Mina Al Sultan Qaboos Waterfront: Percobaan Curang yang Gagal

<—-Kisah Sebelumnya

Aku menyandarkan diri di sebuah tanggul batu di tepian pantai, memandangi indahnya permukaan laut yang disiram cahaya matahari yang mulai memerah. Sementara para nelayan di dermaga tampak sibuk menyiapkan jaring, menggulungnya rapi untuk kemudian dinaikkan ke perahu-perahu kayu yang mengangguk-angguk di terpa gelombang dan ujungnya diikatkan pada tiang-tiang tambat dermaga.

Jangan dibayangkan seperti dermaga ikan pada umumnya, dermaga ini hanya berupa deretan platform beton yang seolah mengapung di lautan. Dermaga itu tampak menghampar di tengah perairan.

Sementara itu latar belakang dermaga itu adalah Passanger Cruise Terminal milik Sultan Qaboos Port yang memarkirkan sebuah kapal pesiar yang sibuk dengan aktivitas di sekitarnya.

Untuk beberapa saat aku membiarkan diri untuk mengagumi pemandangan itu.

“Ayo Donny….Beranjaklah!, Saatnya pulang….”, tetiba aku mengingatkan diriku sendiri.

Aku akhirnya menuruti bisikan itu, toh memang benar, sebentar lagi gelap akan datang menggantikan siang.

Aku pun melangkahkan kaki kembali melalui sisi timur Muttrah Fish Market. Aku pun sering mencuri-curi pandang ke bangunan pasar yang megah tersebut. Beberapa waktu sebelumnya aku sudah menjelajah setiap sisi bagian dalam dari pasar ikan tersebut. Tetapi toh tetap saja, kharisma bangunan itu masih mencuri perhatianku ketika aku mulai meninggalkannya.

Aku akhirnya tiba kembali di sebuah sisi Harat A’Shamal Street. Arahku untuk pulang ada di sisi kiri…..Akan tetapi entah kenapa, pandanganku terlempar ke sisi kanan. Tatapku tertambat di sebuah bangunan di ujung barat Harat A’Shamal Street.

Bangunan itu berbentuk persegi dilengkapi dengan exterior berbentuk lingkaran-lingkaran di sisi panjangnya. Tekstur bebatuan menjadi permukaan utama tembok bangunan. Sementara itu signboard bernamakan DAMAC tampak menghiasi bagian teratas bangunan.

Aku pernah sekilas bertutur mengenai DAMAC pada artikelku saat mencicipi jasa Dubai Tram di Uni Emirat Arab.

Bolelah kuulang sekali lagi bahwa DAMAC Properties adalah sebuah perusahaan pengembangan properti terkemuka di kawasan Timur Tengah.

Daripada kehilangan kesempatan untuk mengetahuinya, lebih baik aku menyambanginya sejenak”, aku telah memutuskan,

Kuayunkan langkah menuju bangunan itu, dalam jarak dua ratus meter, aku tiba. Kini perhatianku tertuju pada banyaknya rombongan turis yang menuju ke sebuah bangunan lain, tampaknya bangunan itu masih terkait dengan bangunan bertajuk DAMAC yang berada tepat di hadapanku.

Dermaga untuk nelayan.
Gedung milik DAMAC.
Gerbang Mina Al Sultan Qaboos Waterfront yang gagal kulewati.

Aku memutuskan mengikuti arus turis-turis Eropa tersebut. Hingga aku tiba di sebuah gerbang dengan dua sisi, gerbang untuk kendaraan roda empat di sisi barat dan gerbang pejalan kaki di sisi timurnya. Turis-turis itu tampak memasuki jalur pejalan kaki tanpa pemeriksaan dari para serdadu yang menjaga gerbang.

Aku pun berinisiatif mengikuti para turis tersebut.

Aku yang tanpa rasa was-was pun berhasil melewati gerbang itu setelah menempel di bagian akhir rombongan turis asal Jerman.

Tetapi belum juga menghabiskan lima langkah, salah satu serdadu yang menjaga gerbang memanggilku.

“Hi, Sir….Wait….Wait” , dia menunjuk mukaku

“Yes, Sir”, aku menunjukkan mukaku sendiri untuk meyakinkan dia sedang memanggilku.

“ Yes, you, come here!”, dia mengangguk.

“Where is your ticket?”, dia berdiri tegap menatapku

“They don’t show their ticket to you”, aku menunjuk serombongan turis Jerman yang kukuntit.

“Their tour guide shows their group’s ticket to me”, tentara itu tersenyum menatapku seolah memenangkan percakapan.

“Oh I’m so sorry, so I can’t go there”, aku menunjuk ke bagian dalam.

“No”, dia menjawab dingin.

Aku yang dalam hati tertawa terpingkal pun meninggalkan serdadu itu.

“Percobaan curangku gagal”, aku akhirnya tak bisa menahan senyum yang akhirnya tersungging ketika aku berbalik badan dan melangkah pergi.

Destinasi wisata yang hendak kutuju tersebut adalah Mina Al Sultan Qaboos Waterfront.

Mina Al Sultan Qaboos Waterfront merupakan proyek kawasan pesisir Teluk Oman yang di masa depan akan menaungi beberapa zona sekaligus, yaitu zona bisnis dan perumahan, pusat-pusat perbelanjaan, enam hotel utama, fasilitas rekreasi dan tempat wisata, serta fasilitas pelabuhan bagi kapal pesiar dan kapal pesiar.

Kisah Selanjutnya—->

Muttrah Fort: Temuan Terindah di Hari Perdana

<—-Kisah Sebelumnya

Aku masih terduduk….Masih terpesona….Masih mematung di salah satu bangku beton Muttrah Corniche. Aku bersiap-siap menyiapkan kata-kata untuk mengutuk diri jika siang itu tidak lagi berhasil menginjakkan kaki di gagahnya Muttrah Fort yang berada di puncak bukit yang berada tepat di hadapanku….Tepat di sisi seberang Al Bahri Road yang sedari tadi kutapaki.

Kalimat-kalimat kutukan itu kupersiapkan untuk diri sendiri karena sedari pagi megeksplorasi area Muttrah dan sudah melintasi Al Jalali Fort, Al Mirani Fort dan Rawia Fort, tetapi keberuntungan tak berpihak untukku dikarenakan tutupnya ketiga obyek sejarah Kesultanan Oman tersebut.

Jangan sampai kamu gagal, Donny….Mau kau kemanakan reputasimu?”, aku memberi peringatan tegas untuk diriku sendiri.

Tatapku menjadi lebih awas karenanya….

Tak ada jalan langsung dari sisi Al Bahri Road untuk menanjak menuju banteng. Aku memperhatikan sekitar, mencari keberadaan gang untuk mencoba melihat sisi belakang bukit.

“Itu dia….”, aku mulai menebak-nebak. Ada dua gang tak terlalu besar di sisi barat dan timur bukit. Mempertimbangkan jarak terdekat dengan kedua gang itu, aku memutuskan mengambil gang sisi barat.

Gang yang hanya cukup untuk berpapasan dua mobil itu mengantarkanku untuk tiba di Muttrah High Street yang membentang di belakang bukit. Melangkah seratus meter kemudian akhirnya aku menemukan jawaban. Gerbang menuju Muttrah Fort ternyata tepat berada di belakang bukit.

Kalimat-kalimat kutukan itu runtuh sudah….

Gerbang itu terbuka lebar, pertanda benteng megah tersebut terbuka untuk wisatawan….

Jalur pendakian itu berada tepat di area parkir benteng. Aku mulai menapaki satu anak tangga hingga ke anak tangga berikutnya. Sementara bendera Kesultanan Oman berukuran besar gagah berkibar di ujung teratas benteng, membuatku semakin tak sabar untuk tiba di atas.

Tapi aku yang terengah-engah harus beberapa kali berhenti demi mengambil nafas yang sering kali hampir habis.

Karena ketinggian benteng yang membahayakan, beberapa tanda peringatan keamanan ditampilkan dalam lima bahasa internasional, yaitu Arab, Inggris, Jepang, Jerman dan Perancis.

Situs sejarah ini telah di restorasi menggunakan metode dan material tradisional yang sesuai dengan desain asli benteng. Demi keamanan, harap berhati-hati ketika melintasi permukaan yang tidak rata. Ketika berada di tepian benteng harap berdiri di besi pembatas dan memanfaatkan pegangan tangan dalam mendaki anak tangga”….Demikian kira-kira peringatan tersebut.

Menaklukkan 207 anak tangga akhirnya aku tiba tepat di bagian teratas benteng. Akhirnya aku menaklukkan ketinggian Muttrah Fort. Melihat luasan benteng yang begitu lebar, menunjukkan bahwa Muttrah Fort menjadi salah satu pertahanan utama Kesultanan Oman di masa lalu.

Muttrah Corniche dari atas.
Perumahan di belakang benteng,
Sultan Qaboos Port.
Difotoin turis Selandia Baru….Wkwkwk.
Meriam asli benteng.
Dinding benteng,

Benteng itu berlokasi di punggung bukit yang menghadap ke dua sisi, yaitu kota dan pantai Muttrah dimana menara beserta bangunan utama bentengnya menempati posisi ideal untuk melindungi kota Muttrah dari serangan musuh yang berasal dari lautan dan daratan sekitar. Benteng ini dibangun pada awal Abad ke-16, kemudian Portugis menambahkan dua menara dan dinding penahan. Pada akhir Abad ke-18, Dinasti Al Busaidi mengembangkan lagi Muttrah Fort dengan menggandakan menara dan dinding benteng. Baru pada tahun 1980, Ministry of Heritage Kesultanan Oman memugarnya hingga berbentuk seperti saat ini.

Siang itu menjadi titik kulminasiku dalam menungunjungi Muttrah. Lukisan alam yang terpampang dari atas benteng menjadikan temuan paling indah yang kudapati di hari perdana mengunjungi Oman.

Aku pun yakin bahwa kamu mengagumi pemandangan itu….Amazing view.

Kisah Selanjutnya—->

Mwasalat Bus Line 4: Mejemput Keindahan Mutrah

<—-Kisah Sebelumnya

Dengat perut kenyang aku meninggalkan kedai makan khas Bangladesh yang letaknya tak jauh dari OYO 117 Majestic Hotel, tempatku menginap.

Aku kembali tiba di perempatan yang terbentuk oleh persilangan Al Baladiya Street dan Al Fursan Sreet. Di Al Fursan Street, aku terus mempercepat langkah untuk segera tiba di Ruwi Mwasalat Bus Station.

Berjalan sejauh dua setengah kilometer selama tiga puluh menit, akhirnya aku tiba di terminal.

Misiku selanjutnya adalah mencari keberadaan bus yang akan berangkat menuju Mutrah. Dari brosur pariwisata Oman yang kudapatkan dari Muscat International Airport pada malam sebelumnya, aku cukup mendapatkan informasi bahwa untuk menggapai Mutrah maka aku harus menaiki Mwasalat Bus Line 4.

Kusapukan pandangan ke seluruh sudut terminal demi menemukan bus itu. Pada akhirnya aku mendapatkannya di platform bagian tengah. Oleh karena sebagian kursi bus telah terisi penumpang, maka aku memutuskan untuk segera menaikinya.

Membayar dengan uang koin sebesar 200 Baisa, maka aku segera mendudukkan diri di kursi tengah. Tak lebih dari sepuluh menit kemudian, bus itu perlahan berjalan meninggalkan terminal.

Bus meninggalkan daerah Ruwi menuju utara melalui daerah Darsait untuk kemudian merubah arah menuju timur demi menggapai tepian Teluk Oman. Menyisir Mina Street, bus berjalan di sepanjang kaki perbukitan berbatu.

Tak berapa lama jalanan lengang di sepanjang Mina Street berubah menjadi jalanan penuh keramaian di sepanjang Al Bahri Road yang arusnya berbelok di tepan pantai Teluk Oman.

Pemandangan berganti dengan berjajarnya kapal-kapal pesiar mewah di sepanjang Sultan Qaboos Port yang menjadi pelabuhan kargo dan penumpang utama di Kota Muscat. Rombongan turis asal Eropa juga tampak memenuhi jalanan di sepanjang pantai.

Bus terus menyisir Al Bahri Road, kali ini bus bergerak menuju selatan mengikuti kontur pantai. Al Bahri Road sendiri adalah jalan raya dengan dua ruas, ada dua jalur di setiap ruasnya, dan antar ruas dipisahkan dengan taman memanjang dimana bunga-bunga di tanam dengan metode drip irrigation.

Mwasalat Bus Line 4.
Interior bus.
Area di dekat Sultan Al Qaboos Port.
Pelabuhan penumpang Al Qaboos Port.
Aku turun di The National Museum Oman.

Selain keberadaan taman yang menghiasi sepanjang jalan, keindahan Al Bahri Road menjadi sempurna dengan keberadaan perbukitan batu nan menawan di sisi baratnya dan hamparan pantai yang membiru di sisi timurnya. Pemandangan yang bahkan membuatku tak rela barang sekedip mata untuk menikmatinya.

Tetapi aku yang berada di dalam bus juga harus bersegera menetapkan tempat untuk berhenti, karena semakin jauh mengikuti arus bus maka aku akan semakin jauh menyisir ulang jalanan itu sebagai metode utamaku untuk mengekplorasi keindahan daerah Mutrah.

Dalam waktu menunggu untuk mengambil keputusan itu, tetiba melintas penampakan indah warna-warni di Al Alam Palace yang merupakan istana Kesultanan Oman.

“Ya….Di sinilah aku harus turun”, aku memutuskan.

Tak lama kemudian, bus berhenti di Al Alam Palace Bus Stop untuk menurunkan beberapa penumpangnya. Akhirnya kuputuskan untuk ikut turun Bersama para penumpang itu.

Kini aku berada di daerah Kalbuh yang berjarak sepuluh kilometer jauhnya dari titik semula aku berangkat, yaitu Ruwi-Mwasalat Bus Stop. Perlu waktu hampir setengah jam untuk menempuh perjalanan ini.

Kini saatnya berjalan kaki demi mengeksplorasi keindahan daerah Mutrah.

Kisah Selanjutnya—->