkan puluhan kendaraan untuk melintas perempatan itu.

Tak yakin menjawab pertanyaanku, dia berteriak kepada koleganya di pos. Setelah temannya merentangkan tangan sejajar jalan dan diikuti oleh telapak tangan yang membelok ke kanan maka polisi muda ini sangat yakin memberitahu arah terdekat menuju Sungai Siak kepadaku.

Hotel Mutiara Merdeka di Jalan Jembatan Siak I.

Menikmati satu bagian dari Sungai Siak saja, mampu membuatku kagum, hal ini tak lepas dari fakta sejarah dibalik aliran airnya. Siak adalah nama kesultanan yang pernah berdiri di badan sungai ini. Andai aku bisa merekonstruksi sejarah perjalanan Kesultanan Siak Sri Indrapura yang pernah berjaya itu, tentu akan menyempurnakan petualanganku di Pekanbaru.

Berlama-lama di atas Jembatan Siak I, sejauh tangkapan mata memandang, terlihat jelas Jembatan Siak III tepat di depanku dan membayang di belakangnya adalah Jembatan Siak IV (lebih dikenal dengan nama Jembatan Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah) yang belum selesai konstruksinya. Sementara dari posisi berdiri, aku memunggungi Jembatan Siak II.

Sungai Siak yang dahulu dikenal dengan nama Sungai Jantan.

Warna air cokelat cerah dan lebar sungai yang merepresentasikan kegagahan Sungai Siak disempurnakan dengan hijaunya badan sungai yang menyejukkan siapa saja yang berada di tepian. Secara geografis, sungai ini melewati Kabupaten Rokan Hulu, Bengkalis, Siak dan Kota Pekanbaru.

Selanjutnya, aku terus menyusuri jalan kecil di pinggiran sungai hingga sampai pada sebuah taman terbuka tepat di bawah jembatan Siak III yang lebih dikenal dengan nama Jembatan Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah. Para encik dan puan tampak riang bercengkerama dengan teman atau pasangannya menikmati damainya suasana sekitar sungai. Di sisi seberang, jelas terlihat kesibukan Kantor Kepolisian Air Polda Riau. Terlihat dua kapal patroli cepat bersandar di tepinya.

Riverside park di bawah Jembatan Siak III.

Sementara bersebelahan dengan riverside park tampak sebuah rumah panggung dengan warna dominan kuning muda. Dengan pelataran rumput bergradasi hijau dan keramik berpola bujur sangkar hitam-oranye yang di ujungnya dibatasi musholla dan area pantau sungai. Pelataran ini dikenal dengan nama Taman Tuan Qadhi.

Rumah Singgah Tuan Kadi.
Taman Tuan Qadhi.

Tuan Kadi/Qadhi adalah gelar yang ditabalkan Sultan kepada seseorang yang ditunjuk sebagai penasehat dalam hukum syariah Islam (Nasyih) serta berperan sebagai hakim munaka’ah dalam urusan pernikahan dan pembagian tarakah pusaka di wilayah Kesultanan Siak.

Setelah pendudukan Kolonial Belanda, gelar tuan Kadi/Qadhi disematkan kepada Ketua Kerapatan Syariah Kesultanan Siak. Rumah ini sendiri adalah milik Tuan Qadhi Haji Zakaria bin Haji Abdul Muthalib yang pernah memegang jabatan itu. Dan pada masanya, rumah ini pernah menjadi tempat singgah Sultan Syarif Kasim II, raja Siak ke-12.

Hhmmhh….Sudah lewat tengah hari, mari kita Shalat Dzuhur……Ikut ke Masjid peninggalan Kesultanan Siak, yuk!

Kisah Selanjutnya—->

Sharia Law Behind Tuan Kadi Halfway House

I began to leave the Tunjuk Ajar Integritas Green Open Space on foot. Along Wakaf Street, I slowly approached a traffic policeman who was arranging an intersection. Not awkward, I called him when he still sounded his whistle following flashing green lights which automatically moved dozens of vehicles to cross the intersection.

Unsure of answering my question, he shouted at his colleague at a police post. After his friend stretched his arms parallel to the road and followed by his palm which turned to right, this young policeman was very sure to tell the closest direction to Siak River to me.

Mutiara Merdeka Hotel in Jembatan Siak I Street.

Enjoying one part of Siak River, was able to amaze me, this is inseparable from historical facts behind its water flow. Siak is the name of sultanate which ever stood in this river body. If I could reconstruct journey history of Siak Sri Indrapura Sultanate which had ever triumphed, it would certainly perfect my exploration in Pekanbaru.

Linger over Siak Bridge I, as far as eye could see, it was clear that Siak III Bridge was right in front of me and looming behind it was Siak IV Bridge (better known as Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah Bridge) which hadn’t yet finished its construction. While from my standing position, in my back side was Siak II Bridge.

Siak River which was formerly known as Jantan River.

Bright brown of water color and river width which represents Siak River valor is enhanced by greeny river body which soothes anyone in its banks. Geographically, the river passes through four districts i.e Rokan Hulu, Bengkalis, Siak and Pekanbaru.

Next, I continued to go through a small road on edge of the river until I came to an open park under Siak III bridge, better known as Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah Bridge. Many young people looked cheerfully chatting with their friends or their partners enjoying peaceful atmosphere around the river. At other side, it was clear that Water Police Office of Riau Regional Police was busy. Seen two fast patrol boats leaning on river edge.

Riverside park under Siak III Bridge.

While next to riverside park was a stilt house with a dominant light yellow color. With greeny graded lawns and black-orange square patterned tiles which at the edge was bordered by a blue mosque and river viewpoint area. This courtyard is known as Tuan Kadi Park.

Tuan Kadi Halfway House.
Tuan Kadi Park.

Tuan Kadi / Qadhi is a title which Sultan has proclaimed to someone who is appointed as an advisor in Islamic sharia law (Nasyih) and acts as a munakaah judge in marriage matters and heirlooms distribution in Siak Sultanate.

After Dutch Colonial occupation , Tuan Kadi/Qadhi title was pinned to Chairperson of Siak Sultanate’s Shariah Deliberative Board. This house itself is owned by Qadhi Haji Zakaria bin Haji Abdul Muttalib who ever held that position. And in his time, this house was ever be a stopover for Sultan Syarif Kasim II, the 12th Siak Sultan.

Hhmmhh …. Already past noon, let’s do Dhuhr prayer…..Come on, went to Siak Sultanate’s inherited mosque!